11.|| Ajakan

51 42 7
                                    

HAPPY READING♡

________

“Ayo dong Win! Cepetan. Udah nggak tahan ini. Aduhh..”

“Bentar-bentar. Sedikit lagi.” Aku masih fokus dengan menyalin tulisan di papan tulis. “Dikit lagi, sabar..”

“Aduh cepetan kenapa sih, ini udah penuh perutnya. Pengen pipis.” Yulia, terdengar menggeram. “Cepetan.. nanti kak Rafael keburu dateng."

“Iya iya.. bentar.” ucapku santai. Mungkin terkesan tidak berperi kemanusiaan, karena dengan santainya berkata santai pada saat sahabatnya menahan rasa sakit, akibat menahan pipis sudah ber jam jam.

"Ayo..” ucapku akhirnya lalu menutup buku catatan Pendidikan kewarganegaraanku dan memasukkannya ke dalam laci meja ber ukuran satu meter, yang menjadi tempatku belajar, selama kurang lebih, hampir tiga bulan ini.

Tanpa menanggapi ucapanku, Yulia segera menarik tanganku kuat-kuat, menuju ke toilet yang letaknya di pojokan ujung kelas X7 Yang juga mengarahkan ke tangga yang akan menghubungkan ke kelas XI dan XII.

Sesampainya di toilet Yulia segera masuk dan menutup pintu toiletnya dengan cepat.

“Jagain pintunya.” Dengan jelas aku mendengar teriakan suara cempreng itu.

Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan menanggapi. Walaupun dia tidak bisa melihatnya.

“Eh, hai..”

Aku menoleh lalu tersenyum menatap cewek berponi yang tadi pagi sempat bertemu denganku.

"Ngantri ya? Itu disamping kayaknya masih ada yang kosong tuh” tunjuknya.

Aku menggeleng “Enggak kak. Nemenin temen.”

Kakak berponi itu mengangguk, membulatkan bibirnya membentuk huruf ‘O’ lalu masuk ke dalam toilet yang tadi sempat dia tunjukan kepadaku.

Rasanya sudah ada 10 menit Yulia berada di dalam toilet, jika memang benar, dia hanya sekedar buang air kecil tidak akan mungkin selama ini. Aku perlahan mulai berjalan mendekati pintu dan mengetuknya.

“Yul…” teriakku sambil terus mengetuk ngetuk pintu toilet  yang sejak tadi belum terbuka.

Tak lama setelah aku mengetuk pintu, Yulia keluar dengan wajah yang lebih fresh. Aku menggaruk pelipisku pelan menyipitkan mataku, menatap wajah Yulia lebih dekat. “Loo abis bedakan ya?” tebakku.

Yulia mengangguk. Kemudian menggandeng tanganku. Lebih tepatnya memeluk tanganku sambil memasang wajah sok imut

“Lo ngapa liatin gue mulu sih? Gue cantik ya?”

Aku mengernyit jijik, dan dengan segera memalingkan wajahku ke arah lain. Entah sejak kapan anak ini menjadi mentel tingkat Syahrini seperti ini.

“Amit-amit Yul."

Aku masih menatap ke arah lain, namun tak lama kemudian Yulia menarikku ke arah kantin yang memang biasanya selalu kami tuju pada saat jam istirahat.

Sesampainya di kantin, aku mencari-cari kursi kosong yang akan kami gunakan untuk tempat duduk, Yulia menepuk pelan bahuku sehingga membuat aku menatap ke arahnya. “Eee.. gue pesen makan. Lo cari kursi kosong ya.”

Aku menaikkan kedua alisku, melihat tingkah Yulia yang mendadak sok manis dengan melembutkan suaranya. Namun tanpa berpikir panjang, aku mengangguk.

Aku menatap sekeliling, kembali mencari kursi kosong. Namun tak berapa lama, aku melihat ada seorang cowok yang melambaikan tangannya ke arahku.

