Chap 6. FOG Cafe

1.8K 411 241
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca, 250 votes and 150 comments baru aku lanjut next chapter-nya yaa~~



🍊



FOG is not only for our acronym. FOG also means Fresh, Original, and Gentle. That's our tagline. Farhan Alrescha Ravindra



🍊

Farhan memarkirkan Pajero putih milik ayahnya di parkiran khusus karyawan FOG. Pemuda itu turun dengan cepat, lalu membukakan pintu penumpang di sebelahnya, yang disusul dengan kemunculan gadis kecil berambut sebahu, bergigi kelinci nan lucu, yang kini menyipitkan mata karena terik menyengat Jakarta siang itu.

Farhan menghentikan langkahnya sebentar, menatap bangunan tiga tingkat bergradasi hitam, putih, dan abu itu lekat. Ini adalah bisnis yang ia jalankan sendiri tanpa bantuan ayahnya, salah satu bentuk pencapaian yang menjadi kebanggaan dirinya. FOG adalah bukti bahwa ia bisa berhasil tanpa embel-embel bantuan Ravindra.

FOG juga bukan hanya akronim dari ketiga pendirinya, tapi lebih kepada konsep yang dijadikan tagline kafe mereka; fresh, original, and gentle. Kafe ini tidak hanya bisa dipakai sebagai tempat hangout atau sekadar menghabiskan waktu, tetapi juga berguna untuk meeting bersama teman kantor atau sejawat.

Meskipun dari luar FOG memiliki sedikit kesan manly, itu tidak terlalu memengaruhi menu di dalamnya. Bahkan menurut Ghandy dan Ojan, patisserie baru mereka sangat berhasil membantu perkembangan kafe dan menjadikan FOG sebagai salah satu kafe hits di Jakarta Selatan dalam kurun waktu 3 bulan belakangan ini.

Jadi penasaran siapa dia? Tapi siapa pun orangnya, pasti dia sangat memiliki passion di bidang ini. Thanks God for sending you here, nggak sabar untuk tau siapa orang yang berdedikasi menaikkan omset FOG di kuartal kedua tahun ini.

"Jakalta panas sekali, ya, Om Han!" Suara si cabe rawit itu memutuskan lamunan Farhan. Masih dengan menggenggam jemarinya, Cherry mendongak menatap Farhan.

"Nanti kalau kulitku telbakal gimana? Om masih lama nggak berdili di sini? Kalau masih, aku mau masuk duluan," protes anak itu lagi.

Bungsu Ravindra itu hanya tersenyum, lalu menjawil pipi menggemaskan keponakannya. Ia tidak berusaha menjawab, sebab kalau dijawab nanti akan panjang ceritanya. Cherry ini duplikat ibunya sekali, Farhan bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana Fabian bisa dengan sabar menghadapi dua perempuan setipe ini di rumah mereka.

Tapi katanya, kalau udah cinta, semua bakal diterima apa adanya, kan? Tau dah.

"Cherryyy―ups, sorry, Om Ghandy salah, ya?" Ghandy yang tadi merentangkan tangan hendak menyambut pelukan gadis kecil itu hanya bisa menyengir.

Pasalnya, Cherry sudah cemberut sambil bersedekap. Ghandy suka cari gara-gara memang, padahal sudah tahu Cherry tidak suka dipanggil begitu oleh sembarang orang.

Note untuk yang bertemu Cherry, kalau kalian bukan Fabian–kakaknya atau ayah kandung bocah ini–, Macha–panggilan untuk kakak iparnya atau ibunya Cherry–, dan Fazza–kembaran Cherry yang sangat mirip bapaknya–maka jangan coba-coba memanggil si cerewet itu dengan panggilan 'Cherry', panggil saja dia 'Chili'.

"Aku nggak mau ngomong sama Om Ghan!" tukas bocah itu seraya memalingkan wajahnya. Lucu.

"Kok gitu?" Ghandy mendekati Cherry. "Iya, deh, Om Ghan minta maaf, ya? Chili jangan marah dong sama Om Ghan, nanti Om Ghan janji kasih Chili makaron, mau?" rayunya. Pantas memang kalau Ghandy dijuluki buaya, dia paling pintar merayu wanita.

HANNA [TERBIT]Where stories live. Discover now