Eps. 4 : ucapan terima kasih

25 1 0
                                    

~Malam menangis, dingin menelisik seluruh nyawaku. Entah rencana Tuhan bagaimana, aku dipertemukan dengan ciptaan-Nya yang memiliki wajah teduh~

***

Malam menyergap penuh seluruh tubuhnya. Dingin menggelitik pelan menusuk jantungnya. Semua pandangannya terasa gelap. Menyisakan tetesan air mata mengalir ke pipi. Peluh keringat mengalir dari pelipis. Sonya bersandar pada dinding. Memeluk lututnya menangis terisak-isak.

"Ikutlah denganku, cantik," suara desah itu menembus lubang telinganya. Sonya menggigit jarinya ketakutan.

"Ikutlah. Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan. Asal kau ikut denganku."

Sonya menggeleng-gelengkan kepala ketakutan. Detak jantungnya berjalan dengan cepat. Seluruh tubuhnya terasa kaku seperti diikat rantai. Hembusan makhluk itu membuat kepalanya pusing. Perutnya mual. Seperti masuk angin tapi bukan angin yang masuk. Sonya serasa sudah berada dalam genggaman makhluk itu.

"Ikutlah," desah suara itu makin dalam. Sonya merasa geli. Makhluk itu berusaha menyentuh tangannya. Sonya berulang kali menolak sentuhan itu. Ia mencoba berteriak tapi tenggorokannya terasa dicekat. Ia hanya bisa meronta-ronta dalam batinnya. Hanya air mata yang menunjukkan butuh pertolongannya.

Hembusan makhluk itu perlahan menjauh dari tubuhnya. Jantung Sonya berjalan normal. Makhluk itu mendadak berteriak kepanasan. Tubuh yang terasa dicekat, kini Sonya bisa bernapas bebas. Akan tetapi, kegelapan di pelupuk matanya tak dapat menyinari siapa gerangan yang telah membebaskannya.

"Siapa kau?" teriak Sonya. Hanya hembusan angin yang menjawab. Sonya makin cemas. Apakah yang membebaskannya tadi makhluk lain? Tiba-tiba saja tangan Sonya ditarik masuk ke dalam sebuah cahaya.

"Tidak!!!" Sonya bangun dari kesadarannya. Ia bernapas terengah-engah. Mimpi itu seperti nyata. Dahinya penuh keringat. Sonya mengedarkan pandangannya pada lima perempuan memakai hijab, duduk di samping kanan kirinya. Yana segera mengambilkan air putih di meja. Ia membantu untuk meminumkannya. Sonya menenggak air putihnya sampai habis.

"Maaf mbak. Kamar asrama putrinya sudah penuh. Jadi, sementara kau tidur di kamar tamu," seru Yana memberitau.

Kamar tamu pesantren memang tidak seindah kamarnya yang memiliki kasur springbed. Dinding dihias gambar rapi nan cantik. Jendela panjang dan bersih. Sonya tidak terbiasa melihat kamar seperti ini. Kasur saja tidak empuk. Dindingnya penuh coretan. Jendela kecil di makan rayap. Ini seperti tempat tak berpenghuni.

"Kalian betah ya tinggal di rumah seperti ini," cetus Sonya. Mereka yang mendengar perkataan Sonya tersebut merasa dia sungguh tidak tau terima kasih. Sudah untung Gus Faris berbaik hati menolongnya pingsan di pasar sampai meminta lima santri mengantarkannya ke pesantren. Mereka tak menyangka artis itu lagaknya sombong.

"Namanya juga tirakat mbak," seru Yana mencoba yang lain agar tidak tersulut emosi.

"Aku pengen pulang. Kenapa kalian malah membiarkan aku tidur di tempat seperti ini?" Sonya merengek.

"Di luar masih tidak aman mbak. Kau barusan pingsan di pasar. Dan hendak dimangsa lelaki hidung belang itu. Mbak mau?" Sania ikut berbicara.

"Pokoknya aku mau pulang. Aku mau pulang!!!" teriak Sonya. Ia sangat keras kepala. Ia tidak memedulikan apapun resikonya. Ia tetap turun dari ranjang. Yana hendak menarik tangannya, tapi Sonya sudah keburu berlari. Naasnya, dia malah berlari masuk ke dalam ruang makan keluarga Kiyai Habib. Yana dan ke empat lainnya berlari mengikutinya.

GUS 24 KARATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang