Bagian 5

320 41 3
                                    


Sang fajar sudah menunjukan cahayanya di langit biru yang cerah. Menembus ke celah jendela yang sudah tidak tertutup gorden. Menusuk kulit manusia yang sedang tertidur pulas. Seakan tidak terusik sama sekali, manusia itu masih tetap terlelap dengan nyaman.

Hari libur sekolah menjadi sebuah kesempatan untuknya supaya bisa tidur tanpa terjerat batas waktu. Hampir pukul setengah delapan, tapi manusia itu—Kala masih saja enggan membuka mata.

Mulutnya sedikit terbuka dengan mata yang terpejam erat, tangannya memeluk tubuh seseorang. Tubuh itu adalah mamanya, Dira masih membiarkan Kala tidur sembari memeluknya. Pelukannya erat sekali seakan dirinya akan pergi.

Jendral sang suami baru saja keluar dari kamar mandi, melihat istrinya tengah mengusap surai Kala yang masih terlelap.

"Belum bangun juga?" tanyanya.

"Belum."

Dira menatap wajah Kala yang terlihat sangat tenang, aura anak-anak seketika terpancar saat Kala terlelap dengan nyaman. Seharusnya, meski hari libur sekalipun Kala tidak boleh tidur sampai siang seperti ini. Ini melanggar aturan di rumahnya, tapi entah kenapa Jendral sebagai kepala keluarga mendadak melarang Dira saat akan membangunkan Kala saat subuh tadi.

"Anak kita sudah besar, Mas," ucap Dira.

"Hmm."

Sebuah senyum tulus terpatri dari bibir sang wanita, senyuman tulus yang menandakan bangga putranya bisa tumbuh hingga sebesar ini sekarang. Kemudian Jendral duduk di sebelahnya, ikut menatap Kala yang terlihat semakin nyaman.

"Bangunin jam delapan, jangan lebih," titahnya.

"Iya, Mas."

Dengan gerakan yang sepelan mungkin Dira melepaskan pelukan Kala dari tubuhnya, ia harus membuat sarapan dan menjalankan kewajibannya. Dira mengelus lengan Kala dengan lembut saat anaknya bergerak tidak nyaman.

Jam di dinding masih menunjukkan pukul setengah tujuh, masih ada waktu satu jam setengah untuk Kala bisa tidur. Setelah berhasil melepaskan pelukan Kala pada tubuhnya, Dira segera keluar dengan tangan yang sibuk mengikat rambutnya.

"Morning Bang," sapanya saat melihat Moreo yang membelakanginya.

"Morning, Ma."

Si sulung rupanya tengah membuat teh hangat, hari ini dia bangun kesiangan karena mengerjakan tugas sampai subuh dan hanya tidur beberapa jam.

"Kusut banget wajahnya, tidur jam berapa?" tanya Dira.

"Jam empat."

Kedua tangan Dira begitu cekatan mengambil bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat makanan. Sambil sesekali mengajak berbicara Moreo yang terlihat sangat mengantuk sekali.

"Mama tumben jam segini baru masak," kata Moreo.

"Kala tidurnya peluk Mama kencang sekali, Mama jadi susah bangun dan Papamu larang Mama buat paksain bangun."

Moreo mengernyit sembari menyesap teh hangatnya. "Adek tidur sama Mama?"

"Iya, sama Papa juga."

"Tumben."

Tidak biasanya adiknya itu tidur dengan kedua orang tuanya, Moreo pikir pasti ada sesuatu hal terjadi. Belum lagi hari ini yang tumben sekali keluarganya bangun tidur tidak di jam yang sudah ditetapkan di aturan. Padahal biasanya, meski hari libur sekalipun aturannya tetap harus diterapkan.

"Ada yang telepon Bang," tegur Jendral yang baru saja datang.

"Oh siapa, Pa?" tanya Moreo seraya menerima ponsel yang diberikan papanya. Setelah melihat siapa yang meneleponnya, Moreo segera pergi meninggalkan orang tuanya.

KALANDRAKde žijí příběhy. Začni objevovat