08. Yang telah hilang

251 16 12
                                    

"Cinta adalah sebuah proses, proses untuk menghidupkan sebuah hubungan tanpa mematikan hubungan lainnya"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cinta adalah sebuah proses, proses untuk menghidupkan sebuah hubungan tanpa mematikan hubungan lainnya"

**

Jakarta, Indonesia

Jika di tengah jalan tujuan mu berubah, lebih baik berputar arah daripada sampai di tujuan yang salah. Jakarta masih sama seperti saat terakhir kali Aksa mengangkat kan kakinya dari sini. Perjalanan yang tidak singkat itu, mampu membuat punggungnya terasa sedikit kaku. Ammara berjalan dibelakang Aksa sebari menyeret koper, untuk sejenak angin Jakarta menyapa paru-paru nya.

"Wah, ramai sekali ya" Arika sedikit menghentak hentakan kakinya saat berjalan, mencoba menyamakan langkahnya dengan Aksa yang berjalan beberapa langkah lebih cepat darinya.

"Papa!" Aksa menghentikan langkahnya. Menoleh kebelakang, melihat Arika dengan wajah masam "Jahat!!"

Aksa merentangkan tanganya, bersiap untuk menyambut Arika dalam gendongan nya. Gadis kecil itu berlari, dan detik berikutnya Aksa mengangkat Arika dalam gendongan nya.

"Sini biar aku bawain" Ammara mengambil alih koper di genggaman Aksa.

Jika dipandang dari jauh. Orang akan berfikir bahwa mereka adalah keluarga yang sempurna, keluarga yang bahagia, tapi jika dilihat dari dekat, akan ditemukan luka disana, luka yang tidak bisa sembuh, luka yang nyaris mengering, tapi malah disayat kembali, luka yang nyaris tertutup, tapi kau malah menyayat bekasnya lagi. Ammara tau, Aksa tidak akan bisa berdiri di atas dua perahu, ia hanya akan menunggu keputusan yang akan Aksa ambil nantinya, entah Ammara akan menjadi orang baru yang mengalahkan masalu, atau justru menjadi orang baru yang kalah dengan masalalu.

Setelah perjalanan yang cukup lama. Akhirnya Aksa dan Ammara sampai di sebuah rumah dengan pagar besi hitam yang sudah mulai lusuh dimakan usia, namun rumah megah itu masih tetap berdiri kokoh dibelakangnya, rumah ber cat putih itu masih terlihat megah berdiri kuat. Mereka turun dari taksi dan melangkah menuju  halaman rumah, disana Iren sudah berdiri di ambang pintu menanti Aksa dan Ammara.

"Omma!" Arika berlari antusias, menghampiri Iren, wanita paruh baya itu merentangkan tangannya, dan detik berikutnya Arika sudah berada di gendongan Iren.

"Arika sudah besar ya?" Iren mencium pipi cucu satu-satunya itu, sembari menyingkap beberapa anak rambut yang menutupi wajah gadis kecil itu.

"Iya, Arika suka makan" Gadis itu sedikit susah berbicara bahasa Indonesia, mungkin karena sedari kecil Arika tinggal di negara orang.

Iren menautkan alisnya. "Arika suka makan, makanya cepat besar" Ammara mencoba mengartikan ucapan Arika. Iren tersenyum sembari mengelus pucuk rambut gadis kecil itu.

"Ayo masuk" Ajak Iren. Mereka melangkah masuk ke dalam rumah. Suasana rumah yang lenggang menyambut kehadiran Aksa. Entahlah, Hubungan Aksa dengan Ardi sang Ayah memburuk setelah kejadian itu. Bahkan hubungan Ardi dan Ayah Ammara juga memburuk.

"Arika!!" Agatha berlari menuruni tangga saat menyadari kehadiran Arika. Gadis dengan celana hotpants dan tanktop crop itu mengambil alih Arika dari gendong sang Ibu.

"Ounty Ayo Ajak ke kamar, Capek aku" Arika berucap tidak jelas. Ammara kembali menerjemahkannya agar Agatha mengerti. Saat paham, Agatha lalu mengajak Arika untuk naik ke atas menuju kamarnya, mungkin gadis kecil itu butuh istirahat.

**

"Ada masalah Am?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut ibu mertuanya itu seakan menjadi sebuah tombak yang siap menusuk dada Ammara. Baru kali ini ada seseorang yang bertanya kepadanya tentang masalahnya. Ammara selalu memikul semua rasa bersalah nya sendiri, selalu memikul beban berat yang selama ini ia coba untuk tutupi saat di depan Arika.

"Ceritain semuanya, Kamu gak akan kembali kesini cuma gara-gara Arika kangen sama neneknya kan?" Ammara tak mampu membendung air matanya. Iren dengan sigap merangkul pundak Ammara dan menenangkan nya. Seolah Iren tau semua penderitaan yang Ammara rasakan selama ini. Selang beberapa menit, Ammara mulai tenang, gadis itu kembali menegakkan tubuhnya.

"Aku mau cerai sama Aksa Ma," Wanita paruh baya itu menautkan alisnya bingung.

"Kamu bicara Apa Am?" Iren masih mencoba mencerna kalimat yang terucap dari mulut Ammara.

"Bukan Aku yang Aksa mau Ma," Air mata kembali menetes dari mata gadis itu "Aku capek"

Iren merangkul pundak Ammara untuk menguatkan gadis itu, bahkan Iren kini ikut meneteskan air matanya karena merasa iba dengan Ammara.

"Arika?"

Ammara menghela nafas panjang.

"Biasanya, pasangan suami istri akan membangun rumah mereka bersama-sama, menggunakan batu bata satu demi satu. Tapi Aku—" Air mata Ammara kembali menetes "Seolah masuk ke dalam sebuah Rumah yang rusak. Semua hancur Ma, Aku sudah berusaha memperbaikinya, tapi malah Aku yang terluka karena pecahan kaca di dalamnya. Itu sebabnya Aku ingin bercerai"

Iren menarik Ammara dan memeluk gadis itu, seolah itu akan bisa menyembuhkan segala luka yang Ammara terima selama ini, seolah itu adalah sebuah permintaan maaf dari seorang Ibu yang karena sudah membuat anaknya terluka.

"Aksa bukan milikku Ma,"

**

Tbc.
See you <3

AKSARAJASA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang