04. A Silent Journey

4 0 0
                                    


"Kau cantik juga kalau jadi manusia, Shin!"

Siulan dan godaan Freyr lewat begitu saja di telinga Shinra. Ia masih berusaha memproses dan menerima apa yang ia lihat pada bayangan cermin. Beberapa menit yang lalu, Shinra masih berbentuk seekor naga raksasa dengan sisik hitam melindungi tubuhnya. Sekarang, ia nyaris tak mengenali dirinya sendiri.

Apa yang ia lihat sebagai pantulan dirinya di cermin adalah seorang wanita berambut hitam gradasi merah dengan poni yang menutupi mata kanan. Iris biru laut yang tak terhalang poni menatapnya balik dengan keheranan yang sama. Segaris bekas luka menghiasi sudut mata kirinya. Wajah tirus dengan kulit berwarna kecoklatan, warna yang sama dengan tubuh tinggi besar yang kini ia kenali sebagai tubuhnya. Tangan kanannya yang bebas menyentuh poninya lalu menyibakkannya ke samping, menampakkan iris merah darah di mata kanannya.

Shinra menggenggam erat kain putih yang menyelimuti tubuhnya. "Freyr.. apa benar ini... aku?"

Shinra mengalami krisis eksistensial. Ia masih sulit untuk percaya bahwa mantra yang menyegel kekuatannya juga merubah bentuknya menjadi seperti ini. Menjadi seperti manusia. Dulu, Shinra sempat berharap ia berbentuk seperti manusia agar bisa mudah membaur dengan dewa lainnya. Sekarang, Shinra berharap dia tidak pernah berharap seperti itu.

Tangan Freyr menepuk bahunya. Tinggi mereka kini sepantaran, hanya terpaut 2 cm. Kalau biasanya Freyr harus mendongakkan kepala untuk bisa menemui tatapan Shinra, sekarang giliran Shinra yang sedikit mengangkat kepalanya. Bila dilihat dengan jarak dekat begini, Shinra baru menyadari bahwa telinga Freyr sedikit meruncing di bagian atasnya. Ciri khas kaum Elf yang sepertinya tidak akan Shinra sadari seandainya dia tidak menyusut begini.

"Kau tenang saja, Shin. Aku dan Freyja akan membantumu. Thor dan Loki juga pasti sedang berusaha untuk bisa membebaskanmu. Untuk saat ini, nikmatilah hidup di Alfheim, ya?" ujar Freyr sambil menepuk-nepuk bahu Shinra, berusaha untuk menenangkannya.

Shinra hanya bisa menghela napas kalah. Tidak ada gunanya meratapi nasib sekarang. Ia harus menelan bulat-bulat semua kekecewaannya. Terkadang Shinra heran kenapa takdir tiba-tiba memutuskan untuk mempermainkannya.

"Baiklah, komandan. Aku tidak bisa selamanya begini. Kau sudah menyiapkan pakaian untukku?"

"Secara teknis, Freyja yang menyiapkannya. Katanya dia menyiapkan beberapa pasang untukmu. Ada di dekat lemari. Sana, pakailah dulu. Aku akan keluar," ujar Freyr sambil berlalu pergi.

Setelah Freyr menutup pintu, Shinra mengalihkan pandangannya ke dua kotak kecil yang tergeletak di dekat lemari kayu pink. Memungut kotak itu, Shinra mendudukkan diri di ranjang yang sama pinknya dengan lemari dan nyaris keseluruhan ruangan. Meskipun dirinya tidak terlalu peduli dengan warna, gradasi warna pink di kamar milik Freyja ini membuatnya sakit mata. Shinra sangat bersyukur bahwa dirinya kemungkinan besar tidak akan memasuki kamar ini lagi.

Kotak pertama yang lebih kecil berisi beberapa potong pakaian dalam. Sepertinya Freyja menyiapkan beberapa ukuran agar Shinra bisa memilih. Setelah menemukan ukuran yang pas dengannya dan menyingkirkan kotak itu, Shinra membuka kotak kedua. Shinra merasakan matanya tertusuk.

Ia mengangkat sepotong pakaian yang sudah jelas merupakan pilihan pribadi Freyja. Sebuah gaun berenda selutut berwarna hot pink. Tanpa berpikir dua kali, Shinra melempar gaun itu jauh-jauh. Pakaian kedua adalah sebuah tank top berwarna pastel. Shinra menimang-nimang untuk memilih benda itu atau membuangnya. Pada akhirnya, Shinra meletakkan pakaian itu di sampingnya.

Pakaian ketiga membuat Shinra memutuskan untuk menyingkirkan tank top tadi dari pilihannya. Sebuah kaus tanpa lengan berwarna navy blue dengan bagian atas mencapai lehernya. Pakaian keempat kembali Shinra masukkan ke daftar pilihannya, sebuah kemeja berlengan pendek warna crimson red. Shinra menyingkirkan potongan pakaian lain sampai dia menemukan celana panjang kain longgar berwarna hitam.

Thus The Divine Dragon Shed Her ScalesWhere stories live. Discover now