AIA-7

563 45 8
                                    

"Temenin!" ajak Nuca membuat Tenica melotot. Lantas lelaki itu menggandeng Tenica. "Nggak tahu bakal cocok gue pakai atau enggak."

Tenica mengerjab, masih mencerna ucapan kalimat Nuca sebelumnya. Dia lantas menunduk sambil berusaha melepas genggaman. Beruntung, Nuca segera mlepaskan. Tenica mengusapkan tangannya ke hoodie dan menatap Nuca. "Saya tunggu di sini."

"Silakan, itu ruang gantinya." Pegawai Toko menggerakkan tangan ke ruangan dengan pintu yang terbuka lebar.

Nuca mengambil dua kemeja itu dan membawanya masuk. "Tunggu situ," pesannya sebelum menutup pintu.

Tenica mendekat dan berdiri di tembok dekat lorong. Dia menunduk, menatap hoodie kebesaran milik Nuca. Sampai detik ini, dia mampu mencium parfum yang menguar dari hoodie yang digunakan. Aroma musk yang begitu maskulin.

"Gimana menurut lo?"

Tubuh Tenica berjingkat mendengar suara tiba-tiba itu. Dia menoleh dan melihat Nuca mengenakan kemeja cokelat bermotif daun. Dia terpana, melihat perubahan sosok Nuca. Lantas dia mendekat dan menggerakkan jemari agar lelaki itu berputar.

Nuca menurut sambil mengangkat tangan ke atas. "Cocok?"

"Emm. Bagus. Udah pas juga," nilai Tenica. "Coba yang satunya."

"Beneran bagus?" Nuca menghadap Tenica yang merapikan kemeja yang dikenakan. Setelah itu dia menyibak rambut ke belakang. "Cocok nggak kalau model rambut gue kayak gini?"

Tenica terdiam melihat Nuca yang terlihat dewasa dengan rambut digerakkan ke belakang. Ketika lelaki itu mengusapkan rambutnya ke belakang sambil tersenyum, dia merasa Nuca sedang menebarkan pesonanya. Tenica berkali-kali bertemu dengan calon mempelai pria yang tampan, tapi pesonanya tidak sekuat Nuca.

"Hei. Gimana?" tanya Nuca sambil menggerakkan tangan ke wajah Tenica.

"Eh. Iya."

"Iya apa?"

"Emm...." Tenica menggaruk belakang kepala. "Cocok kalau rambut lo nanti dikebelakangin. Hehe."

Nuca mengangguk setuju. "Kalau rambut gue model biasa?" tanyanya seraya merapikan tatanan rambutnya.

Tenica tersenyum sambil mengacungkan jempol. "Gitu juga cocok."

"Oke! Gue nggak suka kalau rambut gue dimodel macem-macem," jawab Nuca lantas kembali masuk.

"Huh...." Tenica mengusap dada lega. "Gue udah seprofesional mungkin. Tapi, gue nggak mungkin bohong kalau dia emang keren."

"Apa?"

"Eh! Enggak kok." Tenica memukul bibirnya lantas berjalan menjauh.

Tak lama, Nuca kembali keluar dengan kemeja kedua. Dia menunjukkan ke Tenica, tapi kali ini tidak tersenyum. "Bagus sebelumnya, kan?"

Tenica menggeleng. "Dua-duanya keren menurut gue."

"Emang dasarnya gue ganteng."

"Hadeh!" Tenica memutar bola matanya. "Ya udah, silakan pilih."

"Yang tadi aja," putus Nuca sambil membuka kancing kemejanya.

Tenica refleks berbalik. Nuca yang melihat itu menahan tawa.

***

Usai membeli baju, Nuca mengajak Tenica mampir ke restoran di dalam mal. Percaya atau tidak, dia kembali lapar. Padahal, dia makan banyak di rumah Bu Sasma. Selain itu, dia merasa jika Tenica mulai kelelahan. Sedangkan wanita itu tadi tidak begitu menikmati test food karena lebih sering memberinya penjelasan.

All in AllWhere stories live. Discover now