32 M.H

19.9K 537 23
                                    

Ilyas tersenyum simpul sambil mengangguk samar "kamu udah nggak sabar ya?" Tanyanya lebih terdengar seperti ledekan

Glara yang baru ingin bangkit dari duduknya seketika saja langsung urung "nggak sabar apa?" ucapnya keheranan

Ilyas lagi-lagi tersenyum tipis "tidur" balasnya singkat sambil ikut turun dari atas ranjang " mau bantuin mas nggak?" ucapnya kembali bertanya sambil melangkah menghampiri lemari pakaian lalu berjongkok untuk mengeluarkan kasur lipat serta selimut

Glara segera menghampiri "iya om?" tanyanya sambil terus memperhatikan Ilyas yang sedang menata kasur serta selimutnya baik-baik agar lebih mudah untuk di bawa keluar

"kamu bawa ini" balas Ilyas sambil mengulurkan 2 bantal

Glara menerimanya dan justru malah teringat satu hal "om, masa Jordan ku hilang" walaupun terkesan kekanak-kanakan, dia tetap nekat ingin memberitahukan kabar maha penting itu ke suaminya

Ilyas mendongak perlahan "Jordan siapa?" Tanyanya sambil bersiap-siap untuk mengangkat kasurnya

Bibir merekah itu seketika manyun saat mendengar ucapan ilyas "om lupa sama Jordanku" ujarnya tampak kecewa

Ilyas pun sempat terdiam sambil terus berusaha keras untuk mengingat Jordan yang di maksud oleh istrinya

Glarapun memicingkan matanya seolah telah paham kalau Ilyas benar-benar melupakan nama benda kesayangannya "bantal gulingku yang ganteng" ujarnya terkesan datar

Mendengar hal itu barulah ilyas teringat dengan bantal Guling yang bentukan sudah tak layak pakai itu "oh itu, kok bisa sampe hilang?" Tanyanya terdengar tertarik

"mungkin di buang sama nenek" jawab Glara singkat

Ilyas Lalu mengangkat kasurnya " kok gitu?" Tanyanya lagi sambil berjalan menuju ke pintu

Glara dengan sigap berlari kecil menghampiri pintu dan buru-buru membukanya " nggak tau, mungkin enek kali sama bentuknya. Soalnya nenek sering bilang gitu" jelasnya sambil menutup pintu lalu melangkah di sisi ilyas

Setelah mendengar penjelasan dari Glara, akhirnya ilyaspun jadi mengerti kenapa Lina sampai membuangnya. Karena kalau tidak seperti itu, Glara pastinya akan terus memakainya tampa peduli dengan kelayakannya “waktu sadar kalau guling kamu di buang, kamu marah?" Tanyanya

Glara menggeleng samar “ya... Awalnya emang marah, kesel juga. Tapi karena nggak punya bukti, kalau nenek yang buang. Dan nggak tau juga, dia buangnya di mana. Jadinya habis ngambek semaleman ya udah besoknya udah biasa aja” paparnya

"loh Glara mau nginep di sini?"

Kedua sejoli yang tadinya saling melemparkan lontaran, kini malah terdiam saat bertemu dengan Monik di lorong rumah

"iya Mah" balas Glara tersenyum canggung "soalnya di paksa sama om Ilyas" imbuhnya cepat sambil menunjuk wajah suaminya itu dari arah samping

Alis Monik bertaut "di paksa Ilyas?" Wanita paru baya itu lantas langsung menatap tajam anak bungsunya

Ilyas yang kelewat tenang hanya melirik wajah polos istrinya, lalu sesegera mungkin beranjak pergi meninggalkan Ibu serta istrinya

Glara tentu saja langsung gelisah ketika Ilyas malah berlalu pergi duluan dan membuatnya mati kutu di hadapan Monik

" kamu nggak perlu maksain diri sayang, kalau kamu mau pulang...pulang aja, mamah nggak bakal ngelarang kok" ujar Monik sambil mengusap Surai menantunya penuh kasih sayang

Glara tersenyum manis "nggak kok mah, malam ini aku bakal nginep di sini" ujarnya sambil terus memandang Ilyas yang kini telah masuk ke dalam sebuah ruangan

