41. Titik Takdir

1.6K 213 59
                                    

Happy reading ....

Sebuah kenangan akan terasa lebih nyata,
jika kita selalu bersama.





—  L O S E  —






.








.









.







.








Tidak seperti hari kemarin saat Angkasa menolak dan tidak setuju dengan banyaknya barang yang akan Skala bawa, pagi ini nyatanya Angkasa justru suka rela membantu kakaknya itu untuk mengeluarkan barang-barang untuk piknik.

Ya, Skala memang tetap kekeh dengan ide pikniknya. Mungkin nantinya mereka akan mencatatkan sejarah sebagai orang pertama yang melakukan piknik di pinggir pantai.

Tapi saat melihat senyum merekah di wajah Skala saat kakaknya itu membentangkan tikar di atas pasir putih itu tak ayal ikut membuat perasaan bahagia itu membuncah di hati Angkasa.

Perasaannya tak bisa bohong saat melihat kebahagiaan itu terpancar penuh di wajah Skala. Angkasa nyatanya juga merasakan hal yang sama.

“Sa, tolong pegangin pinggiran tikar sebelah lo, dong,” teriak Skala.

Angin kencang serta suara deru ombak yang begitu memekakkan telinga mau tak mau membuat Skala harus lebih mengeraskan suaranya.

“Suruh yang lain, ini tangan gue udah pegang buah sama cemilan,” balas Angkasa.

“Ya lo taruh dulu lah makanan yang lo bawa.”

Angkasa hanya membalas tatap Skala dengan malas. Angkasa tak bisa menaruh makanan-makanan ini, karena bisa-bisa menjadi kotor saat terkena debu pasir.

Hingga akhirnya Angkasa memanggil Vino dan menyuruh cowok itu untuk membantu Skala. Setelah semuanya tertata, mereka lalu duduk di atas tikar, menikmati camilan juga, menatap hamparan ombak indah di depannya yang membuat mereka takjub.

“Wih,  gila ya gue udah kaya seleb aja. Lihat dong banyak orang yang lihatin kegantengan gue,” ucapan penuh percaya diri itu Galen lontarkan ketika ia menatap ke sekitar yang ternyata banyak pasang mata yang tengah memperhatikan mereka.

Hingga setelahnya ucapan itu langsung mendapatkan lemparan buah apel dari Angkasa yang beruntung bisa ditangkap tepat oleh Galen. “Gila lo, kalau mau lempar sesuatu yang kira-kira dong. Kalau sampai kepala gue benjol, emang lo mau tanggung jawab.”

“Kaya cewek lo, kena lemparan buah aja udah ngedumel nggak jelas. Gimana kalau gue lempar batu coba,” cibir Angkasa dengan tidak tahu dirinya.

“Jangan di ladenin lagi, Sa. Bisa panjang nih urusan,” timpal Cio. Ya, ia begitu paham dengan watak sahabat-sahabatnya yang jika saat berdebat akan sesuatu, itu pasti akan memakan waktu yang lama. Sebenarnya Cio hanya malas dengan adu mulut keduanya yang pasti akan memekakkan telinganya.

“Tinggal urusan apel aja bakal panjang nih.” Kean tak tinggal diam. Ia juga ikut menyuarakan pendapatnya.

“Angkasa emang yang suka mancing-mancing duluan,” ucap Galen lagi.

“Gue lagi nggak mancing!”

“Maksud gue bukan itu. Lo lama-lama ketularan Skala deh, Sa.”

“Apa? Kok jadi bawa-bawa gue?” Skala jadi keheranan kala Galen jadi menyebut-nyebut namanya.

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang