Jika nanti masa lalu mengubah ekspektasiku tentangmu

39 6 0
                                    

Akara memasuki rumah dengan tubuh yang lesu. Hari ini dia tidak bisa menemui Nara, karena Aylar. Namun dilain waktu ia pasti akan bisa menemui perempuan itu untuk menjelaskan semuanya.

Laki-laki itu tidak menyerah, ia yakin Nara akan mengerti dan mau menunggunya.

Akara memasuki kamarnya. Sejak tadi ia tidak melihat Kinar. Biasanya perempuan itu selalu menyambut didepan pintu saat dirinya pulang. Kemana Kinar? Apa dia marah atas sikapnya tadi pagi?

"Kinar.. Kinar.." Akara keluar kamar, mencari perempuan itu ke dapur lalu ke halaman belakang, mungkin dia tidak tau Akara sudah pulang.

Namun ternyata nihil, Kinar tidak ada ditempat-tempat itu. Tiba-tiba perasaan Akara tidak enak, dia berlari ke kamarnya lagi untuk memastikan.

Setelah sampai diruangan tersebut, hati Akara langsung berubah tenang. Perempuan itu sedang diatas ranjang, melipat baju yang baru disetrikanya, sambil mendengarkan sesuatu diheadset.

"Dari mana saja kamu, Nar... Aku mencarimu." Ucap Akara yang kini mengambil duduk ditepi ranjang dekat Kinar.

Perempuan itu tersenyum miris, "Kamu takut aku bunuh diri kan?" pertanyaan itu benar.

Akara sempat berpikir perempuan itu bunuh diri karena berada dikondisi tadi pagi, pertengkarannya dengan Akara, serta laki-laki itu yang tidak mau mengantarkannya untuk check up. Akara mengerti bagaimana perasaan perempuan yang menjadi istrinya itu.

"Aku minta maaf sudah menyakiti perasaanmu, Kinar." Ucap Akara. Laki-laki itu meraih tangan istrinya dan membawanya mendekat.

Kinar merasa deg-degan, jantungnya berdetak cukup cepat ketika Akara memperlakukannya seperti itu. Hangatnya darah terasa mengalir ditubuhnya.

"Mas..." Panggil Kinar ketika tangan laki-laki itu mulai membelai pipi perempuan itu.

Mendengar panggilan itu, Akara memvisualkan perempuan didepannya adalah Nara, seseorang yang dicintainya. Akara tersenyum, tangannya semakin turun hingga berada bagian vital milik istrinya.

Kinar yang mendapatkan perlakuan itu merasa bahagia sekaligus lega. Ia yakin setelah pertengkarannya tadi pagi, Akara mengintropeksi dirinya dan akhirnya mau menerima keadaan. Meyakini bahwa pernikahan mereka sudah takdir.

***

"Nara sudah mengambil keputusan untuk menerima Aylar, Bu.." Ucap perempuan itu didepan ibu, Lara dan suaminya, juga Aylar yang matanya tidak lepas menatap perempuan itu.

"Alhamdulillah..." Serempak ketiga orang yang ada disana mengucapkan syukur. Akhirnya Nara mau menerima laki-laki yang menurut mereka baik bagi perempuan itu kelak.

"Saya minta izin juga, minggu depan saya dan keluarga mau datang ke rumah untuk melanjutkan acara lamarannya. Bisa ya, Bu?" Aylar mengutarakan lagi niatannya untuk lebih serius dengan Nara. Seolah tidak memberi ruang untuk Nara mempertimbangkan keputusannya.

"Iya bisa, Nak. Tapi maaf kalau acaranya kita tidak bisa membuatnya dengan mewah." Ucap wanita itu. Ia juga bingung bagaimana harus menempatkan diri didepan keluarga Aylar yang kaya raya itu.

"Ibu nggak perlu memikirkan hal itu.." Ucap Aylar.

***

"Kamu gila, kita beneran lamaran minggu depan?" Tanya Nara setelah hanya sisa dirinya dan Aylar di ruang tamu.

"Iya, sesuai kesepakatan." Jawab laki-laki itu.

"Kesepakatan siapaaa, gaada ya aku ngomong minggu depan." Gerutu Nara.

"Kamu kan sudah menerima lamaranku, minggu depan hanya simbolis saja." Ucap Aylar mengingatkan lagi perempuan itu bahwa lamarannya sudah diterima perempuan itu.

SEPHILEWhere stories live. Discover now