~EPILOG~

4.1K 184 14
                                    

Lebih dari 30 tahun sudah berlalu. Saat ini Jeno sudah berkepala 5. Sudah cukup berumur bahkan rambutnya sudah mulai memutih. Selama lebih dari 30 tahun itu pula Jeno masih tidak bisa menghilangkan rasa bersalahnya. Jangankan menghilangkan, menguranginya saja Jeno tidak bisa. Bukannya berkurang justru semakin besar. Ya, rasa bersalah kepada Jaemin masih tertanam subur di dalam dirinya. 

Mungkin inilah hukuman untuk Jeno. Hidup dengan rasa bersalah yang begitu besar bukanlah hal yang mudah. Setiap menit, setiap detiknya, ia selalu merasa tidak tenang. Rasa bersalah itu selalu menghantuinya. Setiap malam Jeno tidak bisa tidur dengan tenang. Dia selalu bermimpi buruk. Kejadian dimana ia memeluk tubuh Jaemin yang bersimpah darah dan sudah tidak bernyawa begitu membekas. Jeno selalu terbangun dengan bantal yang sudah basah karena tangisannya. Jeno tersiksa, tapi sebisa mungkin ia menerima semua hukumannya. 

"Lama tidak berjumpa. Padahal setiap seminggu sekali aku kesini. Tapi rasanya seolah-olah aku sudah tidak kesini selama bertahun-tahun" ucap Jeno. 

Saat ini Jeno sedang berada di depan makam Jaemin. Sebuket bunga ia letakkan di samping nissan yang dipenuhi bunga-bunga. Kebanyakan adalah dari Jeno. Jeno selalu datang setiap minggunya. Kadang sekali terkadang juga sampai 2-3 kali kalau Jeno sudah tidak mampu menahan rindunya. Tangan Jeno dengan telaten membersihkan nisan dengan tisu basah. Memisahkan bunga yang sudah kering untuk ia singkirkan nanti sekalian pulang. 

Hidup Jeno terasa begitu hampa. Rasa-rasanya Jeno sudah tidak mengenal kata bahagia dalam hidupnya. Hidup Jeno hanya seputar kantor, rumah, dan makam Jaemin. Tidak ada tempat lain yang Jeno kunjungi bahkan termasuk rumah orangtuanya. Rasanya Jeno terlalu malu untuk menunjukkan wajahnya di depan mereka setelah ia membuat malu mereka. Walau orangtua Jeno sudah mulai bersikap biasa, tapi Jeno masih enggan untuk menemui mereka. Justru terkadang merekalah yang mendatangi rumah Jeno karena merindukan putranya. 

"Apa kau bahagia disana?" tanya Jeno. Dia mendongakkan kepalanya. Menatap langit yang dipenuhi awan mendung. Sepertinya akan turun hujan. 

"Pasti bahagia kan? Pasti malaikat disana sangat menyayangimu" ucap Jeno lagi. Ia memejamkan matanya seiring dengan air mata yang menetes dari sana. 

"Jaeminie~~ Aku merindukanmu" ucap Jeno. Ia mendudukkan diri dan memeluk lututnya didepan nisan Jaemin. 

Sama seperti yang ia lakukan biasanya, Jeno hanya akan berdiam diri disana sampai bosan. Sering kali Jeno menumpahkan keluh kesahnya terutama tentang pekerjaannya disana. Meski tahu tidak akan mendapatkan respon apapun, tapi Jeno merasa disanalah tempat yang tepat. Satu per satu kata mulai meluncur dari mulutnya. Jeno mulai berbagi ceritanya.

Soal hubungan, Jeno tidak lagi memiliki hubungan asmara dengan siapapun. Rasa bersalahnya membuat Jeno terlalu takut untuk memulai kembali sebuah hubungan asmara. Takut jika ia kembali menyakiti tanpa ia sadari dan akan berakhir sama seperti Jaemin. Jeno tidak mau. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi memulai hubungan dan kembali melukai orang lain. Jeno berjanji tidak akan ada lagi orang yang akan berakhir seperti Jaemin karenanya.

***

Sebuah tebing di pinggir laut. Menyajikan pemandangan indah hamparan laut disana. Ombaknya cukup besar. Menghantam bebatuan dengan kerasnya. Jeno berdiri disana, dipinggir tebing sambil menikmati pemandangan alam. Hembusan angin kencang menghantam wajahnya. Saat ini sedang hujan dengan angin yang cukup kencang. Jeno ditemani sebuah payung berwarna merah muda, milik Jaemin yang jarang sekali ia gunakan dan tidak ikut dibawa saat Jaemin pergi. Satu-satunya barang milik Jaemin yang masih tertiggal di rumahnya.

"Halo?"

"Kau sudah menyelesaikannya kan?"

"Ne. Surat-surat Anda sudah selesai kami proses. Semua kekayaan Anda kecuali perusahaan akan disumbangkan ke tiga yayasan panti asuhan yatim piatu atas nama Lee Jeno dan Lee Jaemin. Lalu perusahaan akan dikembalikan ke orangtua Anda"

"Bagus. Sekarang kirimkan ke rumah orangtuaku. Pastikan mereka menerimanya"

"Ne. Saya mengerti. Tapi tuan, maaf jika kami bertanya begini. Ini sudah terlambat tapi kami penasaran. Mengapa anda melakukan ini? Apa Anda akan pergi jauh?"

"Ne. Aku akan pergi jauh. Sangat jauh. Ke tempat yang aku inginkan"

Jeno berbicara sambil menatap jauh ke laut lepas. Begitu panggilannya selesai, Jeno menatap layar ponselnya yang menampilkan foto Jaemin dan dirinya saat pernikahan. 

"Aku akan menyusulmu dan membalas semua kesalahanku disana" 

Jeno melemparkan ponselnya ke laut. Ia juga melepaskan payungnya, membuat rintik-rintik hujan membasahi tubuh dan pakaiannya. 

"Tunggu aku Jaemin. Aku akan menyusulmu disana" 

Jeno tersenyum sambil menatap jauh ke depan.Kaki Jeno mulai melangkah ke depan. Terus melangkah bahkan sampai tidak ada lagi tanah yang bisa ia pijaki. Tubuhnya terjatuh bebas ke bawah. Menghantam air laut dan bebatuan itu dengan kerasnya. Meninggalkan dunia yang begitu menyesakkan baginya. 

***

~END~

Mian typo bertebaran ^^

Votement juseyo~~

Tanpa RASA ~ [Nomin] ~ \\END//Where stories live. Discover now