Bagian 1

560 51 2
                                    


Pagi-pagi sekali bahkan sebelum matahari menunjukkan rupanya, seorang laki-laki dengan lesung pipit di pipi kanannya itu sudah berpakaian rapih. Tubuhnya duduk di meja belajar sedangkan tangannya menjalar mengambil buku yang sekiranya dibutuhkan.

Suara pintu terdengar dibuka, membuat laki-laki itu menolehkan kepalanya. Ada sosok wanita cantik yang tengah tersenyum kepadanya.

"Sudah rapih, Dek. Ayo turun ke bawah," ajak wanita itu.

Laki-laki tersebut mengangguk. "Iya, Ma."

Sebelum turun ke bawah, tangannya kembali menggaet satu barang yang diperlukan hari ini. Sebuah papan nama yang bertuliskan nama lengkapnya.

Kalandra Dee Lartajna

Kala turun ke bawah untuk menghampiri sosok pria yang tengah sibuk dengan iPad di tangannya, Kala tersenyum sekilas sebagai sapaan tersirat.

"Udah jam setengah enam ya," ucap wanita yang menghampirinya tadi. "Abang sama Papa mau minum apa? Kopi atau teh?" tanyanya pada dua sosok laki-laki lain yang ada di sana.

"Teh aja," jawab keduanya.

"Oke sebentar."

Wanita tadi beranjak lagi ke dapur dan kembali tak lama kemudian dengan baki di tangannya. Tiga minuman yang ada di sana perlahan ia berikan pada masing-masing pemiliknya.

"Teh buat Abang sama Papa, air putih dan suplemen buat Adek," ucapnya.

Si pemilik jululan 'Adek' itu hanya tersenyum masam. Dengan berat hati menerima satu gelas air putih dan suplemen yang disodorkan ibunya; wanita tadi. Pelan-pelan ia melirik pada papa dan kakaknya yang mulai menyeruput satu gelas teh yang mereka terima.

Kala; si 'Adek' itu diam-diam menghela nafas pelan. Timbul perasaan iri pada mereka yang bisa menyeruput satu gelas teh hangat di pagi hari ini. Berbeda dengan dirinya yang lagi-lagi diberikan air putih biasa lengkap dengan suplemennya.

"Kenapa bengong, Kala? Minum suplemennya sekarang," tegur pria yang sedari tadi fokus pada iPad.

"Iya, Pa."

Itu papanya. Kala tidak bisa membantah jika papanya sudah berucap. Dengan ragu, Kala meneguk pil suplemennya kemudian didorong menggunakan air putih hingga tersisa setengah. Perutnya mendadak mual, ingin sekali mengeluarkan lagi suplemen yang baru saja ia minum.

Belum sampai situ, ibunya sudah menyiapkan sarapan untuk masing-masing anggota keluarganya. Kala rasanya benar-benar ingin muntah saat melihat satu piring miliknya berisi nasi dan lauk pauk yang isinya macam-macam makanan sehat; sayuran, telur rebus, dan yang lainnya.

"Ayo Kala dimakan, sudah jam enam lebih. Nanti kamu telat," kata Jendral—papanya.

"Iya, Pa."

Sekuat tenaga Kala mencoba memakan makanan yang ada di hadapannya ini. Meskipun berat, mau tidak mau Kala harus menghabiskannya karena hari ini adalah hari pertama ia melakukan ospek fakultasnya. Kegiatannya pasti sampai sore dan Kala harus menjaga stamina tubuhnya supaya tetap kuat.

"Abang bareng ya sama Adek, Papa nggak bisa antar Adek buat ke kampus hari ini," kata Adira—mama.

Moreo Dee Lartajna, laki-laki yang dipanggil abang itu hanya mengangukkan kepalanya. "Iya, Ma."

"Loh kenapa? Berangkat sendiri, Kala. Nggak perlu diantar atau bareng sama Abang."

"Pa, Adek 'kan masih belum hafal banget sama kampusnya. Bareng sama Abang aja supaya Adek enggak kebingungan nanti."

Jendral menatap tajam istrinya sebentar lalu beralih pada si bungsu yang masih berusaha memakan makanannya. "Kalandra," geramnya.

"Aku berangkat sendiri aja, Ma," ucap Kala cepat.

KALANDRAWhere stories live. Discover now