09. Pernah menjadi rumah

206 15 0
                                    

 

“Banyak yang masih berteduh di rumah yang rusak”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Banyak yang masih berteduh di rumah yang rusak”

**

Bandung, Indonesia
     Hari ini sepertinya matahari enggan menujukkan sinarnya, awan-awan hitam terlihat menghiasi langit pagi di bandung. Rintik hujan sudah mengguyur jalanan sedari pagi, membuat orang-orang yang hendak memulai harinya terpaksa harus berteduh di bawah halte ataupun payung yang sekiranya bisa melindungi badan dari basahnya air hujan. Udara Bandung terasa sangat dingin hingga menusuk tulang. Itu— membuat Akira terpaksa harus menggunakan baju yang cukup tebal untuk hari ini.

"Wih.. Nikah juga Lo!" Sebuah surat undangan berwarna putih itu menyapa Akira saat gadis itu sedang sibuk membersihkan embun yang menempel di kaca restorannya.

"Iya dong, nungguin Lo kelamaan" Afan, saudara kembar dari Efan sedang memamerkan sebuah undangan yang sedang ia pegang di tangan kanannya. Adik yang hanya berbeda lima menit dari Efan itu berhasil menemukan wanita yang tepat, dan berniat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.

"Selamat ya," Akira duduk di salah satu kursi pengunjung, karena hari ini hujan, restorannya tak terlalu ramai oleh pengujung, hanya ada beberapa orang yang mampir hanya untuk berteduh. Kayla datang membawa nampan berisikan tiga cangkir coklat panas, sahabat Akira itu senantiasa menyempatkan dirinya untuk membantu Akira atau hanya sekedar menemani Akira di restorannya. Katanya, Kayla kesepian jika harus selalu di rumah sendirian sembari menunggu Prisma pulang kerja. Terkadang, Akira merasa kasihan saat Kayla harus terus menerus membantunya karena perut gadis itu yang kian membesar.

"Lo tuh Ra, mau sampai kapan gini terus?" Kayla ikut mendudukkan tubuhnya di samping Akira "Ya kan Pan?"

Afan mengangguk, mengambil secangkir coklat panas lalu meminumnya. Akira juga ikut mengambil secangkir coklat panas miliknya, mereka mengobrol beberapa topik seputar Kota Bandung yang diguyur hujan setiap harinya, tentang suka duka Kayla menjadi ibu rumah tangga yang hamil tua dan persiapan Afan yang akan membina rumah tangga, sedangkan Akira hanya mendengarkan sembari sesekali tertawa karena lelucon yang keluar dari mulut dua sahabatnya.

Suasana lenggang sejenak, tak ada topik obrolan di antara mereka bertiga hingga ucapan keluar dari mulut Afan.

"Denger-denger, Aksa udah balik ke Jakarta lagi ya?"

Detik berikutnya, secangkir coklat panas itu tumpah ke lantai bersamaan dengan cangkir kaca yang pecah berkeping-keping, isi didalamnya tumpau ruah kemana-mana. Afan dan Kayla terperanjat, terkejut karena peristiwa itu.

"Ra, Lo gak papa?" Tanya Kayla dengan nada khawatir. Begitu juga Afan, ia mungkin sekarang mulai menyesali apa yang sudah ia katakan.

"Gue gak papa kok"

**

Jakarta, Indonesia
   Sebuah jalanan komplek perumahan itu terlihatnya lenggang, belum ada aktivitas di sana. Aksa memutuskan untuk mengajak Robin untuk berjalan-jalan menyusuri jalanan komplek, sekaligus melepas rindu di tanah kelahirannya ini. Beberapa tahun hidup di Swiss membuat Aksa terbiasa dengan ketenangan. Namun, suasa di sisiNya berbeda, meskipun ibukota terasa lebih ramai dari Swiss, tapi Aksa lebih merasa tenang disini.

"Papa!" Arika keluar dengan wajah yang sudah segar, tetapi rambut yang masih basah dan belum di rapikan.

"Eh, Arika belum selesai. Jangan lari dulu" Ammara mengejar dari belakang sembari membawa sisir di tangan kanannya. Iren yang sedang menyirami tanaman di halaman pun menoleh karena mendengar keributan dari teras rumah.

"Ikut Papa" Arika berkata sembari Ammara merapikan rambut gadis kecil itu dari belakang.

"Ayo, nanti Papa beliin es krim di sana" Arika tersenyum lebar hingga menunjukkan deretan gigi rapi nya.

"Kamu gak sekalian ikut Am?" Iren melangkah mendekati mereka setelah kembali menaruh selang airnya. Wanita itu tersenyum tipis ke arah Ammara.

"Eh, enggak Ma. Ammara mau siapin sarapan" Iren mengelus punggung Ammara.

"Udah, ikut aja. Biar Mama yang siapin sarapannya" Iren mengangguk penuh arti. Iren sebenarnya ingin menyangkal saat Ammara bilang bahwa kehidupan pernikahan mereka tidak bahagia. Keluarga mereka nyaris sempurna, apa yang membuatnya tak bahagia? Seharusnya Aksa jika Aksa bisa menerima Ammara, semua akan baik-baik saja bukan? Namun, Ammara tetap harus berperang dengan semua kenangan masalalu yang Aksa miliki.

"Mama ikut saja" Arika menggandeng tangan Ammara, Aksa hanya diam. Menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Ammara.

"Iya" Jawaban Ammara membuat senyum Iren mengembang sempurna. Arika menyeret tangan Ammara dengan tangan kanannya sedangkan tabgan kirinya memegang tali pengikat Robin.

"Papa Ayo!" Arika dan Ammara sudah berjalan mendahului Aksa.

"Aksa" Pria itu menoleh, membalikkan badannya untuk menghadap ke arah Iren, menunggu wanita itu mengucapkan kalimat selanjutnya "Berhenti berteduh di rumah yang rusak. Banyak yang terluka karena pecahan kaca nya"

**

Tbc.
See you <3
 

AKSARAJASA 2Where stories live. Discover now