22. Birthright Queen

3 0 0
                                    


"Kondisinya sudah sangat membaik, Shinra. Kurasa Elise akan segera siuman dalam waktu dekat."

"Terima kasih, Eir. Kau benar-benar sangat menolong."

"Ish, sudahlah," Eir mengibaskan tangannya. Sang dewi penyembuh tersenyum lembut pada Shinra yang duduk di samping ranjang temannya. "Harusnya, aku meminta maaf karena tidak bisa pergi membantu kemarin. Tuan Odin menutup semua jalan agar tidak ada seorangpun dari kami yang bisa keluar."

"Haha.. tuan Odin memang seperti itu."

"Mhm, terkadang aku tidak mengerti jalan pikirannya," ujar Eir sambil mengganti kompres Elise. Suhu gadis Elf itu sudah tidak setinggi kemarin saat ia pertama kali datang ke Asgard. "Tapi, syukurlah. Tuan Odin memutuskan untuk datang ke Afer kemarin, ya?"

Odin memang pada akhirnya menampakkan diri di Afer, tepat setelah Elise jatuh tak sadarkan diri. Dewa tertinggi Asgard itu dengan cepat membumi hanguskan sisa pasukan Loki dan menangkap Loki yang saat itu masih pingsan. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya mengisyaratkan pada Shinra untuk membawa Elise dan Mara ke Asgard.

Setelah memerintahkan Eir untuk merawat ketiganya, Odin tak lagi terlihat di Asgard. Begitu pula dengan Helel, Thor, Freyr dan Freyja. Besar kemungkinan kelima dewa itu mengadakan rapat tertutup tentang segala yang terjadi dalam waktu beberapa bulan ini. Pria itu baru menampakkan diri tadi pagi, tiga hari setelah perang di Afer, mengumumkan diadakannya sebuah sidang untuk memutuskan nasib Loki selanjutnya.

"Sekarang sedang sidang, 'kan, Shinra? Kau tidak ikut untuk memberikan keterangan?"

Shinra menggeleng. "Aku percaya kesaksian Mara sudah cukup kuat bagi tuan Odin untuk memberi keputusan."

"Bagaimana menurutmu? Apakah yang akan terjadi pada Loki?"

"Kurasa dia akan dijebloskan ke Utgard. Atau mungkin tuan Odin akan membuat dimensi baru khusus untuk Loki."

Eir mengangguk. Ia kemudian memusatkan perhatiannya untuk mengganti infus yang terpasang di lengan Elise. Shinra memperhatikan kesibukan Eir sesaat kemudian bangkit berdiri.

"Eir, tolong jaga Elise, ya?"

"Hmm?" Eir tak mengalihkan pandangannya dari Elise. "Kau mau ke mana?"

"Aku mau mengunjungi makam Master Heimdall."

"Oh, oke. Kau tahu, 'kan, di mana letaknya?"

"Tentu saja."

Shinra menutup pintu kamar perawatan Elise dengan perlahan. Ia berjalan seorang diri di lorong megah Asgard, memainkan jepit rambut milik Elise. Benda itu, meskipun tampak kecil dan tak berharga, selalu Elise kenakan semenjak malam hari di kereta menuju Tokyo. Shinra tersenyum tipis, senang karena Elise menghargai pemberiannya.

Rasanya, baru kemarin ia dijadikan tersangka dan dibuang ke Alfheim. Kehidupan yang terlihat tenang di Alfheim sempat membuatnya lupa akan tujuannya. Namun menemukan Nyx, dirinya dan Elise tiba-tiba terseret dalam perjalanan yang menentukan nasib dunia ini. Semua itu berakhir kemarin, dengan dirinya yang berhasil menjadi sosok seorang pemenang.

Hembusan angin menyadarkan Shinra dari lamunannya. Tanpa sadar, ia sudah sampai di area pemakaman. Puluhan batu nisan berjajar rapi di lapangan luas itu, masing-masing terukir nama para dewa yang gugur dalam perjuangannya. Shinra melangkah mantap mendekati makam yang masih terlihat baru.

"Selamat pagi, Master Heimdall," Shinra duduk bersila di hadapan makam berukirkan nama 'Heimdall Lozayck'.

"Aku minta maaf karena baru mengunjungimu sekarang. Ada banyak hal yang terjadi sehingga aku tidak bisa datang kemari," Shinra mengelus batu nisan Heimdall. Benaknya mengingat-ingat rupa pria tua berjenggot itu, tersenyum padanya dengan senyuman secerah matahari.

Thus The Divine Dragon Shed Her ScalesWhere stories live. Discover now