Chapter 11. Wajah Dingin di Balik Jendela

1.9K 286 4
                                    

Ansel membisu.

Ancaman Mia begitu tajam, sekaligus pilu. Gelegak amarah terpancar bukan hanya dari sorot pupil matanya yang mengecil, melainkan dari sekujur tubuh mungilnya yang bergetar. Dia berusaha keras untuk tetap bersikap tenang meskipun dadanya berdegup kencang. Dia baru saja diperkosa, gaung di kepalanya itu menyakiti gendang telinganya. Mia tak ingin merendahkan dirinya lebih dari itu. Dia diperkosa. Titik. Dimanfaatkan kelengahannya. Dimanipulasi dalam keadaan setengah sadar. Kenyataan bahwa dirinya meningkahi perbuatan Ansel terjadi di bawah pengaruh yang entah apa dan Mia tak sudi menggunakannya untuk melawan dirinya sendiri. Dia tidak akan menyalahkan dirinya sendiri. Mulai detik itu. Dan sampai kapanpun. Satu per satu helai pakaian kembali dikenakannya dengan cepat. Kemudian dia tidak menoleh lagi.

Mia memutar kenop pintu. Di situlah air matanya mengucur lagi. Adakah suami di dunia ini yang membiarkan istrinya ditiduri lelaki lain?

Di depan daun pintu kamar yang beberapa saat lalu mengurungnya, Mia seakan terlempar dan terdampar. 

Air mata Mia sudah kering ketika pintu kamar di balik tubuhnya menutup. Akan tetapi tidak dengan batinnya. Hatinya tercabik-cabik, inikah yang Malik maksud dengan menemukan cara? Sekeji itukah pria yang menikahinya? Menumbalkan istrinya sendiri karena tak sanggup memuaskannya? Mia merasa dikhianati meski dirinya lah yang berbuat kotor dengan laki-laki lain. Tak ada penjelasan yang masuk di akalnya kecuali bahwa Malik mengatur segalanya.

Tapi bagaimana ia mengatur semua itu? Kapan ia mengaturnya? Bukankan mereka berempat baru saja saling mengenal? Apa yang terjadi? Apa yang dilewatkannya? Selama ini dia pikir dirinyalah yang paling tahu apa yang terjadi di sekitarnya. Di bagian mana perhatiannya teralihkan? Segalanya terjadi begitu cepat. Hanya berselang beberapa tegukan anggur.

Gontai, Mia memisahkan punggungnya dari daun pintu yang disandarinya.

Mia mengadu bahunya dengan dinding dan menyeretnya selangkah demi selangkah menyusuri lorong gelap menuju pintu yang akan mengeluarkannya dari rumah terkutuk itu. Pintu depan dibukanya dengan mudah. Dingin angin malam menusuk kulitnya. Ia tak merisaukan cardigan yang seharusnya bisa lebih menghangatkannya, atau tas kecil yang menyimpan kunci-kunci rumahnya. Otaknya tidak bekerja dengan baik. Bagaimana ia bisa kembali ke rumah tanpa kunci-kunci itu sedikitpun tak terlintas di pikirannya. Ia terus berjalan. Termangu-mangu.

Yang menghentikan langkahnya pada separuh jalan menuju pagar rumah Irma Kalia hanya suara pintu yang dibanting dari dalam hingga menggetarkan dinding-dinding rumah. Seakan-akan, tanah yang dipijaknya turut bergoyang.

Mia berbalik lambat, meneguk ludah menemukan bayangan wajah pucat seorang perempuan menyembul di balik celah tirai jendela. Tatapan Irma Kalia bagaikan sembilu menikam jantungnya, menyalahkannya, mencaci maki dirinya. Mia ingin berteriak. Kenapa kamu mengizinkannya? Kenapa kamu membiarkan pintu kamar itu tetap tertutup, padahal tidak ada yang menguncinya? Jika ia begitu murka, mengapa dia membiarkan pria yang dinikahinya, yang foto-fotonya terbingkai indah memamerkan rumah tangga mereka yang bahagia, menyentuh perempuan lain? Tatapan itu semakin dingin. Semakin membuat Kalamia Modesta tersesat dalam kebingungan. Apa yang diinginkan perempuan itu darinya? Dan apa yang ia dapatkan dengan membiarkan kebiadaban itu terjadi di depan hidungnya?

Menyadari Irma Kalia tidak akan melewati ambang pintu untuk menjawab segala tanyanya, secepatnya Mia melanjutkan langkah meninggalkan halaman rumah perempuan yang bergeming di balik jendela.

Mia membuka pintu rumahnya.

Dia justru tertegun mendapati usaha pertamanya langsung berhasil.

Di ambang pintu yang terbuka Mia semakin tercenung. Ruangan gelap di dalam rumahnya mengembuskan kehangatan yang kontras dengan sejuknya angin malam satu langkah di balik tubuhnya. Dia tak mungkin lupa, dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan Malik menutup dan mengunci pintunya. Kunci itu tersimpan di tas tangannya dan detik itu dia tidak memilikinya lagi. Benda itu tertinggal entah di mana.

SwingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang