AIA-6

580 54 8
                                    

"Gue bakal diet, asal bisa pakai kebaya ini!" Suara Henna terdengar. "Biasanya gue juga nggak segemuk ini. Cuma stres aja."

Pandangan Nuca teralih. Dia melihat tiga orang yang menatap ke satu titik dengan gestur yang terlihat gelisah. Seketika Nuca berdiri, ingin tahu apa yang terjadi.

"Apa lo bilang?" Suara Henna kian meninggi. "Minta maaf nggak lo?"

"Maaf...." Liv segera membungkuk.

"Maaf kan, karyawan saya," pinta Tenica sambil berdiri menghadang. Tidak disangka, Henna mendorongnya kencang.

Nuca mempercepat langkah hingga berhasil melingkarkan kedua tangan ke pinggang Tenica. Wanita itu menoleh dan mengerjab dengan kaget. Nuca lantas menatap Henna yang terlihat marah. "Ada apa?" tanyanya sambil membantu Tenica berdiri tegak.

"Huh...." Tenica mengusap dada lelah. "Makasih."

Liv menahan tawa melihat tangan Nuca yang masih melingkar di pinggang Tenica. Sedangkan kakak sepupunya itu belum sadar. "Mbak, awas kena marah." Dia menarik tangan Tenica hingga lolos dari pelukan Nuca.

Tangan Nuca turun dari pinggang Tenica sedangkan pandangannya masih tertuju ke Henna. "Cantik."

"Ck!" Henna mendengus. "Mending gue pakai ini, kan? Kata petugasnya ini kekecilan. Gue bisa diet."

Nuca menatap pegawai yang terlihat takut-takut. "Ya. Ikuti aja maunya."

Kreek.... Henna menarik pintu dan menguncinya dari dalam. "Pokoknya gue mau ini."

Liv menarik tangan Tenica ke belakang. "Kok lo sabar hadepin dia?"

"Ssstt...." Tenica menempelkan jari telunjuk ke Liv. "Udah sana, urus biaya sewa."

"Ya udah." Liv buru-buru menjauh daripada berdekatan dengan kliennya.

Tenica menoleh ke Nuca yang berdiri di sampingnya. "Kak Henna tetap pada pilihannya."

"Ya. Nanti bantu gue cari baju."

"Oke. Saya urus yang lain dulu."

Nuca memperhatikan Tenica yang berjalan menjauh. Dia mengembuskan napas, marah karena Henna tadi berbuat kasar. "Udah selesai belum?"

Henna keluar dari ruang ganti dengan kebaya dan rok dikedua tangan. "Udah."

Seorang pegawai mendekat dan mengambil alih kebaya itu. Lantas dia buru-buru menjauh karena tadi sempat melihat wanita itu marah-marah.

"Lo keterlaluan," ujar Nuca.

"Apanya?"

"Nggak seharusnya lo dorong Tenica kayak tadi." Nuca berucap pelan.

Henna bertolak pinggang. "Mereka duluan yang mulai."

"Tapi, kan, lo bisa jaga sikap."

"Gue emang kayak gini!" Henna mengangkat bahu lantas berjalan menjauh. "Udah, kan? Gue harus pulang."

"Tunggu mereka selesaiin prosesnya dulu."

"Itu, kan, gunanya kita pakai jasa mereka?" tanya Henna sambil lalu. Dia berjalan menuju tangga dan tidak menoleh sedikitpun.

Dari kejauhan, Liv memperhatikan kliennya yang tampak angkuh. "Gue kasihan, deh, sama cowoknya. Dia semena-mena gitu."

Tenica menoleh, melihat Nuca yang bersandar di tembok samping ruang ganti. "Iya juga, sih. Tapi, itu urusan mereka."

"Andai dia jomblo. Udah gue tembak."

"Haha...." Tenica menahan tawa. "Kata orang, cewek galak cowoknya sabar. Kayaknya emang bener."

All in AllTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang