1. Customer

10.5K 1.2K 61
                                    

Customer :

(n) A person or organization that buys goods or services from a store or business.

***

"Warga negara Australia, pria, usia 45 tahun, nggak bekerja di Indonesia, nggak ada hubungan pekerjaan juga dengan PT. LH Mandala. Dia juga bisa menuhin syarat dan ketentuan tambahan dari lo," terang Abel tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Semuanya? Syarat yang kukasih?"

Dia mengangguk. "Every single one. Every term and condition without exception."

Aku tidak bisa mendeskripsikan apa yang aku rasakan sekarang. Rasanya campur aduk. Takut sekaligus merasa tertantang. Khawatir, tapi juga antusias.

Aku melihat Abel yang masih sibuk dengan ponselnya. Ingin memastikan sekali lagi. "Gue bakal dikenalin sebagai Lalita nggak sih, Bel?"

Tubuh Abel yang melorot di kursi sebelah meja rias, akhirnya tegak. Dua tangannya menggantung di udara masih memegangi ponsel, tetapi wajahnya sudah beralih dari layar gawai ke wajahku. Dua bola matanya memindai penampilanku. Dari atas lalu ke bawah lalu kembali lagi ke atas.  "Lo udah berubah 180 derajat. Muka lo campuran antara Kyle Jenner sama Marilyn Monroe. Nggak ada setitik pun kemiripan sama Lalita. Lagian kalau Lalita penampilannya kayak begini," dia menjeda untuk menarik napas panjang, lalu melanjutkan kalimatnya dengan suara berbisik, "bisa dibacok ma bokap lo."

Jawaban Abel membuatku kembali menatap cermin. Memperhatikan pantulan diriku di sana. Bibirku tergambar lebih tebal dari aslinya. Sudah seperti bibir Kyle Jenner yang disuntik filler. Lipstikku  berwarna merah, terlihat lembab dan basah, juga berbau ceri.

Wajahku terlapisi sempurna oleh bedak, concealer, dan teman-temannya. Meriasnya dengan pemerah pipi dan eyeshadow. Aku juga menggambar tahi lalat palsu di pipiku, di antara hidung dan bibirku. Memplagiat tahi lalat Marilyn Monroe yang ikonik.

Rambutku yang biasanya lurus, dibuat curly dengan tambahan poni. Aku juga mengubah warna mataku. Iris mataku yang biasanya legam berubah jadi abu-abu dengan bantuan lensa kontak.

Wujud ini adalah milik Lolita--nama samaran yang kupakai, bukan milik Lalita, si gadis pintar dan penurut kesayangan papa.

"Sepuluh menit lagi, Lit," kata Abel. Dia sudah meninggalkan kursi. Siap mengantarku ke ujung ruangan di Underplay.

Aku mengenakan aksesoris terakhir berupa helm merah menyala di kepalaku. Menyempurnakan penampilanku sebagai petugas pemadam kebakaran.

Langkahku terayun mengekori Abel sambil menyeret kapak yang juga aksesoris untuk pertunjukanku malam ini. Menyusuri lorong panjang sampai tiba di ujungnya. Berdiri di belakang Abel lalu mendengarkan semua kata-kata penenangnya.

"Tiga menit lagi," kata staf yang berada di dekat pintu belakang. Memutus kalimat penenang dari Abel yang sejak tadi tak berhenti dicelotehkan. Staf yang bertugas menyalakan musik membuka pintu di sampingnya.

Sama seperti beberapa ruangan lain di Underplay, akses masuk ke ruangan ini juga ada tiga. Pintu utama tempat tamu masuk, pintu kedua untuk tamu keluar, dan pintu ketiga yang hanya diakses oleh penari dan staf, yang barusan dibuka untukku.

Aku masuk ke dalam ruangan. Melewati tirai-tirai beledu yang menyembunyikan pintu ketiga. Ruangan ini diterangi lampu-lampu berwarna merah dan kuning, membuat dinding-dindingnya memantulkan warna temaram yang hangat sekaligus sensual. Tubuhku mengambil posisi di sebelah tiang metal yang berada di tengah panggung kecil ruangan ini. Mengatur pose sambil mengucapkan mantra dalam hati.

BOSS IN MY RED ROOMWhere stories live. Discover now