PROLOG

52 7 1
                                    

Seperti bunga matahari
Yang tak pernah lelah mencari cahaya

Seperti bunga matahari di sore hari
Selalu setia mengikuti arah langkah sang raja siang

Itulah aku
Melangkah perlahan mengikuti arah dari kata hati
Bersama gejolak mimpi
Yang katanya harus menepi

***

It's just about a girl named Alsava Inaranti Sadewa.

Untuk sekali saja izinkan nona Alsava mengenalkan sedikit tentang sesuatu yang tidak semua orang tahu.

***

Alsava POV.

Gue—Alsava Inaranti Sadewa—seseorang yang sering disebut-sebut sebagai gadis sempurna oleh orang-orang. Namun nyatanya, gue gak sesempurna itu.

Nama gue punya arti yang cukup ‘wow’ dibandingkan dengan kenyataan yang ada. Artinya, ketenangan dari segenggam bunga matahari di sore hari.

Itu masih belum termasuk dari arti Sadewa. Itu baru 2/3 nya saja.

Bunda pernah bilang ke adik gue kalau nama adalah doa. Gue pikir itu masuk akal buat orang lain. Tapi, gak masuk akal di gue. Arti nama Alsava ialah ketenangan, sedangkan gue gak dapatkan hal itu.

Tapi gue gak diam saja layaknya patung di tengah taman kota. Gue gak pernah berhenti berdoa buat dapatkan hal itu, hal yang mungkin orang tua gue bayangin sewaktu gue lahir.

Satu pertanyaan gue, kenapa di saat gue berusaha keras untuk itu, gue selalu kesulitan untuk menggapainya.

Mungkin konflik kehidupan sudah menjadi hak keadilan untuk semua orang lantaran semua orang pun pasti memiliki masalahnya masing-masing.

But, why is this problem I'm experiencing, the more I come here, the less I understand the plot?

***

Author POV.

Waktu habis.

Ya, seperti itulah seorang Alsava. Segala yang ada di dalam hidupnya akan dibatasi oleh waktu, membuatnya berlari tak tentu, dengan hati yang terkadang menggerutu.

Waktu terus berputar dari pagi ke siang, siang ke sore, dan sore ke malam. Selayaknya bunga matahari yang selalu mengikuti arah cahaya.

***

“Ini semua berawal dari kamu, Mas! Kalau kamu waktu itu gak melakukan hal yang bikin aku sakit hati, keadaannya gak akan pernah kayak gini,” ujar wanita paruh baya kepada sang suami yang saat ini tengah berdiri kaku.

Sementara Alsava diam-diam mengeratkan genggamannya pada sendok yang tengah ia pergunakan untuk makan.

Hari masih pagi dan keributan datang begitu saja di rumahnya yang hangat ini.

“Sekarang kamu lihat Alsava, Wilasa, dan Arshavina! Mereka yang jadi korban atas keegoisan kamu. Mereka gak tahu apa-apa tapi mereka harus dengar berisiknya suara pertengkaran kita,” lanjutnya semakin meninggikan suaranya.

“CUKUP!” Pria paruh baya yang sedari tadi dibentak habis-habisan oleh istrinya kini mulai membuka suaranya. “Sudah cukup, Diajeng. Kalau kamu tidak mau mereka bertiga mendengar apa yang seharusnya tidak mereka dengar di pagi hari seperti ini, cukup, Diajeng. Jika kamu tidak kalap seperti ini pun kita tidak akan bertengkar. Kita bisa selesaikan semuanya secara baik-baik.”

“Baik-baik apanya? Kamu saja menyakiti aku seperti manusia tidak punya hati,” balas Diajeng.

Pria paruh baya yang diketahui bernama Prawara atau sering dipanggil Pra yang tak lain ialah ayah dari Alsava itu menarik napasnya dalam-dalam.

Diajeng—istrinya memang sulit dikendalikan saat sedang emosi seperti ini. Bahkan dirinya sendiri pun kesulitan untuk mengendalikannya, apalagi Pra walaupun dia itu adalah suaminya.

Alsava telah menyelesaikan sarapannya. Ia mendorong kursi dan berdiri. Kedua matanya sempat bertatapan dengan pasang mata milik ayah dan bundanya selama beberapa detik.

“Lanjutin aja. Alsava mau berangkat sekolah, jadi Alsava gak akan dengar pertengkaran kalian lagi.”

***

“Seorang pelajar SMA meninggal dunia akibat kecelakaan tunggal yang dialaminya. Kecelakaan tunggal tersebut terjadi di jalan ....”

Baru melihat sekilas dari kendaraan yang diamankan oleh petugas dari layar televisi sontak membuat jantung Prawara berhenti berdetak saat itu juga.

Ditambah pelajar SMA dengan logo sekolah yang terpasang di lengan baju bagian kiri itu tak asing di matanya.

“Mas,” panggilnya.

“Aku akan pergi ke tempat kejadian itu, Diatmika,” ucap Pra langsung menjelaskan tujuannya.

Wanita yang diketahui bernama Diatmika itu mencekal pergelangan lengan Pra saat pria itu hendak berdiri.

"Mas, itu bukan—”

"Itu Alsava, Diatmika. Pelajar SMA itu Alsava! Kamu tidak lihat tadi motor yang biasa Alsava gunakan sampai rusak parah?!” tanya Pra tak sengaja membentak.

“Tolong percaya padaku sekali ini saja, Mas—”

“Sejauh ini aku selalu mempercayaimu. Tapi, untuk kali ini aku meminta maaf padamu, aku lebih yakin akan apa yang aku lihat tadi. Aku akan pergi sekarang, jika kamu tidak mau ikut pun aku tidak peduli.”

***
















Hai halo!

Aku kembali sama cerita baru aku yuhuuu!

Jangan lupa untuk meninggalkan jejak berupa vote dan komentarnya. Aku tunggu, ya!

See you <3

Wednesday, September 28, 2022.

OKTROUBLE Место, где живут истории. Откройте их для себя