"seterusnya?" Tanya monik lagi

Glara terkekeh canggung "nggak tau" balasnya tak yakin

"loh kok nggak tau..." Menyadari kegelisahan menantunya, Monik pun ikut menoleh ke belakang " tapi, Ilyas tadi mau kemana?" Tanyanya

"katanya mau tidur di ruang kerjanya"

Monik jadi merasa bersalah, dia sempat melupakan fakta kalau kamar di rumah ini hanya berjumlah 2 ruangan " jadi kamu sama Ilyas mau tidur di sana?" Tanyanya begitu khawatir

"nggak apa-apa kok mah, aku juga mau coba suasana baru" balas Glara begitu tenang

Monik terdiam, makna suasana baru justru berarti berbeda di dirinya yang telah membina rumah tangga selama 36 tahun lamanya. Senyum malu-malu lantas terbit di bibir tipisnya "ah iya, kedengarannya menarik. Mamah selama nikah sama papah Irfan, belum pernah nyoba di ruang kerja. Jadi pengen ngerasain juga tapi udah nenek-nenek, stamina udah nggak sekuat dulu Glara " Monolognya panjang lebar

Glara sedikit memiringkan kepalanya karena bingung ingin menanggapi bagaimana lontaran Monik, karena masalahnya mertuanya itu tiba-tiba saja berbicara soal hal yang ambigu "minum obat kuat mah" balasnya kelewat polos

"ide bagus" menyadari ada kesalahan dalam ucapannya, pipi Monik yang sudah tak sekencang dulu lagi sedikit bersemu "ya udah, kamu susul suamimu. Dia pasti udah nungguin" ucapnya sesegera mungkin melangkah pergi meninggalkan Glara sendirian di lorong rumah

"umm" Glara lalu mengidikan bayunya sambil berjalan menuju ke ruang kerja milik ilyas, setelah sampai dia pun membuka pintunya begitu hati-hati, hal pertama yang Glara dapati adalah suasana ruangan yang cenderung remang-remang karena lampunya mati dan hanya disinari oleh cahaya lampu dari luar rumah yang menyusup masuk melalui kaca jendela

Glara masuk lalu menutup pintunya secara perlahan, gadis itu bisa melihat kalau Ilyas telah berbaring di atas kasur yang sudah di bentangkan di atas lantai.

Kini kaki jenjangnya perlahan melangkah mendekat dan secara hati-hati mendudukan diri di atas kasur, tapi karena ukuran benda empuk itu tergolong cukup kecil jadinya dia harus mendekatkan diri ke suaminya yang tengah berbaring

Glara mendaratkan telapak tangannya secara sengaja tepat di atas dada bidang Ilyas "om sempit" ucapnya lirih

Ilyas yang belum terlelappun, langsung saja beringsut untuk memberikan tempat yang lebih luas agar istrinya bisa ikut berbaring "lama banget sayang, kamu ngomongin apa aja sama mamah" tanyanya sambil berbaring menyamping menghadap ke istrinya

Glara perlahan ikut membaringkan diri di sebelah ilyas, hu rasanya sungguh mendebarkan saat berada terlalu dekat dengan seorang pria " cuman basa basi" balasnya sekenanya "tadinya aku pikir bakal di marahin, ternyata yahh...enak ya jadi om, punya keluarga yang harmonis" ujarnya penuh senyuman, Glara tentu tidak pernah membenci keluarganya hanya saja ada kalanya dia juga menginginkan kehidupan yang sama seperti orang-orang seusia dengannya

Ilyas terdiam cukup lama, sampai akhirnya diapun mengela nafas pelan "Gla, kamu itu istri mas" suara yang terlalu rendah itu lebih terkesan seperti bisikan di telinga Glara "keluarga mas, keluarga kamu juga. Jadi jangan pernah mikir kalau kamu itu orang lain di sini " tandasnya

Glara cukup terenyuh mendengarnya, masi tak menyangka juga jika dia benar-benar telah memiliki seseorang yang bisa dia percayai sepenuhnya.

"serumah aja yu, mas capek kangen terus"

"Eh?"

OM ILYAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang