52. Ketakutan Skala

1.5K 207 53
                                    

Happy reading  ......

Ketakutan terbesar itu bukan pada diri sendiri,
tapi melihat kamu kesakitan di hari ini.





—  L O S E  —







.








.








.








.









Brak!

“SKALA LO DI MANA?” Langkah kaki tergesa serta suara menggelegar, tak lupa dengan bantingan pintu itu sukses mengejutkan kedua cowok yang tengah menikmati nasi goreng yang baru saja matang itu.

Skala dan Angkasa kompak menoleh satu sama lain. Mengisyaratkan lewat tatapan mata. “Siapa sih, bar-bar banget tuh orang.”

Akhirnya Angkasa bangkit dan baru saja memutar tubuhnya ke belakang, ia melihat presisi Vino di sini. Dengan wajah yang begitu panik sedang melangkah lebar ke arahnya. Ia mengernyit heran, ada apa dengan Vino? Aneh sekali.

“Skala, lo nggak kenapa-napa, ‘kan? Angkasa ngapain lo tadi?” Vino melewati angkasa begitu saja dan duduk di sebelah sahabatnya itu sambil menatap Skala dari atas ke bawah.

Sedang, Skala sendiri masih asik mengunyah makanannya sambil menatap tak mengerti pada Vino.

Vino akhirnya menghela napas lega ketika tak mendapati sebuah luka pada tubuh Skala. Padahal ia sudah panik bukan main saat tiba-tiba Skala menelefonnya dan minta tolong padanya. 

“Lo sehat, Vin?”

Hingga ucapan tiba-tiba dari Angkasa juga cowok itu yang kembali duduk di sebelahnya, seketika menarik sadar Vino. Ia kemudian menatap Angkasa dan Skala secara bergantian.

“Kampret! Lo berdua ngerjain gue tadi?” tuduhnya.

“Wah, beneran lagi ada yang nggak beres sama lo. Tiba-tiba datang udah gitu pakai acara teriak-teriak, sekarang nuduh yang enggak-enggak. Aneh banget lo sumpah.” Angkasa kembali menyendokkan nasi goreng buatannya dan Skala setelah beberapa saat ia tinggal.

“Anjir ya lo berdua. Nggak tahu apa gue udah panik banget dari rumah gara-gara lo, Skala. Gila aja lo telfon gue tiba-tiba, terus minta tolong. Gue kira lo kenapa-napa sialan.”

“Dan justru sampai sini lo berdua enak-enakan makan.” Vino mendengkus kesal. Benar-benar kesal ketika ternyata ia hanya dikerjai oleh Skala.

“Kapan Skala nelfon lo? Kala, lo nelfon Vino tadi?” tanyanya pada Skala.

Sang oknum yang menjadi tersangka utama hanya bisa menyengir lebar dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Hehe iya, gue tadi panik pas tiba-tiba kepala lo sakit. Gue kira lo tadi bakal pingsan, makanya gue minta tolong dan ternyata yang gue telfon itu ternyata lo ya?”

Vino tak paham, tapi sedikitnya ia bersyukur karena sahabat sehidup sematinya itu tidak kenapa-napa. Walau jelas ia sangat-sangat merasa kesal dengan semuanya.

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang