Terjebak?

40 12 2
                                    

"Eh?" Nara mendongak untuk sedikit bisa melihat wajah laki-laki didepannya.

Apa mungkin penyamarannya sudah ketahuan secepat ini?

"Saya mau ke toilet, permisi." Ucap Aylar yang membuat Nara langsung berah-oh ria.

'Oooooh, ternyata dia juga mau ke toilet.' Ucap perempuan itu dalam hati. Rasanya ia ingin berteriak hore karena penyamarannya berhasil.

"I-iya baik, Pak. Maaf.." Jawabnya langsung berpindah tempat dari depan toilet, dan segera melangkah kembali ke ruang kerjanya.

Sedangkan dibalik tubuhnya, Aylar tertawa dan berusaha tidak bersuara, mengingat betapa lucunya reaksi dan ekspresi perempuan itu.

***

"Raa, kenapa sih ada aja rintangan buat aku nggak bisa ngenalin kamu ke Pak Aylar." Ucap Aiyla saat mereka sedang istirahat bersama.

"Mungkin takdir kali, Mbak.." Jawab Nara, ia sendiri berharap agar tidak terjadi hal itu. Jika bisa ia segera mendapatkan pekerjaan baru dan keluar dari perusahaan tersebut.

"Ya tapi kan..." Belum juga Aiyla melanjutkan ucapannya, tiba-tiba suara ponselnya berdering. "Weh Raaa, Pak Aylar telepon." Ucapnya sembari menelan makanannya, dan sesekali berdeham menormalkan suaranya.

"Halo siang Pak Aylar... Baik. iya sekarang, Pak." Jawabnya lalu menutup sambungan tersebut, dan Aiyla menatap kearah Nara yang sedang makan diseberangnya.

"Kenapa, Mbak?" tanya Nara dengan wajah polosnya.

"Pak Aylar cenayang." Jawabnya yang masih cengo dengan kejadian barusan.

Nara yang mendengarnya lebih cengo dari Aiyla. Cenayang? sebutan apalagi untuk laki-laki itu. Apa selain seorang bos, dia juga dukun?

"Pak Aylar minta aku kenalin staff tax accounting yang baru." Ucapnya yang merasa Aylar sangat luar biasa. Baru saja mereka membicarakan hal itu.

"Haa? Mbak serius?" Tanya Nara yang antara tidak percaya dan ingin memastikan. Dan mulai yakin ketika Aiyla menjawabnya dengan anggukan pasti. "Mampus aku." Bisiknya.

"Ayo, Ra.." Aiyla pun membereskan bekalnya setelah minum air segelas, ia lalu menarik tangan Nara yang sedari tadi masih tertegun.

"Mbak, aku nggak bisa.." Jawab Nara spontan yang membuat Aiyla mengernyitkan alisnya. "Maksudku apa nggak bisa nanti habis istirahat?" Tanyanya berusaha menghindar.

"Nggak bisa, yang bisa aku ditegur malahan." Jawab Aiyla yang mulai kesal sendiri.

"Iya iya, bentar Mbak." Nara mengambil masker dan kacamatanya. Dia memakai semua atribut itu supaya Aylar tidak mengenalinya seperti pagi tadi.

***

"Permisi," Aiyla mengetuk pintu ruangan Aylar.

"Masuk." Jawab Aylar dari dalam ruangannya. Nara semakin degdegan.

Aiyla membuka pintunya, dan disana terlihat Aylar sedang sibuk dengan laptopnya sehingga tidak melihat kedatangan mereka sama sekali.

"Siang pak Aylar, perkenalkan ini staff accounting ya baru." Ucap Aiyla membuka suara dan menyenggol lengan perempuan disampingnya sebagai kode agar memperkenalkan diri.

"Eh, perkenalkan Pak Aylar. Saya Elena staff accounting yang baru." Ucap Nara pada akhirnya, dengan kacamata, masker dan nama baru Nara sangat yakin Aylar tidak akan mengenalinya.

Mendengar nama yang diajukan oleh Nara, kedua orang yang ada diruangan tersebut langsung menoleh kearah perempuan itu.

'Gila nih anak, segitunya. Kenapa sih.' Ucap Aylar dalam hati, seandainya Nara bersikap biasa saja dan terbuka, Aylar tidak masalah dan malah lebih enak bisa bertemu setiap hari.

Sedangkan Aiyla yang ada disampingnya terbelalak dengan nama yang disebutkan oleh perempuan itu. Sejak kapan Nara menjadi Elena?

"Sebelumnya bekerja dimana?" tanya Aylar.

"Di perusahaan Hologam, Pak." Jawab Nara langsung yang membuat Aylar kembali menatapnya. Mampus, kenapa dia seterbuka itu. Nara ingat pernah bercerita pada laki-laki itu kalau pernah bekerja dan ada masalah diperusahaan Hologam tersebut.

"Saya punya kenalan di perusahaan itu, namanya Na..." Ucap Aylar yang membuat Nara membelalakkan matanya. Takut kalau Aiyla tahu.

Namun telepon Aylar berdering dan memotong ucapan laki-laki itu.

"Sudah cukup, kalian bisa keluar." Ucap Aylar mengakhiri perkenalan yang singkat tersebut. Aiyla dan Nara pun bergegas keluar dari ruangan laki-laki itu.

"Nara..." Aiyla menghampiri Nara yang berjalan lebih cepat darinya. "Kenapa nama kamu tiba-tiba jadi Elena?" tanyanya dengan polos.

Nara pun nyengir, "Aku sebenernya diluar dipanggil kayak gitu, Mbak. Tapi berhubung aku sudah dipanggil Nara di admin jadi gapapa deh. Aku duluan ya, Mbak. Kebelet.." Ucapnya menghindari Aiyla, yang takut perempuan itu akan semakin mencecarnya.

***

"Hidupku lama-lama disini nggak tenang," Ucap Nara saat berada di toilet hendak pulang. Ia memegang dadanya. "Rasanya jantung ini mau copot terus, astagaa." Tambahnya sembari menghadap kecermin yang ada didepannya.

Nara memperhatikan kembali tampilannya dipantulan cermin, dengan masker dan kacamata. "Apa bener Aylar nggak ngenalin aku? Atau dia sebenernya udah tau dan lagi ngerjain aku?" Ucapnya yang melihat tampilannya sekarang tidak jauh beda dengan sebelumnya, orang yang beberapa kali bertemu dengannya saja bisa hapal dan mengenali.

"Salahku juga sih, kenapa aku nggak terus terang waktu itu dan langsung mengakhiri. Kenapa malah pake ngehindar.." Nara menenggelamkan wajah kekedua telapak tangannya. "Dasaaaaar, sekarang siapa yang susah? Kamu sendiri, Nara." Ucapnya kembali melihat pantulannya dicermin. Ia mengutuk dirinya sendiri yang ceroboh mengambil keputusan.

Nara pun keluar dari toilet, setelah menjawab telepon dari Akara, ia menolak saat laki-laki itu menawarkan untuk menjemput Nara lagi.

Nara melangkahkan kakinya dikoridor kantor, dijam-jam sekarang tempat itu terasa lengang daripada hari-hari biasanya. Ia melambatkan jalannya dan menikmati suasana kantor yang disisi kanan kirinya berjejer pohon, yang memang sengaja ditanam supaya tempat itu terlihat asri dan rindang.

"Halo, Nara." Suara itu muncul dari samping tubuh perempuan itu, membuat Nara terkejut. Ia lalu menoleh untuk melihat siapa orangnya.

Wajah yang tidak asing, bahkan menurut Nara sangat familiar. Oh tidak.

SEPHILEWhere stories live. Discover now