~13~

2.3K 185 21
                                    

Setelah kepergian Jaemin, Jeno hanya bisa termenung. Seharusnya dia senang bukan? Ia memang sudah memikirkan untuk bercerai bahkan sejak sebelum pernikahannya digelar. Jeno sudah menyiapkan surat cerai itu sejak sehari setelah menikah. Tentu semua itu tidak luput dari bujuk rayu Inkyung. Namun entah mengapa Jeno mampu menahannya sampai hari ini. Ia mengatakan cerai dengan mudahnya. Karena itu sudah Jeno inginkan dan persiapkan sejak lama bukankah harusnya Jeno senang? Senang karena kemauannya terpenuhi.

Tapi kenapa ini tidak? Awalnya Jeno sedikit merasa senang. Dipikirannya sudah terbesit untuk menghadiri persidangan perceraian dengan Jaemin lalu menikah dengan Inkyung dan memiliki keturunan darinya. Tapi kenapa setelahnya justru Jeno merasakan hal aneh? Semacam penyesalan? Namun ada rasa lain yang tidak bisa Jeno definisikan.

Setelah kepergian Jaemin, Jeno hanya berdiam diri di kamarnya. Merenung. Ia bahkan tidak jadi membersihkan dirinya. Pikiran Jeno hanya dipenuhi dengan ingatan tentang kesehariannya bersama Jaemin. Walau tidak romantis sama sekali, tapi itu cukup terkenang di otak Jeno. Lelah dengan pikirannya sendiri, Jeno pun merebahkan dirinya. Matanya pun ikut terpejam. Sepertinya ia harus membatalkan pertemuannya malam ini. Cukup beresiko untuk melakukan pekerjaan disaat dia sedang tidak bisa mengontrol emosinya. Tidak terasa Jeno pun tertidur.

Ting~ tong~ ting~ tong~

Suara bel yang ditekan berkali-kali mampu mengusik tidur Jeno. Dia melihat jam di nakasnya sudah jam 8. Dia juga melihat langit yang sudah menggelap dari jendela. Jeno mencari ponselnya. Puluhan panggilan tidak terjawab dari sekretarisnya. Ia pasti mencarinya karena janji temunya adalah jam 7. Sudah sangat terlambat karena Jeno juga belum bersiap. Ia pun mengirim pesan pada sekretarisnya untuk membatalkannya jika tamunya masih disana. Kalau sudah pergi ya sudah.

Ting~ Tong~ ting~ tong~

Suara bel kembali berbunyi. Jeno berdiri dengan ogah-ogahan. Menuruni tangga tanpa membenahi penampilannya yang sangat berantakan. Jeno pikir mungkin itu sekretarisnya karena dia ada janji malam ini walau sudah terlambat. Tapi ternyata bukan. Begitu dia membuka pintu, ada 4 orang asing yang berdiri didepannya.

"Mencari siapa?" tanya Jeno

"Permisi Jeno-ssi. Kami adalah orang yang diutus Jaemin-ssi untuk mengambil semua barang-barangnya. Boleh kami masuk?" ucap salah satu laki-laki disana.

"Jaemin?" tanya Jeno memastikan kembali.

"Ne" jawab tamunya.

"Ah, ne. Silahkan masuk" ucap Jeno

Jeno mengikuti langkah mereka dari belakang. Sepertinya orang-orang utusan Jaemin itu sudah diberitahu letak kamarnya karena mereka langsung menuju kesana. Jeno hanya berdiri dalam diam dan mengamati semuanya. Sepertinya Jaemin juga sudah memberi daftar barang apa saja yang harus mereka bawa. Beberapa kardus kini telah terisi dengan barang-barang milik Jaemin. Barang Jaemin yang berada di kamarnya dan kamar Jaemin sudah diambil.

"Kami rasa sudah semua. Terimakasih kerjasamanya Jeno-ssi. Kami permisi. Maaf sudah mengganggu Anda" ucap mereka.

Jeno menutup pintu rumahnya dan kembali masuk. Dia memandang ke seluruh penjuru rumah. Padahal jika dilihat dari pintu depan ini, tidak ada yang berkurang sama sekali. Semua benda yang terlihat disana tidak ada yang orang-orang itu bawa karena memang semuanya atas namanya. Tapi mengapa Jeno merasa kehilangan. Sebelum kembali ke kamarnya, Jeno menyempatkan diri untuk ke dapur. Ia haus dan butuh minum. Tapi bukannya minum, Jeno justru terpaku pada benda-benda yang sering Jaemin gunakan. Semuanya masih sama. Tidak ada barang di dapur yang orang-orang suruhan Jaemin ambil. Jeno mengelus kursi yang sering diduduki Jaemin lalu mendudukkan diri disana.

