🐻✨[13. Kebersamaan]✨🐻

23.1K 2.4K 12
                                    

Shaka sudah bangun dari tidurnya, suhu badannya juga menurun tapi anak itu masih enggan membuka suaranya, hanya diam mengemut pacifiernya dipangkuan sang daddy, menatap layar televisi yang menampilkan kartun kesukaannya, keringat juga membasahi tubuhnya.

"Habis nonton makan ya, perut Shaka belum diisi apa-apa,"Shaka mengangguk mendengarkan perintah sang mommy, kembali fokus pada layar televisi.

Reyna tersenyum, mengelap wajah Shaka yang penuh keringat, dia segera memerintahkan kepala maid untuk menyiapkan makan malam mereka.

Shaka sudah berganti baju dengan baju yang sedikit tebal, berjalan disebelah Zero dan Shaga yang menjaga dibelakangnya takut dirinya terjatuh.

"Pelan-pelan,"Zero dengan sigap menahan tubuh Shaka dari belakang kala adiknya hampir terjatuh.

Zero segera menggendong Shaka agar cepat sampai diruang makan, sampainya disana ternyata seluruh keluarga sudah duduk ditempat masing-masing, Shaka juga duduk diantara Reyna dan Xavier, anak itu minta disuapi oleh mommy-nya.

"Udah nggak mual?"Shaka menggeleng, suhu tubuhnya masih lumayan tinggi tapi tidak setinggi sore tadi.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Shaka duduk didepan ruang televisi bersama cucu-cucu Hergana. Shaka masih enggan membuka suara karena mulutnya masih merasa pahit setelah meminum obatnya.

"Kak Shaka tau tidak? Karel bakal punya adek!"Shaka hanya tersenyum seadanya.

"Kata mommy nanti Karel yang akan memberikan namanya!"ucap Karel dengan semangat, dan seperti sebelumnya Shaka hanya membalasnya dengan seadanya.

Karel mencebik kesal, dia memaklumi tapi tetap saja dirinya kesal, Zero yang melihat wajah Karel menjitak kepala laki-laki itu, Karel semakin memberenggut dia berjalan kearah daddy-nya lalu mengadukan kelakuan kakak-kakaknya.

"Biarkan saja!"

Shaka tiba-tiba saja memeluk tubuh Abizer yang ada disampingnya, Abizer membalas, memeluk tubuh Shaka yang terasa hangat, Abizer membuka hoodie yang dikenakan oleh Shaka, tubuh itu juga sudah banjir akan keringat.

"Umh,"Shaka menutup mulutnya, berlari menuju kamar mandi yang ada disebelah dapur.

Seluruh cucu-cucu Hergana mengejar Shaka yang tiba-tiba berlari, Gladys yang tiba lebih awal masuk dan membantu Shaka agar memuntahkan semuanya, Shaka sudah menangis karena tenggorokannya terasa perih.

"Shaka nggak papa?"Reyna bertanya khawatir, Alister yang melihat mommy-nya terlihat begitu khawatir segera menenangkannya, mengatakan bahwa Shaka akan baik-baik saja.

"Sudah?"tanya Gladys pelan, tangan lentiknya mengusap bibir Shaka guna membersihkan sisa muntahan.

Shaka mengangguk lesu, kakinya terasa seperti jeli tak kuasa menahan bobot tubuhnya, Gladys segera membantu Shaka, memapahnya keluar dari kamar mandi.

"Daddy Vier, bawa Shaka ke kamar, Gladys ingin menghubungi dokter Sandy!"Xavier mengangguk, menggendong tubuh ringkih Shaka membawanya ke kamar.

"Kalian jangan mengganggu Shaka,"mereka semua mengangguk mendengar tuan besar Hergana berucap.

Tetapi untuk Shaga, dia tetap mengikuti daddy-nya yang membawa Shaka ke kamarnya, sampai dikasur Shaga juga membaringkan tubuhnya, Xavier yang melihat itu hanya menggeleng.

"Jaga Shaka sebentar,"Shaga mengangguk memeluk tubuh Shaka, yang mendapat respon dengan baik oleh sang kembaran.

Shaka diam menikmati elusan tangan Shaga dipunggungnya, mendusalkan wajahnya semakin dalam didada bidang Shaga.

"Shaka mau mimi,"ujarnya.

Shaga yang mendengar itu segera menyuruh asisten pribadi daddy-nya agar membuatkan Shaka susu, Xavier keluar dari kamar mandi, melihat pemandangan didepannya membuatnya tersenyum, apalagi melihat Shaga yang jarang sekali dekat dengan Shaka.

Sandy datang, masuk kedalam kamar Xavier, saat hendak memeriksa Shaka ia dibuat tersenyum dengan kelakuan anak kembar itu, dirinya mendekat mengisyaratkan agar Shaga terbangun.

"Kemana?"tanya Shaka melihat Shaga akan beranjak.

"Ada dokter Sandy,"

Shaka menggeleng, tanda jika dia tidak mau jika Shaga beranjak dari tidurnya, Sandy bilang tidak papa, lalu tangannya terulur untuk mengecek suhu tubuh Shaka.

"Udah nggak apa-apa,"

Sandy segera memeriksa keadaan Shaka, dimulai dari mengecek detak jantung Shaka hingga tekanan darah anak itu.

"Shaka hadep dokter dulu ya, sebentar aja,"Shaka menggeleng.

"Sebentar aja, cuma ngecek mulut Shaka doang,"Shaka tetap kekeh menggelengkan kepalanya.

Sandy akhirnya pasrah,"Coba cek lidah Shaka ada putih-putihnya nggak?"perintah dokter Sandy pada Shaga yang menatap balik ke arahnya.

Shaga menggeleng, lalu Sandy segera menyiapkan resep obat untuk ditebus apotek, lalu tangannya bergerak lincah mengambil sebuah suntikan, dokter itu juga menyuruh Shaga untuk membuka lengan baju milik Shaka.

"Shaga....,"Shaga menatap Shaka yang tiba-tiba memanggil dirinya setelah merasakan dinginnya alkohol menyapu kulitnya.

"Shaka jangan banyak gerak ya,"

Tubuh Shaka menegang, meremat lengan Shaga dengan kuat, membayangkan rasa sakit yang dia terima dari suntikan antibiotik kedalam tubuhnya, suntik itu masuk kedalam lengan Shaka membuat Shaka memjamkan matanya erat dan mengencangkan pegangannya pada lengan Shaga.

"Udah,"

Shaka membuka matanya, tangannya terasa pegal karena saat disuntik tadi tangan Shaka begitu tegang. Keringat sebesar jagung turun melewati leher Shaka, beberapa menit kemudian Shaka merasakan jika rasa kantuknya datamg.

"Biarkan Shaka istirahat,"Xavier mengangguk.

Sandy dan Xavier keluar membiarkan saudara kembar itu menikmati waktunya. Setelah Reyna mengganti baju Shaka, Shaga kembali tidur disamping Shaka mengelus punggung sempit Shaka, memberikan pacifier bergambar pororo itu.

_

Jangan lupa vote yaw

WHY ME [TERBIT]Where stories live. Discover now