11. Stone Cold

2 0 0
                                    


Sejak sebelum memasuki Gate Torrent, hal yang paling Shinra harapkan adalah mendapatkan pendaratan yang sempurna. Namun, mereka bahkan tidak bisa sepenuhnya dibilang 'mendarat'. Pintu di sisi lain Gate Torrent terbuka sejauh beberapa puluh meter di atas tanah, dan ketika Shinra membimbing Elise serta Nyx melangkah keluar, gravitasi langsung menarik mereka jatuh.

Jeritan ngeri Nyx menggema di hutan yang sepi. Tangannya terlepas dari genggaman Shinra. Gadis kecil itu terjun bebas sejauh beberapa meter dan akhirnya tersangkut di dahan pohon. Elise mengalami nasib yang sama, menabrak ranting-ranting sebelum berhasil mendapatkan kembali keseimbangannya dan menapakkan kaki di sebuah batang pohon.

Shinra tidak seberuntung mereka berdua. Ranting pendaratannya patah, membuatnya meluncur langsung ke tanah puluhan meter di bawahnya. Suara 'bugh!' keras terdengar kala tubuh Shinra menghantam tanah, diikuti oleh erangan dari mulutnya.

"E-Elii..see... punggung..ku.." Shinra merintih kesakitan. Gadis itu tak mampu bergerak, seluruh tubuhnya terasa remuk. Ia dapat melihat Nyx dan Elise berangsur-angsur turun dari pohon raksasa yang menyelamatkan mereka berdua.

"Shinra? Kau tidak apa-apa? Oh, ya Tuhan kepalamu berdarah!" panggilan panik Elise hanya sekedar lewat di telinga Shinra yang nyaris pingsan. Ia baru mulai kembali awas dengan keadaannya saat cahaya hangat sihir penyembuh Elise menyelubunginya.

Tak butuh waktu lama sampai Shinra sehat kembali. Ia meregangkan tubuhnya, membiasakan diri dengan otot dan tulangnya yang baru saja sembuh setelah rasanya patah semua. Shinra menengadah. Pohon-pohon berada di sekitar mereka menjulang menantang langit yang dihiasi semburat biru kehijauan.

Shinra menoleh, mendapati ia tengah duduk di antara rerumputan dengan ukuran tak lazim.

"Jotunnheim," Shira bergumam. "Jadi kita jatuh di sini."

Jotunnheim, negeri para raksasa, para Colossus. Di tempat ini, semuanya berukuran ekstra. Colossus terkecil mencapai tinggi delapan meter dan yang terbesar mencapai tinggi tujuh belas meter. Tak heran rerumputan yang ada disekitar Shinra berukuran hampir setinggi dirinya. Bahkan saat ia berdiri tegak, hanya kepalanya saja yang tampak. Elise masih terlihat sampai ke mata sementara Nyx tenggelam jauh di bawah rerumputan.

Shinra menghela napas. "Kita harus segera pergi dari daerah ini."

"Ayo, Shin-rei!" Nyx yang sudah berada di gendongan Elise menjawab semangat. "Tempat ini menakutkan, Nyx tidak bisa melihat apa-apa!"

Shinra menoleh. Dirinya pun tak bisa melihat apapun selain rumput dan pepohonan. Menghembuskan napas, Shinra melangkah mundur. Tangannya menggenggam hulu pedangnya erat. Aura hitam menguar dari tubuhnya, bercampur dengan rona-rona kemerahan yang menyusup keluar dari balik sarung pedang.

Shinra melirik kedua rekannya. "Perhatikan ini."

Dengan gerakan cepat, Shinra menarik keluar pedangnya dan menebaskan benda itu secara horizontal. Sebuah gelombang merah hitam berbentuk seperti bulan sabit terlontar dari bekas jalur tebasannya, jauh ke depan mereka. Gelombang sihir itu meledak setelah menabrak bebatuan, meninggalkan jejak berupa rerumputan yang terpotong rapi di tempat yang dilewatinya.

"Ooh," Nyx bertepuk tangan kagum. "Keren, keren!"

Gadis kecil itu melompat dari gendongan Elise dan memeluk kaki Shinra. "Yeay, terima kasih Shin-rei! Nyx bisa melihat sampai jauh sekarang!"

Ia melompat-lompat riang di sepanjang jalur buatan Shinra. Kedua walinya mengikuti tak jauh di belakang. Elise menyikut pinggang Shinra, membuat sang dewi naga menoleh ke arah rekannya. "Kenapa, Elise?"

"Kita mau ke mana setelah ini?" tanya Elise.

"Di depan sana," Shinra mengacungkan telunjuknya jauh ke cakrawala. "Ada sebuah gunung. Kita naik sampai sekitar tebing yang itu, nanti aku melakukan screening lagi untuk melihat ada Gate Torrent lain di sekitar sini atau tidak."

Thus The Divine Dragon Shed Her ScalesWhere stories live. Discover now