07. Jangan berantakan

219 17 0
                                    

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**

Jakarta, Akira POV

"Lo yakin mau pulang sekarang Ra?" Suara Efan dari seberang sana mengisi telingaku, langkah kakiku berhenti. Aku membalikkan badan, menatap bagunan megah di belakang yang baru saja Aku masuki. Agatha, Gadis yang ku temui di jalan tadi tak lain adalah adik tiri dari Aksa. Mereka tinggal di rumah ini sekarang, Rumah yang kukira kosong itu kini sudah berpenghuni. Sedangkan aku, masih berteduh dibawah rumah yang rusak. Rumah yang tak bisa ku perbaiki lagi. Semuanya terasa abu-abu, aku tak bisa membuka lembaran baru, juga aku tak bisa melanjutkan cerita yang telah berlalu.

"Ra?" Suara Efan kembali terdengar.

"Iya Pan. Gue yakin" Aku kembali melanjutkan langkahku, memasuki rumah Ayah.

"Yaudah Lo siap-siap Ya, Gue kesana sekarang"

Panggilan dimatikan secara sepihak. Aku memasuki Rumah, menaiki tangga menuju kamar. Aku tidak ingin berlama-lama di sini, Aku tidak ingin berdekatan dengan orang yang hanya mengingatkanku kepada masalalu.

Aku sempat berdebat panjang dengan Ayah, karena dia tidak memperbolehkan aku untuk pulang saat ini, dikarenakan sudah malam, cuaca di ibukota juga cukup dingin mengingat hujan baru saja reda. Dan perjalanan menuju bandung tidak memakan waktu yang singkat. Namun, setelah ku yakinkan. Akhirnya Ayah mengalah, Aku dibiarkan pulang.

"Saya titip Akira ya" Ayah menepuk bahu Efan pelan, Pria itu menganggukkan kepalanya sembari menyalami tangan Ayah. Kami melangkaj keluar dari rumah. Saat berada di ambang pintu, Ayah kembali mengucapkan hal yang serupa, menitipkan ku pada Efan, pria itu kembali menganggukkan kepalanya sembari tersenyum.

Aku memasuki mobil pria itu. Mobil melaju, berjalan meninggalkan komplek perumahan itu. Aku menyadarkan punggung ku, ini perjalanan yang lumayan panjang.

"Pan?" Aku membuka topik pembicaraan. Sekilas melirik ke arah Efan, Pria itu mungkin baru selesai bekerja, terlihat dari pakaian yang masih ia kenakan saat terakhir kali aku melihatnya lewat layar ponsel.

"Hm?" Efan menoleh sejenak lalu kembali fokus melihat jalanan.

"Lo masih cinta sama Gue?" Lenggang sejenak, Efan tak langsung menjawab pertanyaanku.

"Lo lagi ada masalah ya, Ra?" Aku terkejut dengan balasan Efan. Pria itu menoleh lagi kearahku, kini dengan senyuman tipis yang melengkung di bibirnya.

"Setiap kali Lo ada masalah, Lo selalu nanyain hal itu. Tapi setiap kali Gue yang nanya gitu, jawaban Lo tetep Sama. Lo gak pernah cinta ke Gue" Helaan nafas berat dari Efan terdengar jelas, rasa lelah tersirat di dalamnya.

"Gue takut Pan"

"Takut kenapa?" Mobil berhenti saat lampu warna merah menyala. Untung saja, jalanan kali ini tidak macet. Suasana kian dingin karena malam yang juga kian larut. Awan hitam itu ternyata belum tuntas menurunkan jutaan air ke bumi, hujan kembali turun membasahi bumi.

"Ra?" Suara Efan memasuki telinga ku. Mobil kembali melaju.

"Gue takut buat Lo capek nungguin Gue" Aku menghela nafas sejenak "Gue takut Lo nemuin wanita lain dalam hidup Lo"

Efan diam. Suasana lenggang sejenak sebelum Pria itu kembali membuka mulutnya.

"Kalo Lo takut perasaan Gue hilang, kalo Lo tau nunggu itu capek. Seharusnya Lo yakinin Gue Ra, kita berjuang sama-sama, Gue bisa bantuin Lo buat lupain masalalu Lo" Efan menghela nafas untuk kesekian kalinya "Kita bisa. Kalo Lo mau, semua bergantung dari Lo"

"Gue gak bisa buka hati lagi"

"Bukannya Lo gabisa Ra, Tapi Lo gak mau!" Intonasi bicara Efan sedikit lebih tinggi

"Gimana Gue bisa masuk kalo Lo gak bukain pintu? Gue cuma bisa masuk kalo Lo bukain pintu itu Ra" Suara Efan kembali melemah. Pria itu pandai menahan emosinya.

Aku terdiam cukup lama. Hatiku terenyuh mendengar ucapan Efan, seolah ada sebuah batu besar yang mengganjal tenggorokan ku hingga aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Dan akhirnya, air mataku luruh, aku tak bisa membendung nya.

Efan menoleh, aku memalingkan wajahku darinya.

"Eh Ra?" Ada nada khawatir dari ucapannya. Efan menghentikan mobilnya setelah membelokkan mobil itu ke tepi jalan. Pria itu menepuk bahu ku pelan.

"Ra, kok nangis sih? Gue salah ya?" Efan mencoba menenangkanku, Aku tak bilang bahwa Efan yang bersalah, Aku hanya— merasa bersalah pada diriku sendiri.

"Maaf, Ra. Gue udah ngebentak Lo" Efan menyeka air mataku.

"Gue yang harusnya minta maaf Pan"

Detik berikutnya, Efan menarikku ke dalam pelukan nya. Aku melebarkan mataku, semua terasa asing bagiku, pelukan seseorang terasa aneh di badan ku. Tapi alih-alih melepaskan pelukan Efan, Aku malah membalas pelukan nya. Mungkin, ini yang kubutuhkan untuk saat ini.

"Kita perbaiki sama-sama ya Ra, Jangan berantakan lagi"

**

Tbc.

For you information guys. Mungkin ini alurnya bakal berbeda dengan yang ada di extra chapter Aksarajasa. Ya... Semoga kalian suka dengan alur barunya ya!!

See you

<3

AKSARAJASA 2Where stories live. Discover now