9. Lelaki Aneh

21 3 6
                                    

Wanita itu adalah Senja yang masih diingat jelas namanya oleh Damian. Wanita yang disapanya itu menatapnya dengan penuh kagum, hal itu jelas terlihat dari tatapan mata bulatnya.

"Hei, anda siapa?" kembali Damian menyapa wanita itu dengan suara yang sedikit lebih keras dibandingkan semula. Ia sedikit risih dengan tatapan wanita itu kepada dirinya yang agak berlebihan.

Siapa wanita yang tidak dibuat menelan ludah seperti ini, saat melihat tampilan lelaki di depannya itu dengan begitu seksi. Baju olahraga yang melekat di tubuh lelaki itu bagaikan seorang model, apalagi dengan rahang kokohnya itu. Senja yakin dibalik baju itu, pasti tercetak jelas pahatan indah yang tersimpan di sana.

Senja langsung menggelengkan kepalanya, sepertinya ia harus membenarkan isi pikirannya. Kenapa ia bisa berpikir liar sepagi ini? Apalagi terhadap lelaki yang tidak ia kenali sama sekali. "Ya ampun, kenapa aku menatap dia sampai segitunya sih," batin Senja sambil mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Maaf pak, ini saya mau mengantarkan kucing ini ke pemiliknya," mulut laki-laki itu langsung terbuka dengan tatapan tidak percaya.

"Apa, gue di panggil bapak? Benar-benar nih cewek bikin gue kesal sampai ubun-ubun," batin Damian menggerutu dengan kesal.

"Wait, sejak kapan saya menjadi bapak anda?" Senja mengernyitkan dahinya karena merasa bingung dengan ucapan laki-laki itu.

"Saya emang nggak salah kan? Kalau kamu itu bapak-bapak dan bukan ibu-ibu?" Tanpa rasa bersalah sedikitpun dari Senja mengatakan hal seperti itu.

Senja seakan cari masalah dengan Damian saja. Mungkin ia terlalu polos untuk menyadari apa yang terjadi pada diri lelaki di depannya itu.

Terlihat jelas Damian mengeraskan rahangnya dan ia langsung menghembuskan napasnya dengan kasar. Sepertinya percuma berdebat dengan gadis di depannya itu. Tidak ada gunanya sama sekali, bahkan hanya membuatnya semakin pusing.

"Terserah anda mau ngomong apa. Bawa kesini kucing itu" sambil mengulurkan tangan sebelah kanannya ke arah wanita itu.

Senja mengernyit bingung mendengar hal itu. "Maaf pak, kucing ini punya bapak ya?"

Damian hanya mengangguk dengan pelan bahkan tatapannya begitu kesal ke arah wanita itu. "Emang nama bapak, siapa?"

Sepertinya Senja belum sepenuhnya yakin. Sebenarnya apa yang dilakukan Senja ada benarnya juga, kalau ia harus teliti mengantarkan kucing milik orang lain. Kalau orang itu hanya mengaku saja, ia yang harus terkena dampaknya untuk mengganti kerugian yang pastinya cukup besar.

"Damian, nama kucing itu Milly," jawab Damian.

Senja langsung membuka kertas yang berada di genggamannya itu dan ia mulai membaca nama yang tertera di sana. Ia langsung tersenyum tipis ke arah Damian dan menyerahkan kucing tersebut.

Damian langsung menerimanya dengan cukup kasar, karena berurusan dengan seorang wanita itu sangat menjengkelkan seperti ini. "Kenapa anda harus mengantarkan kucing ini? Biasanya saya yang menjemputnya? Terus kenapa anda hanya berdiri di depan rumah saya? Seharusnya anda bisa langsung menekan bel."

"Kucing Bapak mengeong-ngeong terus, kayaknya rindu sama pemiliknya. Ya udah saya inisiatif sendiri untuk mengantarkannya," sepertinya wanita di depannya ini terlihat jujur dan sedikit polos apa adanya.

"Terus?"

Seakan mengerti dengan ucapan Damian, Senja kembali menatap rumah mewah di depannya itu. "Saya seakan terpana dengan rumah ini, seperti rumah dalam mimpi saya. Saya seakan bisa memilikinya dan hidup bahagia di dalam rumah itu dengan keluarga-keluarga saya kelak. Bapak tahu nggak, salah satu impian saya itu memiliki rumah yang bagus seperti ini. Pertanyaan bapak tadi, saya hampir nggak bisa melangkah karena terlalu mengagumi rumah ini," kedua telapak tangan Senja menyentuh pipinya karena keinginannya yang begitu kuat untuk memiliki rumah seperti itu.

Sebatas Formalitas Where stories live. Discover now