AIA-1

2.5K 108 13
                                    

"Awas! Jangan sampai kotor, itu punya sponsor!"

Dua wanita yang mengangkat manekin dengan dress pengantin putih mengembang itu mengangguk. Mereka saling pandang sebelum akhirnya melanjutkan langkah mengikuti wanita di depannya. Hal seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari.

"Kak, kenapa orang sponsornya juga nggak mau bantuin?" Tera protes ke kakaknya.

Langkah Tenica seketika terhenti. Dia menatap Tera dan Liv yang mengangkat manekin bersamaan. Tanpa menjawab, dia melanjutkan langkah. Tindakan itu sudah cukup sebagai jawaban agar dua wanita itu tidak protes.

Begitu sampai di stand, Tenica bertolak pinggang. Pandangannya tertuju ke dua kardus yang berada di samping meja. Sedangkan sisi kanan-kiri masih tertutup gorden tanpa hiasan. "Kalau kayak gini kita nggak bisa panjang foto," gerutunya. "Di mana, ya?"

"Kak, mending kasih tahu ini manekin taruh di mana?" protes Tera yang mulai keberatan.

Tenica menoleh, melihat dua orang yang mulai berkeringat itu. Lantas dia menunjuk sebelah kanan. "Pastiin orang lihat, tapi tetep aman."

"Iya, beres!" Tera meletakkan manekin itu sesuai perintah. "Udah pas?"

"Bentar...." Tenica mendekat, menghadapkan manekin itu agak miring. Setelah itu dia mundur beberapa langkah, merasa benda itu sudah berada di sudut yang tepat. "Oke!"

"Balik ambil katalog sama bunga!" ajak Tera ke Liv. Dua orang itu menjauh dengan napas memburu. Sedangkan Tenica menatap dua orang itu sambil menahan tawa.

Tenica Lusiana, wanita berusia 29 tahun yang belum menikah. Banyak orang yang menjadikan namanya sebagai bercandaan. Tenica dalam pengucapannya sama dengan Tenika. Kata orang Jawa te, berarti akan dan nikah tentu saja menikah. Jadi, banyak yang bercanda jika Tenika berarti akan menikah. Ditambah, bisnisnya yang berhubungan dengan orang menikah. Sayang, nama Tenica dan bekerja di lingkup orang menikah tidak membuatnya segera menikah.

Tenica baru empat tahun ini menjalankan bisnis wedding organizer. Sebelumnya, sang mama yang menjalankan bisnis sedangkan dia sebagai ketua tim. Namun, sejak empat tahun lalu, dia mengemban tugas mamanya. Dia memiliki dua partner, yakni Tera adiknya dan Liv sepupunya. Bekerja dengan saudara memang gampang-gampang susah. Terlebih, dia termasuk orang yang perfeksionis daripada Tera dan Liv yang lebih santai.

"Ya udah, kalau lo serius kita tunangan."

"Oke!"

Lamunan singkat Tenica teralih. Dia mengernyit melihat dua orang yang berdiri berhadapan dengan wajah sama-sama memerah. Dia memilih membuang muka, saat wanita itu tiba-tiba menoleh.

"Tuh, ada WO! Berani nggak lamar gue?" Wanita itu menantang si lelaki.

"Berani! Kenapa enggak?"

Tenica melirik ke kiri, melihat sepasang sepatu hitam yang mendekat. Seketika dia mengangkat wajah dan tersenyum. "Selamat pagi ada yang bisa dibantu?"

"Gue pengen lihat paket buat tunangan." Lelaki berkaus putih dengan celana hitam sobek-sobek di bagian lutut itu menatap Tenica tak sabaran.

"Ah, tentu saja bisa!" Tenica menuju meja dan tersadar katalognya masih diambil oleh Tera. "Mereka pasti santai-santai dulu."

"Mana?" tanya Lelaki itu tidak sabaran.

Tenica menatap dua orang yang tampak bersitegang. Dia tidak pernah mendapati sepasang kekasih yang datang menemuinya dengan kondisi seperti itu. Rata-rata mereka terlihat mesra dengan mata berbinar saat mengatakan konsep pernikahan.

"Mohon maaf, boleh saya tahu nama kalian?" tanya Tenica untuk mengulur waktu. Dia menatap wanita dengan terusan putih gading yang berdiri di pintu stand. Lantas wanita itu mendekat dan mengulurkan tangan.

All in AllDär berättelser lever. Upptäck nu