★5: The Hated October 10

11 3 0
                                    

Tidak akan pernah ada pengandaian untuk apapun yang telah datang dan telah terjadi.

***

Satu piring berisi banana pancake untuk ayah. Alsava membawanya dengan sedikit tidak ikhlas. Apalagi ia harus masuk ke rumah di mana di dalamnya ada wanita yang Alsava tidak sukai keberadaannya.

“Lo yakin, Kak?” tanya Wilasa memastikan.

“Hm. Daripada gue gak nurutin apa yang bunda suruh, Wil. Gue yang dosa nanti,” jawab Alsava yakin.

Wilasa yang tengah mencuci motor kesayangannya beserta motor milik sang kakak pun hanya mengangguk pasrah. Dia kembali melanjutkan aktivitasnya sembari sesekali memperhatikan setiap langkah Alsava yang menuju rumah utama.

Tak jauh dari keberadaannya sekarang, ada Arshavina yang duduk di atas rerumputan hijau sembari memainkan air. Sebenarnya anak itu sudah dimandikan oleh bunda, tapi melihat kakak laki-lakinya mencuci motor, langsung menarik seluruh perhatiannya dan berkeinginan untuk bermain air.

Wilasa yang memang pada dasarnya tidak mau membuat Arshavina menangis pun tidak bisa menghalangi bocah itu. Membiarkannya saja sampai ia pun selesai mencuci motor.

Ututuuu adek abang basah kuyup, dingin ya? Kaciannn ....”

Selesai dengan pekerjaannya mencuci motor, dia menggendong adiknya dan membawanya ke kamar mandi. Mandi lagi. Baru jam setengah delapan pagi saja Arshavina sudah mandi dua kali. Beda dengan dirinya yang justru belum mandi sekalipun hari ini.

Terhitung sudah cukup sering Wilasa memandikan Arshavina, terlebih jika situasinya seperti tadi. Adiknya itu sangat senang bermain air. Tapi, jangan salah! Wilasa juga pernah memarahi Arshavina karena terlalu sering bermain air.

Walaupun laki-laki itu tidak mau membuat adiknya menangis, tetapi dia juga tidak akan membiarkan adiknya sakit karena kedinginan.

Tidak lama setelah selesai memandikan kembali Arshavina, ia sudah melihat keberadaan kakaknya di luar paviliun. Duduk sendiri, melamun, sembari menikmati semilir angin yang menyejukkan.

Cuaca hari ini memang sedikit mendung, jadi matahari malu-malu untuk menampakkan dirinya. Angin yang bertiup sesekali terasa kencang membuat Alsava mengusap-usap tangannya.

“Gimana di rumah?” tanya Wilasa sembari memakaikan baju untuk Arshavina.

“Ayah enggak pergi ke kantor, malahan dia baru bangun. Sama kayak tante itu juga. Males banget ya dia?”

Wilasa hanya tertawa kecil. Apalagi saat menyadari kalau ia telah memakaikan Arshavina bedak bayi dengan cukup tebal. Belepotan.

“Kak, liat Arsha deh. Lucu banget belepotan gitu.” Tawa Wilasa semakin terdengar sedikit lebih keras dari yang sebelumnya.

Tanpa sadar, Alsava ikut tertawa juga. Tangannya bergerak pelan untuk merapikan bedak yang belepotan di wajah adik kecilnya itu.

“Terus sarapannya gimana? ‘Kan cuma satu.”

Alsava mengangkat kedua bahunya. Ia tidak peduli dengan itu. Yang terpenting apa yang sudah bundanya perintahkan ya ia lakukan.

“Bagusnya sih tante itu gak usah ikut makan, biarin aja kelaparan,” lanjut Wilasa masih diiringi tawanya.

Alsava tersenyum tipis. Ia lupa belum menyuapi Arshavina pagi ini, adiknya itu pasti sudah lapar.

Gadis itu segera pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan Arshavina. Hanya menu sarapan simpel untuk balita usia dua tahun yakni sereal rendah gula.

OKTROUBLE Where stories live. Discover now