5. Lunch

6.8K 1.1K 90
                                    

Lunch

(n) a meal eaten in the middle of the day, typically one that is lighter or less formal than an evening meal.

==

"Masa sih Bapak lo ..," Anya mendekatkan diri ke meja agar suaranya yang berbisik terdengar oleh kami, "gay."

Kami sedang duduk mengelilingi salah satu meja di pojok kantin. Bergosip membicarakan bos baruku yang baru dua hari ini menjabat. "Dia top." Riandry menyahut cepat. Mengeluarkan prediksi gilanya tanpa berpikir
panjang. "Lihat tuh, baru dua hari jadi bos Lalita, dia langsung make over sekretarisnya."

Anya dan Agnes melihatku. Memerhatikan wajahku yang tak berkacamata. Hidung keduanya bahkan mengendus pada diriku. "Pantes sejak tadi nggak bau eukaliptus," celatuk Anya.

Sementara Anya sibuk menilai penampilan baruku, Agnes mengembus napas panjang beberapa kali. Tubuhnya dihempaskan ke punggung kursi yang ia duduki. "Padahal gue menantikan banget ketemu dia besok," ujar Agnes dengan suara sedih. "Gue belanja baju baru, booking salon juga buat persiapan
besok."

Acara makan siang kami lebih berfokus pada gosip daripada kegiatan mengisi perut. "Padahal udah all out." Gelak tawa Anya terdengar. Menertawatakan temannya. "Eh, nggak tahunya si bapak belok."

"Mau usaha sekeras apapun kalau dia demen gender yang beda dari kita, ya susah," sahut Riandry yang telah sukses menghabiskan makan
siangnya. "Di mata mereka, kita hanya umbi-umbian. Nggak bikin nafsu."

"Tapi Bapak gue nggak ada tanda-tanda gay," ungkapku lirih. Langsung membuat tiga pasang mata beralih padaku.

"Ya ampun, ini anak polos banget sih." Anya menegakkan punggung. "Ndry, gimana kalau anak lo gue ajak clubbing akhir pekan nanti. Biar dia bisa lihat warna-warni dunia."

"Heh, sembarangan. Tontonan dia masih doraemon. Mana ngerti dia ...." Riandry melepaskan sendok di tangannya, lalu menutup dua telingaku dengan telapak tangannya. Berusaha mencegah pendengaranku menangkap kata selanjutnya--yang sayangnya, masih bisa kudengar dengan sangat jelas. "Kelab malam."

Aku bisa mendengar tawa Anya setelah tangan Riandry kembali pada sendok dan piringnya. Menghabiskan makanannya.

"Tapi," Agnes buka suara setelah tawa Anya mereda. "Kenapa lo ngerasa kalau Bapak lo, straight?" Agnes melontarkan tanya secara tiba-tiba.

Berbeda dari Anya yang lumayan santai setelah mendengarkan kesimpulan edan Riandry, kelihatannya Agnes masih belum terima kalau bapakku gay. Seolah-olah, bapakku masih berada di urutan teratas calon suami idaman.

Riandry memukul meja tanpa peringatan. Punggungnya tegak dan sepasang matanya membelalak. Seakan menemukan fakta baru--lebih ke prakiraan ajaib yang tidak masuk akal. "Jangan bilang, Pak Dirga berusaha make over lo karena first love at the first sight?"

Kan! Sesat akal.

Selain tidak peka, intuisi Riandry tidak ada yang bisa dipercaya. Dan jelas, komentar ngawur-nya membuat Agnes langsung cemberut.

"Bukan cinta, Ndry. Mana mau Pak Dirga sama gue. Maksud gue, mungkin nggak sih dia ngerasa gue ngingetin sama seseorang gitu. Lo inget kan, pas dia ke kantin sama Pak Rama hari itu? Dia bilang dejavu?"

"Spill, spill," Agnes yang menyahut cepat.

"We ready to sip the tea," Anya menimpali. Ikut bersemangat. Keduanya sudah meminggirkan makan siangnya yang belum habis. Sepertinya sudah tidak berselera. Gosip tentang Pak Dirga pasti membuat mereka kenyang.

BOSS IN MY RED ROOMWhere stories live. Discover now