Bab 73

59 3 0
                                    

Selepas pengumuman mengenai penempatan lokasi KKN di aula jurusan Manajemen Kuliner, Nola bergegas berlari ke ruang dosen. Sebelum masuk, kilasan masa lalu di mana Kavi memberinya puluhan kotak kue sus, lewat seketika.

Lantas gadis itu tersenyum. Sejak menduduki semester enam, ia jarang bertemu Kavi di kampus. Hati Nola seperti tersengat rindu. Dengan tidak adanya alasan untuk membenci Kavi lagi, rindu itu mengalir bebas. Masuk ke seluk beluk jiwa. Sedikit demi sedikit mulai mengisinya dengan kehati-hatian.

"Cari siapa kau?" Sapaan pak Togar dari belakang membuat Nola terperanjat. "Aih, macam lihat setan saja kau terkejutnya," protes pak Togar seraya masuk.

"Tunggu, Pak. Saya mau ketemu Kavi. Ada?"

Alih-alih menjawab, pak Togar yang bertampang sangar itu justru menaik turunkan alis. Ia juga bersiul dengan nada meledek.

Mati! Salah ngomong! Kamu salah Nola, ngomong sama pak Togar!

Tanpa mau mendesak dengan sebuah pertanyaan lagi, Nola berusaha menyelamatkan diri, tetapi malah ucapan terima kasih yang melorot dari bibirnya. Sembari mengatur napas, ia bersiap melangkah mundur.

Namun, jawaban pak Togar membuatnya urung. Kavi sibuk mengajar kelas bawah atau semester muda. Sesekali, dosen itu juga harus mengajar di kampus lain. Belum juga kesibukannya menjadi ketua jurusan Manajemen Kuliner.

Astaga, Kavi sibuk banget!

Nola yang berusaha mencukupkan rasa penasaran, segera undur diri dari pak Togar yang masih saja kepo mengenai hubungan mereka. Apalagi ketika ia mengaku pernah mendapati jawaban Kavi yang membuat jantung Nola berdebar kencang.

Melangkah riang di koridor. Senyuman demi senyuman berjatuhan di setiap langkah. Sesekali berputar-putar sambil bersenandung. Memejamkan mata, mengapit erat tali tas ransel ketika menunggu pintu lift terbuka.

"Oi! Kok nangis sih? Sedih, ya?" kejut Tory dari dalam lift.

Nola membuka mata cepat dan langsung masuk lift. Mencubiti Tory yang jelas-jelas melihat senyuman di bibirnya. Laki-laki itu tidak melawan, ia malah tertawa dan meminta ampun.

Tiba-tiba ia bertanya perasaan Nola kepada Kavi yang sudah tidak bekerja di kafe. Nola terbelalak mendengarnya. Bisa-bisanya ia lupa perkara pertanyaan itu. Padahal niat hatinya ingin bertemu Kavi dan mempertanyakannya langsung.

Tanpa basa-basi, sepanjang langkah menuju kantin, Nola menghujani Tory dengan berbagai pertanyaan. Bahkan tidak memberi jeda dari satu pertanyaan ke pertanyaan lainnya.


Hingga tiba di penghujung jawaban, mereka berdua yang sudah menghadapi es jeruk dan bebek goreng di meja pojok, menjadi bertanya-tanya.

Aku kok bisa gak tahu kalau Kavi mengundurkan diri dari kafe?

***

Hari pertama memasuki dunia KKN, papa tampak bersemangat. Ya, pria paruh baya itu sudah menyiapkan sarapan dan air hangat untuk Nola mandi.

Seperti biasa, tanpa dibangunkan, Nola keluar kamar karena mencium aroma nasi goreng buatan papa. Namun, pagi ini ada yang berbeda. Papa memasak lasagna.

Setelah mencuci muka dan meneguk air mineral, Nola langsung menyantap lasagna yang baru saja dikeluarkan dari dalam microwave. Menikmatinya tanpa mau berbicara sedikit pun.

Tiba di mangkuk kedua, Nola memuji makanan buatan papa dan berjanji akan mempelajari resepnya. Ia sudah bisa membayangkan jika menu lasagna dimasukkan dalam daftar menu di kafe, pasti akan banjir pesanan.

Saat tengah mengunyah, ia teringat akan dua hal yang belum sempat ditanyakan. Yang pertama tentang pekerjaan di batu bara, kedua tentang Kavi. Gadis itu mulai memilah hal mana yang cocok dipertanyakan untuk pagi yang cerah ini.

Karena kenikmatan lasagna menggerogoti lidah, maka tanpa sadar, tanpa selesai dipilah, kedua pertanyaan itu sudah terlontar begitu saja. Papa sempat terdiam, menarik napas dan menyuap lasagna terakhir dari mangkok.

"Maafin papa yang gak ngomong dulu sama kamu perihal pekerjaan di batu bara. Tapi, kita bisa lupakan itu karena papa sudah membatalkan. Yang kedua, tentang Kavi. Dia -"

Gawai yang bergetar, memaksa mata untuk melirik. Terlihat nama Beny pada layar, Nola segera menyeret ikon berwarna hijau ke atas. Sebagai ketua kelompok sembilan, Benny merasa bertanggung jawab atas kekompakkan kelompoknya.

Laki-laki itu mengingatkan pukul delapan harus sudah berkumpul di kampus, untuk bersama-sama menuju hotel Biru Semesta, tempat mereka KKN selama satu semester ke depan.

Tanpa mau berlama-lama lagi, Nola langsung berlari menuju kamar mandi. Menyisakan papa sendiri di meja makan, ia bahkan belum sempat berkata apa-apa.

Mandi dengan air hangat sangat cocok di saat cuaca panas atau dingin. Pikiran menjadi lebih tenang. Sayangnya gadis itu tidak bisa berlama-lama, ia segera menyudahi mandi dan segera berpakaian. Mematut diri sebentar di depan cermin, ingin terlihat menarik, meski penempatannya adalah area dapur.


Atas izin papa, Nola menggunakan sepeda motor selama KKN. Tidak mungkin papa membiarkan anaknya selalu merepotkan orang lain. Semua orang punya kesibukannya masing-masing; begitulah pikir papa.

Setibanya di kampus, dua puluh orang anggota kelompok sembilan yang diketuai Benny, sudah berkumpul. Setelah mendapat arahan dari dosen penanggung jawab KKN yang akan ikut mengantarkan, mereka segera menuju basemen, mengambil motor untuk berangkat ke hotel Biru Semesta.

Semua sudah siap dengan motor masing-masing dan berboncengan. Nola tidak khawatir, toh ia juga bisa mengendarai motor sendiri. Namun, Benny menawarinya berboncengan. Laki-laki itu kebetulan belum punya pasangan bonceng.

Nola terdiam sebentar, reputasi Benny di kampus tidak bisa dipandang sebelah mata. Gelar fuck boy tersemat di belakang namanya. Meski begitu, banyak mahasiswi yang menggandrungi. Bahkan jika berbicara tentang kampus Ganas, maka nama Benny adalah yang pertama di sebut, terutama untuk kaum hawa.

Tampang amburadul, rambut lurus belah tengah sedikit gondrong, memang tidak bisa menghapus ketampanan Benny. Bentuk rahang yang tegas dan hidung mancung, seolah menjadi magnet tersendiri untuk banyak perempuan. Terkecuali Nola.

Gadis yang tidak bisa membedakan ketulusan orang lain itu, juga tidak bisa menilai tingkat ketampanan seseorang. Di mata Nola, semua laki-laki itu tampan, begitu juga dengan semua perempuan, pasti cantik.

Ia masih berdiam sebelum akhirnya Benny menjentik kedua jari persis di depan wajah. Mau tak mau Nola segera mengiyakan.

"Maaf, Nola berangkat sama saya. Benny, kamu bisa berangkat sendiri, kan?" Tiba-tiba suara di belakang Nola membuat bulu kuduk berdiri.

Dengan senyum khasnya, Benny berkata anjay. Laki-laki itu pamit dan menstater motor. Sebelum menggas, ia menyempatkan diri untuk bertanya, "Nanti Nola pulangnya sama saya atau Anda?"

Namun, belum saja dijawab, lagi-lagi Benny berkata anjay dan langsung pergi seraya tertawa. Entah apa yang lucu. Sementara Nola yang masih belum berpaling, terpaksa melangkah lebar menyusul Kavi yang sudah naik ke basemen tingkat tiga.

Di jalan, Nola tidak berani bersuara. Karena sudah bisa dipastikan getaran dalam hati akan ikut menggetarkan suara apabila dikeluarkan. Maka dari itu, Nola berpura-pura larut dalam untaian lagu saja.




Dosa Nola di Kampus Ganas [TAMAT]Where stories live. Discover now