AIA-13

452 48 7
                                    

Beberapa saat sebelumnya.

Nuca ketiduran, tapi dia merasa tidak benar-benar tidur. Di pikirannya terus terniang nasihat kakak dan teman-temannya. Dia juga memikirkan perasaan yang membebani hatinya. Ketika bangun, tiba-tiba dia ingin mengikuti perasaan itu.

Tanpa pikir panjang, Nuca bangkit dari ranjang dan menyambar hoodie yang tergeletak. Dia keluar dan mengemudi menuju apartemen Tenica. Dia ingin tahu apakah bisa pertunangannya dibatalkan atau tidak. Meski, harusnya dia menemui Henna dulu.

Begitu sampai di lobi, rasa cemas Nuca kian bertambah. Ada perasaan yang menyuruhnya untuk kembali. Namun, ada perasaan lain yang mengatakan jika ini tindakan benar. "Shit!" Nuca mengempaskan tubuh di kursi dan mencari kontak Tenica.

Tut....

"Gue harus yakin," gumam Nuca.

Tut....

"Iya, Kak Nuca." Suara Tenica terdengar lembut.

"Gue ada di lobi." Nuca menjawab sambil mengedarkan pandang. Dia melihat beberapa orang yang berdiri di depan lift. Jelas penghuni apartemen yang baru pulang kerja.

"Ha?" Tenica mengernyit bingung. "Lobi mana?"

Nuca menelan ludah. Di pikirannya memutar beberapa kalimat, tapi lidahnya terasa kelu. "Kalau misalnya gue batalin gimana?" Akhirnya, dia mengatakan itu.

"Tenang, Kak Nuca. Anda sekarang ada di mana?" Suara Tenica terdengar.

"Gue bingung. Terus, kepikiran buat batalin." Nuca menunduk sambil menurunkan ponsel. Tanpa melanjutkan, dia mematikan sambungan. Nuca memukul kening. Sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. "Gue kenapa, sih?"

Nuca perlahan berdiri dan menatap ke arah lift yang tertutup rapat. Dia berjalan keluar lobi sambil memasukkan ponsel ke saku. Lantas dia menuju parkiran depan.

"Kak Nuca!"

Teriakan itu membuat langkah Nuca terhenti. Dia berbalik dan melihat wanita dengan rambut basah dan berantakan berlari ke arahnya. Pandangannya tertuju ke kaus hitam dan celana pendek berwarna putih yang dikenakan wanita itu. Lantas, perhatiannya tertuju ke sandal wanita itu yang berbeda warna.

"Kak Nuca. Ada apa?" Tenica berdiri di depan Nuca sambil mengatur napas yang memburu. "Mau bicara?"

Pikiran Nuca yang sebelumnya semrawut seketika hilang. Dia memperhatikan penampilan Tenica sekali lagi. "Hemmp...."

Tenica mengernyit. "Ada apa?"

"Lo!" Nuca menggerakkan jari telunjuk ke atas dan ke bawah.

Refleks Tenica menunduk, melihat sandal berwarna pink di sebelah kiri dan biru di sebelah kanan. Dia refleks mundur dan memperhatikan penampilannya yang aman. Barulah tangannya bergerak ke rambut dan sadar pasti rambutnya berantakan. "Tunggu sepuluh menit!" Dia berbalik hendak kembali, tapi ada tangan yang menariknya. "Ehh...." Dia berbalik dan berhadapan dengan dada tegap.

Nuca berusaha menahan tawa. "Gue bikin lo panik?"

"Menurutmu?" geram Tenica.

"Kayak gini aja."

"Ha?" Tenica tidak mengerti maksudnya. Dia menatap tangan kanannya yang dipegang Nuca sedangkan posisinya sekarang terlalu dekat dengan lelaki itu. "Jangan modus!" Lantas dia mendorong Nuca dengan tangan kiri.

Nuca melepas pegangannya dan menatap rambut Tenica yang basah. "Mending kita ngomong santai kayak gini."

Tenica mengembuskan napas panjang. "Sorry."

All in AllWhere stories live. Discover now