Bagian 8

223 30 4
                                    


Kala baru saja selesai berkumpul dengan mahasiswa baru lain, ia baru saja selesai mendengarkan arahan mengenai ospek jurusan yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Setelah sakit hari itu, Kala langsung disibukkan dengan kuliah dan mempersiapkan banyak hal untuk ospek jurusan.

"Kala! Kelompok kamu gimana? Aman nggak?" tanya Lano yang baru saja datang.

"Aman, temen-temen kelompok aku kali ini pada baik-baik," jawab Kala.

Lano mengangguk, merasa bersyukur saat mendengar itu. Hampir satu semester berteman dengan Kala, ia menjadi tahu jika temannya itu bukan tipe orang yang mudah bergaul. Kala cenderung pendiam dan memilih tidak banyak bicara.

"Eh, UAS Pak Bram itu kapan ya, Lan?" tanya Kala.

"Hari Jum'at. UAS terakhir kan itu, sisanya kita tinggal nunggu hasil," jawab Lano.

Saat ini mereka sedang berjalan menuju parkiran kampus untuk pulang. Kala terdiam saat mendengar jawaban temannya itu, berarti dua hari lagi, pikirnya.

"Mau ke kosan aku dulu?" tawar Lano saat mereka sudah sampai di parkiran.

Kala menggeleng. "Enggak dulu deh, aku mau istirahat dulu," jawabnya.

"Ya udah, aku duluan ya. Hati-hati di jalannya," ucap Lano sembari berpamitan padanya.

Kala memandang kepergian Lano dengan wajah yang sulit diartikan. Selama masa UAS berlangsung ini ia memang sering mampir di kosan Lano karena jam ujian matkulnya tidak memungkinkan untuk dia pulang. Jadi, ketika satu matkul selesai, Kala menunggu di kosan Lano untuk menuju matkul selanjutnya.

Hari ini, Kala berniat untuk belajar. Karena mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang sangat Kala benci sebab ia sulit sekali untuk mengerti. Kala tidak ingin gagal apalagi sampai mengulang. Selain karena pasti menjadi bahan amukan papa, Kala merasa kecewa pada dirinya sendiri.

Setelah hampir satu semester berkuliah di sini, Kala mulai pulang sendiri karena terkadang jadwalnya dengan Moreo selalu berbeda. Belum lagi Moreo yang mulai banyak prakteknya. Jadi lah hari ini pun, Kala pulang sendiri menggunakan taksi.

Sepi langsung menyambutnya saat Kala sampai di rumah. Waktu masih siang, tapi mamanya tidak terlihat sama sekali. Kala langsung mengecek ponselnya dan ada beberapa pesan masuk dari mamanya yang berkata sedang ada urusan.

Kala langsung masuk ke kamar, ia duduk sebentar sebelum masuk ke dalam kamar mandi supaya dia merasa lebih segar. Setelah selesai, Kala langsung duduk di meja belajarnya dan mulai membuka kembali buku-buku paket dan juga buku catatannya.

Pulpen yang dipegangnya bergerak menyusuri tulisan-tulisan, bersamaan dengan matanya yang bergerak cepat untuk membacanya. Lain halnya dengan mulutnya yang bergumam, Kala sedang berusaha menghafal beberapa bagian penting pada mata kuliah ini.

Satu kali percobaan, Kala gagal.

Dua kali percobaan, masih gagal.

Tiga kali pun masih tetap gagal.

Empat kali, lima kali, enam kali, bahkan entah yang keberapa kalinya Kala mencoba menalar pengetahuannya, ia tetap gagal.

Kala tidak bisa.

Kala tidak mampu.

"Argh!" geramnya.

Kala membenturkan kepalanya ke atas buku, matanya memejam dengan dada yang naik turun. Ia sebal pada otaknya yang sulit sekali diajak kerja sama, kesal pada otaknya yang begitu sulit untuk sekadar menghafal materi.

"Bodoh!" umpatnya kesal.

Tangannya mulai bergerak memukul kepalanya sendiri. "Bodoh! Bodoh! Kalandra bodoh!" cercanya berkali-kali.

KALANDRAWhere stories live. Discover now