★1 : Savior Figure

18 5 0
                                    

The sunflower is a favorite emblem constancy.

***

Alsava melangkah cepat meninggalkan rumahnya, meninggalkan segala kebisingan yang diciptakan orang tuanya di pagi hari seperti ini.

Dia menuju garasi dan segera menaiki motor kesayangannya dan segera melajukannya. Beberapa kali ia menarik napasnya berat untuk kembali menetralkan emosinya. Ia tidak mungkin datang ke sekolah dalam keadaan emosi yang asalnya dari rumah.

Sekitar lima belas menit akhirnya Alsava sampai di area parkiran sekolahnya. Setelah menyimpan motornya di tempat yang paling aman ia segera meninggalkan area parkiran.

Tadi di parkiran baru ada motor miliknya dan itu tandanya baru dia saja yang sampai di sekolah. Ini bukan seperti Alsava yang biasanya.

Alsava yang biasanya itu selalu datang saat lima menit sebelum bel tanda pelajaran dimulai berbunyi.

“Brengsek,” gumamnya pelan saat melihat ada seorang perempuan yang berseragam sama sepertinya dengan seorang laki-laki seumuran perempuan itu yang tengah berciuman di tengah-tengah koridor yang masih sepi.

Tarikan napasnya kembali memberat setelah melihat hal yang seharusnya tidak ia lihat apalagi di area sekolah seperti ini. Sekolah ialah tempat untuk mencari ilmu bukan untuk melakukan hal yang tidak senonoh seperti itu.

“WILASA!”

Laki-laki yang tadi melakukan hal tak pantas itu segera menyudahinya. Ia mundur satu langkah dari perempuan tadi.

Alsava berjalan cepat untuk mengakhiri dan tangannya melayang begitu saja menampar pipi lelaki tadi, Wilasa.

“Bangsat lo, Wilasa! Brengsek!” bentak Alsava tak mampu mengendalikan emosinya lagi.

“Kak—”

“Diem lo! Lo tau, Wilasa? Lo tau? Lo sama brengseknya kayak ayah, lo sama jahatnya kayak ayah!” bentaknya lagi sembari menunjuk tepat wajah Wilasa. Tanpa sadar air matanya turut jatuh.

“Kak, maaf—”

“Gue gak butuh maaf lo, brengsek! Bahkan ucapan maaf dari ayah aja gue gak butuh, Wil!”

Diam-diam Wilasa memberikan kode pada perempuan tadi untuk pergi meninggalkannya berdua bersama Alsava—kakaknya.

Perempuan itu menurut dan buru-buru melangkah pergi. Jika Wilasa sudah memerintah memang tidak ada yang berani membantahnya.

“Kak, dengerin dulu penjelasan gue,” pinta Wilasa.

"Penjelasan apalagi, hah?! Gue udah liat apa yang lo lakuin sama cewek itu, apalagi yang harus lo jelasin, Wilasa? Jawab gue!” sentak Alsava.

Wilasa terdiam, tak dapat membalas ataupun menjawab pertanyaan dari sang kakak. Ya, memang tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Kakaknya sudah melihat semuanya.

Alsava menarik napas panjang dan merapikan sedikit rambutnya yang entah kenapa bisa berantakan tanpa sebab. Ia menatap tajam manik mata Wilasa dengan emosi yang masih naik turun. Tatapannya itu seolah tengah menuntut penjelasan dari Wilasa walau sebelumnya ia sudah menolak Wilasa yang akan menjelaskan sesuatu kepadanya.

I just need an outlet, Kak.”

“Gue gak butuh penjelasan lo, Wil.”

“Tapi gue ngerti arti tatapan lo, Kak. Lo minta gue buat jelasin, lo gak mau asal bicara, lo gak mau nuduh gue dengan sesuka hati lo walaupun lo udah liat kejadiannya secara langsung. Bener, ‘kan?” tanya Wilasa memastikan.

OKTROUBLE Where stories live. Discover now