Bukannya aku sedang percara diri atau bagaimana jujur saja aku langsung merasa, pada saat kak Aldy melambaikan tangannya.

Dengan agak ragu, akhirnya aku menunjuk diriku sediri sambil terus menatapnya “Gue?”

Kulihat dia mengangguk. “Iya, lo sini."

Akhirnya aku berjalan mendekat ke arah kak Aldy setelah sekian detik berpikir.

Rasanya pada saat aku sampai kesana aku ingin sekali bertanya ‘ada apa kak?’ namun sebelum aku sempat bertanya seperti itu, dia sudah lebih dulu. Menyuruhku duduk di sampingnya.

“Duduk di sini aja. Nggak ada kursi kosong lagi.” Ucapnya. “Nanti temen lo duduk di situ.” Ucapnya lagi sambil menunjuk bagian kursi kosong yang letaknya tepat berhadapan dengan kursi yang sebelumnya dia tunjuk untuk aku duduki.

“Makasih kak." Ucapku akhirnya setelah duduk di kursi yang Dia tunjuk tadi.

“Lo temennya Yulia ya?” tanya kak Rafael yang sejak tadi hanya diam memperhatikan.

Aku mengangguk canggung,  “Iya kak.”

“Dek, boleh kenalan nggak? Nama abang Jino.. mau panggil sayang juga nggak papa”

Sebelumnya aku memang sudah tau siapa nama cowok yang baru saja mengajakku berkenalan. Hanya sebatas nama panggilan sih, dia cukup terkenal di sekolah ini. Karena kenakalannya.

Entah mengapa, pada saat Kak Jino mengajakku berkenalan, mataku dengan reflex  menatap ke arah Kak Aldy. Entah kenapa aku melakukan ini. Kulihat kak Aldy menatap tajam ke arah kak Jino seperti memerintahkan untuk tidak berbuat macam-macam.

“Namaku____"

“Windya namanya."

Belum sempat aku menjabat tangan Kak Jino untuk memperkenalkan namaku, namun kak Aldy sudah lebih dahulu memotongnya.  Aku mengatupkan mulutku yang tadi terbuka pada saat ingin menjawab pertanyaan kak Jino. Awkward.

Tak lama setelah itu aku melihat Yulia datang sambil membawa nampan hitam di tangannya. Dia terlihat menunduk menahan senyum.

Entah kenapa? Biasanya anak ini akan selalu menebar senyum menjijikkan setiap hari dengan siapapun.

Yulia meletakkan se mangkok bakso dan es teh manis di atas mejaku lantas sorot mata nya menatap ke arah kak Rafael sambil tersenyum manis sekali. Aku tau Yulia memang murah senyum. Tapi sepertinya baru kali ini aku melihat dia senyam-senyum seperti itu. “Hai kak.” sapa nya.

“Heii..”

Yulia duduk tepat di hadapanku. Menatapku sambil menampakkan senyumnya yang dihiasi pipi bersemu. Aku baru sadar sesuatu bahwasanya orang yang lagi kasmaran memang beda.

“Eh, nanti balik sekolah temenin gue ke taman deket rumah ya.”

Aku menggaruk kepalaku pelan mendengar ajakan kak Aldy barusan yang terkesan aneh dan tiba-tiba. Rasanya aku malas sekali pergi setelah pulang sekolah ini, disisi lain juga aku tidak punya alasan menolak.

“Sebentar aja..” ucapnya setelah itu.

“Mau ngapain memangnya kak?”

“Mau kan?” Alih alih menjawab pertanyaan ku. Cowok itu malah terdengar mendesakku untuk menyetujui ajakannya.

Rasanya setelah ia mengucapkan itu aku seperti tidak bisa menolak. Akhirnya aku mengangguk juga setelah itu. Lantas lanjut memakan makananku.

_______

To be continue.

Salam
@windyaaw_

Memori [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora