10. Kejar-Kejaran

38.4K 5.6K 46
                                    

Setengah jam kemudian sesuatu menggemparkan terjadi khusus untuk Acasha dan Iyan, untungnya Yoyo sekaligus Aya sudah pergi dengan uang segepok diberikan Iyan.

Penyamaran Iyan gagal, ada yang mengenali Iyan bukan musuh geng Hades melainkan musuh klan Diarta.

Bagi mereka mendapati keturunan klan berkeliaran tanpa pengawasan sama saja menyerahkan nyawa.

"Ayah!"

"Ya?!"

Mau tak mau Acasha harus berteriak memanggil. Sekarang keduanya tengah berlarian berusaha kabur, lari Iyan cepat bukan main. Acasha berani bertaruh pipinya berasa di tampar oleh angin dengan perut bagaikan dikocok.

Acasha hendak bertanya tujuan Iyan ke mana, tapi setelah di pikir-pikir itu hanya akan membuat fokus Iyan terpecah paling parah memperlambat larinya.

"Lo bisa kan pegangannya erat-erat gue mau parkour soalnya!"

Acasha patuh semakin memeluk leher Iyan erat, kini dirinya tengah digendong dari belakang sesekali Acasha menoleh, sekitar lima orang masih mengejar kesetanan.

"Lo ada di area mana?" Nada suaranya yang datar itu, sekali dengar Acasha mampu mengenali.

Suara Luka.

Acasha baru menyadari earpiece terpasang di telinga Iyan.

"P--pinggir kota ... bangunan mangkrak berlantai tujuh sebelum ke sini ... lo harus hati-hati karena ... banyak gang yang buntu." Napas Iyan tersengal memberitahu Luka.

Iyan menaiki tangga tanpa pembatas apapun, melompat lalu menendang apa yang di lalui terasa mengganggu ke arah berlawanan.

Acasha hampir tertawa menemukan kayu panjang di tendang Iyan ujungnya mengenai tepat selangkangan salah satu musuh.

"Awas aja kepompong gue lecet! Jagain baik-baik sampai lo mau mampus sekalian!" Di seberang sana Kallen berseru jengkel.

Iyan balas memaki sukses mengantarkan indra pendengar Acasha berdengung refleks Acasha mengeplak kepala Iyan.

Iyan tertawa. Langkah kakinya memelan, menurunkan Acasha di salah satu kotak kayu yang berserakan di lantai dua tersebut.

"Sebelum yang lain ke sini sebisa mungkin gue harus lawan mereka dulu," ucap Iyan lirih.

Acasha mengangguk polos, tidak kaget cowok berkacamata itu mengeluarkan dua pisau lipat di saku celananya.

"Ayo, para sampah busuk mendekat lah." Iyan tersenyum angkuh yang sebenarnya tidak cocok di wajahnya yang lembut.

Acasha bertopang dagu ... kapan lagi bisa melihat secara langsung tontonan gratis perkelahian mengerikan, hukum yang kalah dengan kekuasaan. Nyawa teramat tak berharga, pantas untuk di injak-injak hingga lebur.

"Seru, kan?"

Padahal belum sepuluh menit, empat orang dinantikan telah muncul dan salah satunya mengumpati ide Kallen, cara tercepat memanjat dinding bangunan.

Cleo merapikan rambut Acasha yang berantakan, ujung rambut Acasha agak basah oleh keringat.

"Seru. Lari-lari!" Acasha menjawab jujur, adrenalinnya sungguhan terpacu cepat dan itu menyenangkan.

Silver tiba di belakang Acasha menepis tangan Cleo dari puncak kepala Acasha. "Biar gue yang jagain dugong." Silver mendorong tubuh Cleo dengan kurang ajar.

Cleo berdecak meskipun begitu menurut, beranjak mendekati Iyan yang sudah kehabisan tenaga. Cleo melirik sebentar Luka, acuh tak acuh Luka yang kehilangan kendali.

Sementara Acasha di tinggalkan bersama Silver mendelik.

"Ya, liat terus biar lo terbiasa nantinya." Silver berbisik, menahan kepala si balita untuk terus mengarah ke depan.

Tatapan Acasha berubah datar kalau Silver mengira Acasha akan berteriak ketakutan itu sangat lah salah, dia tak gentar.

"Orang-orang kaya mereka emang bodoh harus berurusan sama dewa kematian sejenis Lukara Natapraja." Silver meletakkan dagunya di pundak kecil Acasha, tidak bergerak sedikit pun saat mendapatkan penolakan. "Cara main Ayah lo itu keren, kan?"

Silver terkekeh geli, mengusap leher Acasha dengan telunjuk meniru gaya Luka yang berdiri gagah di tengah-tengah ruangan menggores leher pria tambun sebelumnya memukul punggung Iyan.

Acasha sedikit merinding jika Kallen dan Cleo mulai berhenti berbeda jauh seorang Luka, sepertinya sampai kepuasaan itu datang Luka baru akan tenang.

Luka bagaikan predator, aura gelapnya bertambah mengerikan. Tidak ada binaran belas kasihan di sorot kelabu tersebut setelah menginjak muka musuh.

"Tutup mata lo!" Silver berseru tiba-tiba menyadari kebingungan di raut wajah Acasha, Silver langsung menjauh.

Silver kembali menghalangi pandangan Acasha mengingatkan akan kejadian tadi pagi. Mentang-mentang postur Silver tinggi besar dia bersikap semaunya.

Lagi pula yang meminta Acasha menyaksikan agar terbiasa sebelumnya siapa, tidak mungkin kan Silver mendadak lupa ingatan.

"Minggir, Ayah!" Acasha membalas kesal berusaha mendorong Silver.

"Bodo amat!" Silver keras kepala.

Keduanya berakhir saling teriak. Acasha habis kesabaran mengangkat kaki, mengambil kesempatan menendang Silver. Namun pada dasarnya kali ini Silver pintar menyadari gerakan Acasha dengan mudah menangkis.

Silver memegangi kaki kurus Acasha. "Mau apa?" Silver melotot galak.

Tak siap dengan tarikan Silver sontak badan Acasha melorot ke depan, pantat Acasha seketika mendarat mulus di lantai dan Silver menahan napas melihatnya.



****

Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.

Terima kasih❤

The Secret Behind The Story [END]Where stories live. Discover now