21.|| Calon imam

48 40 6
                                    

HAPPY READING♡

________

Aku turun dari atas Motor hijau kak Aldy yang berhenti tepat di depan pagar rumahku.

“Nanti malam gue telepon ya cantik.” katanya.

Aku mengangguk, memberikan helm hijau bergambar keroppi yang tadi baru saja ku pakai. Padahal rumah kami tak begitu jauh. Tetapi bahkan kami seperti kesulitan jika ingin bertemu.

“Makasih kak.”

“Iya, handhphone lo jangan di silent atau di jauhin, pokoknya lo harus pegang dan bawa kemanapun lo pergi. Biar nggak lupa.” Perintahnya sambil manyun. Seolah membalas pesan nya adalah suatu hal yang wajib.

Aku menyamarkan tawaku dengan dengusan pelan. “Masak ke toilet juga harus bawa hp?”

“Kenapa enggak?" Kak Aldy mengedikkan bahu nya santai. "Demi gue.”

“Memangnya kakak siapa?” 

Oke, kali ini rasanya aku menyesal telah mengucapkan kata kata itu. Aku reflex melangkah kebelakang pada saat wajah kak Aldy tepat sangat dekat sekali dengan wajahku. Rasanya saat ini aku ingin pingsan saja. Dia mau ngapain coba?

Aku menaikkan bahuku geli pada saat tak sengaja nafas kak Aldy terasa begitu hangat menerpa daun telingaku. “Lo mau tau gue siapa?” bisiknya tepat di samping telingaku.

Saat ini rasanya aku ingin sekali berteriak, sambil berkata TIDAK MAU!! sampai berulang ulang kali. Namun apa yang ada di otakku selalu saja beda dengan apa yang ku lakukan. Tanpa sadar aku mengangguk pada saat kak Aldy tadi bertanya.

“Calon imam buat lo, dan ayah buat anak-anak kita nanti.”

Rasanya aku semakin lama akan semakin gila dibuatnya. Aku mengerjap. Menarik nafasku dalam-dalam, untuk mengontrol suara jantungku yang berdegub lebih kencang sampai rasanya aku akan pingsan.

Kak Aldy menjauhkan kepalanya dari telingaku dan sekarang menatapku sambil tersenyum. “Baii cantik.” Ucapnya lagi.

Cantik-cantik pala lo peang! Buat baper orang aja.

Hanya mampu mengumpat di dalam hati. Aku mengangguk dan dengan cepat menepis tangan kak Aldy sebelum dia semakin gencar mengacak acak rambutku yang tadi sebelum di ajak pulang bersama olehnya telah ku rapikan.

Hal yang sedikit merepotkan. Namun aku sangat menyukainya.

“Masuk sana.” Aku mengangguk lagi seperti orang bisu. Lantas berjalan masuk ke dalam rumahku yang belakangan ini sudah mulai banyak bunga. Dan itu semua, tentu saja bukan aku yang menanam.

__________

To be continue.

Salam
@windyaaw_

Memori [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang