AIA-14

430 48 6
                                    

Hari penting Nuca dan Henna akan segera tiba. Sore ini, tim Tenica sudah mulai mendekor ballroom untuk acara besok pagi. Ican dan lima orang lainnya, sibuk menata bagian depan. Rencananya mereka membuat pintu buatan, di mana Henna nanti akan muncul dari sana sebelum proses tukang cincin.

"Kumpul dulu sini, gue mau mastiin sesuatu!"

Beberapa orang yang berada di ruangan seketika menoleh. Mereka melihat seorang wanita dengan cardigan biru dan celana pendek selutut mendekat sambil membawa tablet. Seketika mereka menghentikan kegiatannya dan mendekat.

Tenica mengusap rambut yang dicepol dan mulai turun itu. "Gue mau konfirmasi lagi," ujarnya sambil menatap tablet. "Baju?"

"Udah diambil sama Liv," jawab Tera.

"Oke!" Tenica mengubah font tulisan baju menjadi warna biru. "Terus, MUA udah. Besok Merisa dateng jam enam."

Tera mengangguk. "Tempatnya juga udah gue siapin."

"Terus, dekor?" tanya Tenica sambil menatap Ican.

Ican menggerakkan tangan ke bawah. "Kursi udah gue tata, tinggal makaiin kain penutup di bagian sandaran," ujarnya. "Terus, bagian atas pintu bakal dikasih bunga segar. Beberapa jam sebelum acara gue selesaiin."

Tenica mengganti font warna biru lagi. Memang, jika memilih bunga segar maka risikonya beberapa jam sebelum acara baru dikerjakan. Namun, sejauh ini mereka masih bisa memburu waktu.

"Karena klien nggak ada foto, jadi gue pajang hand lattering aja." Ican menatap kardus cokelat yang tergeletak di sudut ruangan. "Bakal gue pasang nanti."

"Oke, jangan sampai lupa," ingat Tenica. "Terus, video yang ditampilin?" Dia mengedarkan pandang mencari Feji.

"Feji lagi ada foto ulang tahun," jawab Ican. "Gue udah lihat videonya. Animasi sederhana yang bakal terus ditayangin."

Tenica mengangguk mengerti. "Terus, soal catering." Dia menoleh ke belakang, melihat meja berjajar serta ada kursi dan meja bundar tempat makan. "Bu Sasma janjiin tiga puluh menit sebelum acara udah selesai."

"Aman kalau sama Bu Sasma," ujar Tera.

Pandangan Tenica tertuju ke adiknya. "Oh, ya, nanti yang bagian nemenin Henna lo."

"Kak. Kan, gue nggak pernah ketemu dia." Tera tidak bohong atau ingin menghindari tugas itu. Sampai detik ini dia belum bertemu dengan klien si wanita. Mendengar cerita dari Liv dan Tenica, sepertinya dia tidak akan sanggup.

"Pokoknya lo!" ujar Tenica tanpa bantahan.

"Udah, nih? Gue mau lanjut lagi." Ican menginterupsi.

Jari telunjuk Tenica bergerak ke layar tabletnya. "Udah, makasih!" Dia mengangguk lantas menatap Tera. "Soal pembawa acara sama penyanyi?"

"Udah gue konfirmasi," jawab Tera. "Klien nggak mau nginep sini apa? Maksud gue, kalau mereka ada kamar, ruang tunggu bisa dipakai MC sama si penyanyi. Biar nggak jadi satu gitu loh."

Bahu Tenica turun. "Gue udah hubungi Henna, tapi nggak dibales."

"Awas aja dia minta dadakan!"

"Semoga enggak!" Tenica membaca tulisan di tabletnya lagi dan baru ingat sesuatu. "Oh, iya. Suvenir udah lo pindah?"

Jari telunjuk Tera terarah ke satu kardus besar berwarna krem. "Tinggal ditata. Menurut lo ditata di mana?"

Tenica mengedarkan pandang. Meja di belakang jelas akan dipakai untuk tempat makan. Dia mengembuskan napas lalu berjalan menuju pintu. "Di sini? Jadi, pas orang dateng langsung dikasih suvenir."

All in AllWhere stories live. Discover now