54. Cerita Di Masa Lalu (a)

19.8K 3.7K 168
                                    

Kala matahari menunjukkan tanda-tanda terbit, dia sangat menikmati suasana sekitar. Tidak mempermasalahkan angin pagi justru kurang mendukung, terasa dingin menusuk kulit.

Narasea tersenyum, mengusap lembut bunga lavender yang tumbuh rimbun di samping kastil. Narasea teramat menyukai bunga yang identik dengan warna ungu-kebiruan ini.

"Anakku sayang." Narasea tertawa geli. Narasea berniat mengecup kelopak bunganya langsung berhenti, setelah sudut mata melirik ke sisi yang lain. Baru Narasea sadari terdapat sekuntum bunga mawar di sana.

Narasea bergeser. Hasrat ingin menyingkirkan mulai timbul, cuma satu orang yang selalu suka bermain-main walaupun Narasea akui dia senang. Jantung berdebar nyaman, pipi putih Narasea perlahan merona mengetahui ada seseorang di balik punggungnya.

Kekasihnya ... Silver.

"Kamu tidak penasaran mengapa kuncup bunga mawar itu tertutup rapat, Sea. Sentuh lah dan lihat di dalamnya. Aku yakin, reaksi kamu akan kaget." Dengan sengaja dia berbisik di daun telinga Narasea.

"Sekaligus menangis bahagia," lanjutnya sambil memegangi sebelah tangan Narasea, menuntunnya.

Narasea patuh. Cukup dengan sekali sentuhan lewat telunjuk kuncup bunga mawar biru malam di depan keduanya, lama-kelamaan mekar. Narasea menunggu antusias oleh kejutan diberikan sang kekasih.

Sebuah cintin permata safir.

"Kamu melamarku?"

"Tentu saja."

"Aku menolak."

Pria itu yang sudah memeluk Narasea dari belakang semakin mengeratkan dekapan. Bibir merah mudanya menerbitkan senyuman halus.

"Mereka masih tidur, Sea." Pemikiran Narasea mudah di tebak bagi Silver.

"Untuk itu kamu harus melamarku di saat mereka telah bangun. Di hadapan enam bintang keberuntungan," katanya cemberut.

"Lebih baik sekarang."

Narasea terdiam sesaat. Badannya menghadap Silver lalu mengulurkan tangan kiri, menggerakkan jari manisnya.

"Baiklah, makhluk tidak sabaran. Aku menerima lamaranmu." Narasea menunduk tersipu sambil menyodorkan tangannya lebih dekat hampir menyentuh dada Silver.

"Tatap muka aku, Sea."

Hanya jawaban gumaman yang tertangkap di telinga Silver, tetap saja Narasea tak melakukannya. Silver yang gemas akhirnya mengangkat dagu Narasea, menahan senyuman menemukan wajah itu memerah parah.

"Ak... aku ingin kita punya banyak anak di masa depan nanti." Narasea berbisik gagap, menghambur di pelukan Silver. Menyembunyikan wajahnya di mantel yang Silver kenakan.

Silver terhuyung, gerakan Narasea yang tiba-tiba membuat Silver jatuh terduduk. "Sesuai kemauanmu," jawabnya.

Silver mengetahui Narasea tidak akan mau menatapnya, membiarkan saja. Meraih tangan kiri Narasea, Silver memasangkan cincin di jari manis Narasea.

Tepat, cincin permata safir tersebut terpasang. Tali transparan perlahan muncul, Silver melihatnya kembali tersenyum bahkan kini lebih lebar.

Tali yang menandakan keduanya saling mencintai. Silver terpejam, menghirup aroma sejuk dari tubuh sang calon istri. "Aku sangat menyayangimu, Sea." bisik Silver sungguh-sungguh.





***







"Jadi, sejak kapan cincin ini melingkar di jarimu?" Perempuan berambut perak dengan warna matanya menyerupai si lawan bicara, bertanya semangat.

The Secret Behind The Story [END]Where stories live. Discover now