Beast 37

5K 834 27
                                    

Luna berjalan ke ruang tamu, tempat dimana Baroness Palisia sedang menunggunya dengan risau. Dia terus menatap pintu sedari tadi. Menunggu Luna selama 10 menit terasa seperti selamanya.

Luna mendorong pintu ruang tamu. Dia menatap Baroness Palisia yang terlihat sangat risau. Hal penting itu memang sangat penting. Tapi, Luna tidak menyangka kalau Baroness Palisia akan jadi seperti ini.

"Maaf karena membuat anda menunggu terlalu lama, Nyonya Palisia!" kata Luna.

Dia duduk di depan Baroness Palisia. Manik mata Luna melirik camilan dan cangkir teh di atas meja. Wanita di depannya ini sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan hidangan yang disuguhkan untuknya. Tehnya bahkan sudah jadi dingin.

"Tidak masalah! Justru saya yang meminta maaf karena datang mendadak." kata Baroness. Dia berusaha menyembunyikan perasaan gelisahnya. Jangan sampai 'Isla' melihat dirinya merasa gelisah. Atau, hal itu akan mencemari posisinya sebagai seorang pebisnis hebat.

Seorang pebisnis tidak boleh menunjukkan perasaannya di depan orang lain, kan?

"Apa yang membuat anda datang kemari tanpa pemberitahuan resmi?" tanya Luna.

Entah sejak kapan, dia jadi tidak suka berbasa-basi. Padahal, dulu dia bisa bicara selama 1 jam sebelum membicarakan inti percakapannya. Sepertinya, jiwanya mengikuti kebiasaan tubuh Isla.

Baroness Palisia diam. Dia tidak tahu harus mulai darimana. Ada terlalu banyak hal yang harus dia ceritakan agar Luna mengerti ceritanya.

"Anu..... itu.....ucapan anda minggu lalu. Tentang_"

"Saya tahu!" potong Luna.

Baroness Palisia mengangkat kepalanya. Dia menatap Luna. Kalimatnya bahkan masih belum selesai. Bagaimana mungkin gadis di depannya ini tahu apa yang akan dia bicarakan? Minggu lalu kan ada banyak percakapan yang terjadi.

"Apa anda sudah menghukumnya?" tanya Luna dengan ekspresi wajah yang begitu santai.

Ah, rupanya Luna memang tahu apa yang sedang Baroness Palisia bicarakan. Entah kenapa rasanya Luna sudah menduga kalau hal ini akan terjadi.

"Keluarga saya sudah memutus hubungan dengan Duchess Sakaya. Dia tidak lagi jadi bagian keluarga Verfir". kata Baroness Palisia. Dari nada bicara dan wajahnya, sudah terlihat jelas kalau dia merasa sangat sedih. Meski bibirnya terangkat. Tapi, kesedihan itu tetap bisa terlihat.

Verfir adalah nama keluarga Baroness Palisia. Sementara, 'Palisia' adalah nama suaminya. Kepala keluarga Verfir saat ini adalah kakak laki-lakinya, Edgard Van Verfir.

"Saya tidak tahu anda mengetahui kebusukan sepupu saya darimana. Yang jelas, saya sangat berterima kasih atas nasehat yang anda berikan minggu lalu. Jika tanpa bantuan anda, saya pasti akan hancur di tangan keluarga saya sendiri."

Luna tersenyum tulus. Dia memegang punggung telapak tangan Baroness Palisia. Berusaha memberikan energi positifnya. Baroness Palisia menatap Luna. Dia terpaku beberapa saat.

Ini adalah pertama kalinya dia melihat seorang 'Isla' tersenyum seperti itu. Rasanya seperti melihat senyum seorang ibu pada anaknya.

Benar-benar tulus.

"Tidak apa! Memberikan kepercayaan pada orang lain memang hak anda. Tapi, anda harus ingat akan satu hal. Tidak semua orang pantas mendapatkan kepercayaan kita!" kata Luna.

Bicara soal pengkhianatan, Luna sudah merasakannya. Jadi, dia tahu persis bagaimana perasaan Baroness Palisia saat ini.

Perasaan saat menyadari ika orang yang kita percaya malah berkhianat memang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Kalian tidak akan tahu rasanya sebelum merasakannya sendiri.

The Beast and Cinderella's Step Sister✔ Where stories live. Discover now