Eps. 10 : kopimu yang tak hangat

14 0 0
                                    

~Segalanya tentangmu memang terlalu indah. Terlalu indah ku miliki namun juga terlalu indah untuk ku tinggalkan~

***

Sonya menghadirkan kopi di tangannya untuk Gus Faris. Dengan senyuman dan balutan hijab menutup auratnya, ia melangkah masuk ke ruang tengah. Hijab yang ia kenakan adalah milik Bu nyai Hamidah. Tidak mengherankan kalau Gus Faris terkejut menatapnya.

"Ada perlu apa ya Mbak?" Gus Faris duduk di sofa.

Sonya mendekat lalu meletakkan secangkir kopi di meja. "Ini Gus. Secangkir kopi untuk Gus."

Gus Faris tersentak. "Sejak kapan santriwati membuatkan kopi untuk Gus-nya?"

Giliran Sonya yang tersentak. "Saya tidak keberatan Gus kalau setiap hari aku buatkan kopi."

"Jadi, begini seorang artis. Begitu mudah bergaul dengan yang bukan mahromnya? Maaf Mbak. Saya tidak bisa menerima kopinya," jawab Gus Faris arogan.

"Saya tidak akan pergi sampai Gus minum kopinya. Apa Gus tau bagaimana cara menghargai orang?"

"Kau meminta saya memahami cara menghargai orang? Bagaimana dengan Mbak yang islam tapi tidak tau kapan dan waktunya saat bertemu dengan lelaki yang bukan mahromnya?"

"Tapi, apa salahnya jika saya berniat menghormati Gus sebagai guru saya? Jika Gus berpikir seperti itu, apa maksudnya?"

"Kau berniat menghormati saya tapi kau sendiri semena-mena di sini? Mana letak sisi kamu sebagai santri di sini?"

Sonya langsung bungkam. Gus Faris memang dingin. Beku. Tangan Sonya mengepal memendam dendam. Ia mau marah. Tapi, karena rasa kagumnya, ia urung meluapkan segala amarahnya.

"Bisa meninggalkan saya sendirian?"

"Gus, tidak percaya kalau saya bisa berubah dan dianggap santri di sini?"

"Itu semua tergantung padamu. Saya tidak berhak menghakimimu."

"Baiklah. Dalam tiga bulan, saya akan buktikan kalau saya bisa baca Al-quran. Kalau saya bisa, apa yang Gus akan lakukan padaku?"

"Ya bagus. Kau akan dapat sanad."

"Kalau aku maunya akad, bagaimana Gus?"

Gus Faris langsung melototkan matanya. Semakin meladeni Sonya semakin membuatnya gila. Ia pun pergi meninggalkannya begitu saja. Sonya memukul meja dengan kesal. Ia ambil kopi buatannya sendiri. Kopi itu sudah tidak hangat. Bukan tidak hangat. Memang tidak akan hangat layaknya seperti Gus Faris. Gus paling mahal hingga bingung dengan apa Sonya bisa membelinya.

Alan menunggu Sonya di belakang pesantren sambil memegang ponselnya. Beberapa saat kemudian, Sonya melepas hijabnya. Menghampiri Alan dengan muka kesal.

"Aku sudah tidak kuat sama Gus Faris!" teriaknya tanpa memedulikan jika ada orang yang lewat melihatnya.

"Lagian kau kenapa sih pakek ngejar Gus Faris segala. Ingat woy! Sadar diri. Sadar posisi. Pastilah spek idaman Gus Faris itu ning-ning."

"Siapa tau, dengan suami Gus, aku bisa berubah."

"Berubah itu bukan karena Gus. Tapi, dirimu sendiri Sonya." Alan sampai kesal menasehati. Masuk telinga kanan. Keluar telinga kiri.

GUS 24 KARATWhere stories live. Discover now