"Kenapa aku merasa seolah kehilangan begini?" gumam Jeno. Tidak ingin semakin terlarut dalam pikirannya dan berakhir tidak melakukan apa-apa, Jeno melanjutkan niatnya untuk minum.

Entah mengapa Jeno bukannya masuk ke kamarnya melainkan masuk ke kamar Jaemin. Dia telusuri semua sudutnya. Langkahnya terhenti di meja kerja Jaemin. Ada sesuatu diatasnya yang mampu menghentikan langkah Jeno. Jeno menemukan sebuah buku tabungan dan juga kartu ATM. Juga ada cincin pernikahan mereka dan sebuah kalung yang pernah Jeno berikan sebagai hadiah pernikahan. Dia membukanya. Jeno tercengang kala melihat nominalnya. Saat membuka lembar berikutnya, ada sebuah kertas yang jatuh. Jeno pun mengambilnya.

'Ini semua uang yang kau berikan padaku. Aku tidak menggunakannya sepersen pun. Sedikit berkurang untuk pemotongan biaya administrasi dari banknya setiap bulan'

Jeno terdiam. Ternyata semua nafkah yang ia berikan pada Jaemin tidak pernah ia gunakan sama sekali. Lalu selama ini Jaemin menggunakan uang siapa? Uangnya sendiri? Untuk belanja kebutuhan rumah bahkan membayar tagihan air dan listrik. Apa Jaemin membayar semuanya dengan uangnya sendiri? Mencoba kembali ke kenyataan, Jeno akhirnya memilih menuju ke kamarnya untuk mandi.

Jeno kembali termenung saat berada di ruang ganti. Ia sudah selesai mandi dan tinggal memakai pakaiannya saja. Dia menatap sebagian space yang sudah kosong. Tempat itu dulunya digunakan untuk menyimpan barang-barang Jaemin. Jeno kembali terlarut pada kenangan-kenangan dimana Jaemin yang selalu menyiapkan pakaiannya.

"Ada apa denganmu Jeno" ucap Jeno bermonolog. Ia segera berpakaian dan keluar dari sana. Karena Jeno lapar ia pun memesan makanan. Walaupun di dapur ada bahan makanan yang cukup lengkap dan Jeno yang bisa memasak walau hanya sedikit, tapi ia terlalu malas untuk melakukannya. Akhirnya Jeno memilih pesan antar makanan. Saat sedang memilih makanan, tiba-tiba ada panggilan masuk dari ibunya.

"Ne eomma" jawab Jeno.

"Jeno-ya. Kau dimana? Di rumah kan?"

"Ne. Aku di rumah sekarang"

"Jaemin ada disana juga kan? Bisa minta tolong berikan teleponnya padanya? Aku sudah menghubungi nomornya berkali-kali tapi tidak dia angkat. Aku hanya ingin mengatakan soal syalnya yang ternyata masih aku bawa. Aku akan mengembalikan padanya setelah mencucinya"

"...."

"Jeno? Kau masih disana kan?"

"Ne"

"Bisa berikan teleponnya pada Jaemin?"

"Jaemin tidak ada disini eomma. Dia pergi"

"Pergi? Pergi kemana? Sendirian? Ini kan sudah malam? Kenapa kau tidak mengantarnya?"

"...."

"Jeno?"

"Eomma. Aku dan Jaemin akan bercerai"

"Yak! Jangan bercanda"

"Aku serius eomma. Kami sudah menandatangi surat perceraian dan aku akan menyerahkannya ke pengadilan besok"

"Jeno-ya? Apa yang terjadi? Tadi pagi saat Jaemin masih bersama kami dia terlihat biasa-biasa saja. Ada apa?"

"...."

"Jeno?"

"Hiks!"

"Jeno-ya... ada apa sayang?"

"Eomma, aku boleh menginap malam ini?"

"Tentu. Datanglah. Hati-hati di jalan"

Malam itu akhirnya Jeno memilih lari dari rasa kesepian dan kehilangannya. Menuju rumah orangtuanya untuk mencari kehangatan keluarga.

***

TBC

Mian typo bertebaran ^^

Votement juseyo~~

Tanpa RASA ~ [Nomin] ~ \\END//Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang