Chapter 25. Jiwa yang Resah

1.7K 247 10
                                    

Tirai lapis kedua di depannya melambai subtil tertiup angin. Entah datang dari mana, sebuah ingatan muram mencubit hatinya. Apakah dia bermimpi, atau alam bawah sadarnya terlalu waspada terhadap perubahan yang terjadi, tapi seperti jiwa yang sudah mati, Malik hanya diam memaku. Kelopak matanya mengedip sangat lambat. Pagi yang menjelang seolah terjadi hanya dalam satu kedipan mata. Apakah itu berarti dia tidur nyenyak, atau sebaliknya? Dalam keterpakuan, lelaki itu memandangi jemari lentik Mia membelai samar permukaan tirai yang kemudian ditinggalkannya. Gaun tidur satin yang melapisi kulit mulusnya turut menciptakan ilusi warna terang dan gelap mengikuti gerakan pinggulnya saat ia berjalan. Malik memusatkan perhatian. Beberapa saat kemudian, sosoknya yang hanya tertangkap sebatas pinggang oleh jarak pandang Malik menghilang di bawah kakinya. 

Sebelum pagi ini, Malik sama sekali tidak pernah menyadari bahwa gerakan tirai tembus pandang itu mengingatkannya akan sesuatu.

Suara air mengucur dari keran di kamar mandi menarik alam sadar Malik sepenuhnya, kemudian pintu yang tertutup membawa suara gemericik itu pergi semakin jauh. Malik membalik tubuhnya telentang menatap langit-langit. Matanya mencelang namun relaks. Syaraf-syaraf motorik lengannya menarik kedua tangannya terentang ke atas. Di udara, Malik membolak-balik telapak dan punggung tangannya. Yang dilihatnya adalah sepasang tangan halus dengan jari-jari yang sama kurusnya, tanpa urat-urat nadi yang menggambarkan tempaan waktu dan matangnya usia. Dia melihat tangannya sendiri belasan tahun lalu.

Tangan itu kini memijat kuat pundaknya, kemudian meraba pelipisnya. Sesuatu mengalir dari sana sebelum akhirnya timbul rasa nyeri, disusul denyut kencang di kepalanya. Malik mengibaskan kepala. Mulai meragukan di mana dirinya sekarang berada. Perlahan, dia bangkit di atas tempat tidur dan menunduk ke bawah. Permukaan kasur yang empuk itu berubah menjadi perut seorang pria dewasa. Dia mengangkangi pria itu, yang kini sudah tak berdaya. Jerat merah bekas jari tangan melingkar di lehernya yang membiru, bola mata pria yang tertindih berat badannya itu membeliak ke atas.

Malik terjengkang ke belakang dan jatuh berdebum dari atas ranjang.

Suara air dari kamar mandi menghilang, disusul pertanyaan sayup-sayup dari dalam, "Malik? Apa itu yang jatuh?"

Malik, apa itu yang jatuh?

Suara itu terngiang.

Malik menjejak-jejakkan kakinya ke depan. Tubuhnya yang jatuh terduduk mundur ke belakang hingga punggungnya menabrak dinding. Bola matanya menjegil ngeri menyaksikan tubuh yang masih tergolek di sana.

Sosok ibunya yang jauh lebih muda, terlihat tetap cantik dengan rambut panjang berantakan dan lebam-lebam di wajahnya muncul dari balik pintu kamar mandi. Dia menghambur, jatuh berlutut di sisi kepala pria itu. Ibunya menjerit. Meneriakkan nama putranya, meneriakkan nama suaminya. Air matanya berurai membasahi luka baru yang telah terbasuh di sudut bibirnya. Di bawah lubang hidungnya terbit darah segar yang didapatnya dari tamparan keras tangan lelaki yang seharusnya melindungi dirinya dan anak-anaknya. Perempuan malang itu memukuli dada pria yang tak lagi bernyawa, memanggil-manggil namanya histeris, berharap supaya ia kembali. Semakin lama, suara histerisnya terdengar begitu menyayat hati. Sejak belaian manis penuh kasih pria itu berubah menjadi jambakan kasar, dan tutur kata lembutnya menjadi hinaan dan cercaan, tak ada yang ia inginkan lebih dari melihatnya mati mengenaskan.

Namun, bukan dengan cara seperti ini. Bukan di tangan buah hati yang begitu dicintainya.

"Apa yang kamu inginkan?" Malik menjerit.

Mata ibunya yang membola dan wajahnya yang berurai air mata menatapnya nanap. Putus asa.

Apa yang diharapkannya? Hari demi hari, pertunjukan yang disajikannya ke hadapan kedua buah hatinya adalah kekerasan dan derai tangis tanpa henti. Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Pertanyaan putra sulungnya yang kebingungan menghunjam jantungnya. Jika bukan hal ini, kenapa kita tidak pernah lari?

SwingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang