12 - Bayangan

137 25 10
                                    

Seungyoun telah lama terbiasa dengan luka. Satu gips di tangan bukan apa-apa. Hanya banyak hal kemudian menjadi lebih sulit dilakukan dengan satu tangan.

Seperti contohnya ketika ia hendak berpakaian. Seungyoun yang telah lama menolak bantuan Joohyun menjadi frustasi untuk mengaitkan bra. Hingga pelayannya dengan baik hati menunjukkan koleksi dengan pengait depan yang memudahkan kondisinya saat ini.

Namun untuk mencuci rambut dan mandi Seungyoun benar-benar menyerah. Ia hanya bisa menerima ide pergi ke salon untuk rambutnya dan mandi bebek untuk kesehariannya.

Hingga Seungwoo mampir ke kamarnya sepulang kerja dan mengomentari penampilannya.

Sudah satu minggu sejak kejadian di rumah pelelangan. Dan sudah satu minggu pula Seungyoun tidak bertemu Seungwoo. Pria tersebut telah berkeliling untuk membereskan masalah yang timbul kemudian. Sedangkan Seungyoun seperti layaknya nyonya dari seorang kaya raya duduk diam di rumah membaca sepanjang hari, sesekali keluar menemui dokter untuk check up maupun memulihkan bekas luka baret di tubuh hingga keluar sekedar mencucikan rambut ke salon kenamaan. Oh terimakasih pada uang Seungwoo. Seungyoun benar-benar menikmati sakitnya kali ini.

"Kau tampak........ berantakan." Seungwoo berkomentar atas penampilan Seungyoun yang tengah duduk di sofa dengan semangkuk popcorn di pangkuan dan kacamata baca besar bertengger di atas hidung. Satu kakinya naik ke atas sofa menjadi sandaran buku.

Rambut panjangnya yang dipotong asal dengan pisau telah dirapikan sepanjang bahu dengan poni rata. Membuatnya memiliki penampilan kutu buku. Tidak sampai kalian melihat warna rambut hitamnya yang telah berubah menjadi biru metalik dengan highlight perak.

Seungwoo melihatnya dengan tatapan tak percaya. Seolah istrinya yang rapi, santun, dan teratur tiba-tiba telah terinveksi virus berbahaya abad 20.

"Apa yang kau lakukan dengan rambutmu?"

Seungyoun tertawa penuh. "Bukankah ini bagus? Sudah lama aku ingin mewarnai rambut dengan warna terang."

Seungwoo mengambil duduk di ujung ranjang. Berhadapan dengan Seungyoun yang telah menutup buku di tangannya.

Kedua alisnya saling bertemu hingga membentuk kerutan dalam. "Ya tapi segera ubah ke warna normal. Jangan mempertahankan warna ini terlalu lama."

"Ah waeeeee?" Seungyoun merengek tanpa sadar. Ia telah menunggu sepanjang hidupnya untuk mengecat rambutnya dengan banyak warna. Namun hidup dalam aturan kepolisian membuatnya tidak memiliki kesempatan tersebut.

Jadi ketika ia pergi ke salon untuk memotong rambut, barulah ia teringat kenapa tidak mewarnainya juga? Ia bebas aturan sekarang. Jadi ia bebas berekspresi. Lagi pula ini tidak seperti membuat tato yang permanen. Ini hanya sementara.

"Kemari."

Seungwoo melambai pada Seungyoun. Kemudian menepuk sisi tempat tidur. Menginginkan Seungyoun mendekat dalam jangkauannya.

"Ini cantik. Tapi ayah akan mengalami serangan jantung ringan melihat menantu kesayangannya berdandan seperti anggota grup idola. Jangan lupa posisimu di perusahaan. Kau adalah panutan. Perusahaan sangat kaku dalam membuat aturan. Jadi jangan menjadikan dirimu sebagai contoh tidak baik."

Seungyoun mencebik. Laki-laki tua ini benar-benar tidak asik. Lihat saja nanti ketika Seungyoun kembali ke perusahaan. Hal pertama yang akan ia lakukan adalah mengubah peraturan pakaian karyawan.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan. Berhenti berandai-andai."

"Kau bajingan menyebalkan."

"Hahahaha....."

Seungyoun kira karena pekerjaannya Seungwoo adalah tiran tanpa hati.

Ia telah melihat laki-laki ini sebelumnya. Dalam ingatannya ia adalah alpha male dengan wajah kaku, kejam dan begitu tegas.

Seungyoun bahkan telah kehilangan beberapa anggota timnya di tangan pria ini.

Tapi tidak pernah menduga lelaki kejam dengan tangan penuh darah sepertinya akan begitu lunak dan murah hati pada dirinya.

Jadi Seungyoun mempertanyakannya. Karena ia telah lama mengetahui bagaimana Seungwoo memperlakukan Jinan selama ini.

"Apa kau memang selalu bermurah hati? Kau bahkan sangat tidak ramah ketika aku pertama kali bangun."

Ingatan Seungyoun melayang pada kali pertama ia bertemu Seungwoo dalam tubuh Jinan. Ia benar-benar menjaga jarak dan memberinya banyak kalimat tajam.

Itu terasa sangat berbeda dengan Seungwoo seminggu lalu yang bersedia membilas tubuhnya dengan raut khawatir.

Kemudian Seungwoo tertegun oleh pertanyaan Seungyoun. Lalu tak lama kemudian tertawa.

"Benar. Aku juga merasakannya. Entahlah. Kau yang terlihat lebih mudah didekati dengan banyak selera humor akhir-akhir ini terasa jauh lebih menyenangkan. Rasanya lebih seperti manusia sungguhan yang bisa diajak berbicara. Bukan boneka mati rasa yang hanya bisa marah-marah."

"Kenapa aku selalu marah-marah?"

Keluguannya membuat Seungwoo tersenyum. "Kau tidak tahu? Lalu bagaimana aku bisa tahu?"

Tidak. Seungwoo tahu betul apa alasan Jinan marah selama ini. Karena pernikahan yang tidak disukainya. Karena cinta bertepuk sebelah tangannya pada Cho Seungyoun. Karena keluarganya yang memanfaatkannya. Karena ia begitu lemah dan tidak dapat berdiri di atas kakinya sendiri. Karena ia membenci Seungwoo namun juga membutuhkannya untuk menyokongnya selama ini. Seungwoo tahu dan ia memanfaatkan kelemahan Jinan untuk keuntungannya sendiri.

Jadi tidak mengherankan jika Jinan penuh permusuhan padanya. Seolah segumpal kotoran siap dimuntahkan setiap kali menatap wajah Seungwoo.

Sehingga perubahan Jinan yang tiba-tiba, dan bagaimana ia memberinya komunikasi dua arah terasa seperti angin segar dalam hubungan rumah tangga aneh mereka.

Seungwoo memang tidak menyukai Jinan. Tapi ia tetap menghormatinya sebagai ibu dari anak-anaknya. Sebagai wanita yang telah memberi ayahnya kepercayaan lebih untuk memegang bisnis keluarga. Lebih dari pada kakak laki-lakinya yang tidak dapat memiliki anak. Yang istrinya tidak disukai ayahnya. Yang akhirnya dapat Seungwoo singkirkan dengan mudah karena kehadiran Jinan dan anak-anaknya.

Jadi hari ketika Jinan memutuskan untuk bunuh diri, Seungwoo begitu marah hingga tidak tahu kemarahan itu harus ia tujukan kepada siapa. Padahal itu jelas-jelas ia yang telah lalai menjaga janjinya pada Jinan.

Wanita itu telah bertahan selama ini di sisinya untuk satu pria yang Jinan ingin Seungwoo menjaganya. Yang adalah satu-satunya alasan Jinan memutuskan untuk tetap bernafas di dunia.

Jadi ketika Jinan memutuskan ikut mati bersama kekasih hatinya, Seungwoo dilanda kepanikan. Tidak. Jinan tidak boleh mati atau semua kekuasaan di tangannya akan terbagi dengan kakaknya.

Hingga akhirnya ia berjanji pada dirinya sendiri untuk memperlakukan Jinan lebih baik ketika terbangun nanti. Agar tidak ada lagi alasan untuk mati hanya karena alasannya hidup sudah tidak ada.

Jika Jinan memang tidak ingin lagi hidup di dunia dimana Cho Seungyoun telah tiada, maka biarkan Seungwoo menjadi alasan untuk Jinan tetap hidup di dunia.

Karena Seungwoo tanpa Jinan, hanyalah bayangan Han Seungjin.

Red StringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang