04. Rusuk yang seharusnya

290 23 4
                                    

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**

Zurich, Swiss
  Angin malam kota Zurich berhembus lebih kencang dari biasanya, menawarkan udara dingin yang menusuk hingga tulang, malam ikut merayakan dengan gelap tanpa bintang seolah menyaksikan kepedihan yang selama ini Ammara rasakan. Sebenarnya, umur Arika masih terlalu kecil untuk masuk ke ranah pendidikan, tapi karena Ammara menginginkan yang terbaik untuk putrinya, jadi apa salahnya mengikutkan Arika ke dalam lingkup Pra-pendididkan, mungkin bila di Indonesia,  seperti pendidikan anak usia dini (PAUD) yang didalamnya lebih banyak bermain daripada belajar. Alasan Ammara sederhana, yaitu agar Arika tidak menjadi gadis yang pemalu dan minder karena merasa dirinya berbeda dari anak-anak lain disini.

Ammara berlutut untuk memakaikan sweater yang lumayan tebal kepada putri kesayangannya mengingat cuaca malam ini lebih dingin dari biasanya.

"Papa tidak ikut?" Tanya Arika, ada tatapan kecewa dalam netra hitam itu, Ammara bisa melihat bibir kecil itu mengerucut tipis.

"Nanti Papa menyusul, sekarang Papa masih bekerja" Jawab Ammara sedikit berbohong, gadis itu sedikit merapikan ujung rambut hitam Arika yang terlihat sedikit berantakan, lantas Ammara berdiri dan menggandeng tangan kecil itu.

"Ayo kita berangkat" Ajak Ammara, Arika masih diam ditempat sembari menatap lantai rumah.

"Kau tidak mau Christopher lebih dulu sampai disana kan?" Ammara sedikit membujuk Arika, yang ia sendiri tau bahwa mood putri kecilnya itu sedikit menurun saat mengetahui sang ayah tidak ikut berangkat bersama.

**

Aksa terlihat duduk di kursi kebesarannya, klien yang katanya akan datang sekitar pukul tujuh malam tapi kini molor hingga nyaris jam delapan malam. Berkali-kali pria itu melirik kearah jam yang melingkar di tangan kirinya, detik demi detik berjalan, matanya mulai lelah menatap layar laptop yang menampilkan file-file dari para investor. Awalnya Aksa merasa sedikit keberatan dengan jabatan yang Ayahnya berikan terlalu tinggi, dan Aksa merasa ia belum pantas untuk duduk di kursi besar ini. Ya— meskipun ia sudah belajar mati-matian saat kuliah agar lulus lebih cepat dari waktunya. Dahulu itu membuat kepala Aksa nyaris pecah.

Suara ketukan pintu membuat lamunannya buyar. Pria itu membenahi posisi duduknya.

Seorang lelaki muda dengan jas hitam rapi, itu memasuki ruangan Aksa. Menundukkan kepalanya sopan.

"Ada masalah apa Jaem?" Tanya Aksa kepada sekretarisnya. Jaemie sudah bekerja dengan perusahaan milik keluarga Mahveen dari sejak Aksa belum mengurus perusahaan ini. Pria itu dikenal sebagai orang yang jujur dan bisa menjaga kepercayaan.

"Sir, klien kita meminta untuk membatalkan rapatnya malam ini. Dia meminta untuk mengundurkan nya pekan depan" Jelas Jaemie sembari menundukkan kepalanya, ia tau bahwa Aksa sudah mempersiapkan dirinya untuk rapat malam ini dengan sungguh-sungguh. Tapi— terpaksa harus dibatalkan.

AKSARAJASA 2Where stories live. Discover now