27.|| Kak Marsha

48 37 9
                                    

HAPPY READING♡

__________

Apakah air mata masih mampu untuk menanggung semua duka di dalam dada ini?

Apakah masih ada duka lainnya setelah kabar yang aku dengar satu hari yang lalu?

Rasanya baru beberapa detik yang lalu dia mengatakan cinta padaku. Tasanya baru satu menit dia mengatakan jika akan pergi.

2 hari mengapa terasa begitu cepat?

Tidak ada percakapan lagi setelah dia memberikan satu boneka beruang kecil kepadaku.

Boneka berpasangan yang kak Aldy beli waktu di pasar malam kemarin. Aku tidak akan menyangka akan terjadi seperti ini.

Tidak menyangka sama sekali. Acara perpisahan sudah selesai sejak beberapa menit yang lalu dan aku masih berada di halaman sekolah.

Tadi juga aku sempat melihat dia pulang menggunakan mobil sport hitam nya. Tak seperti biasanya. Dia pulang sendiri meninggalkanku. Bahkan rasanya jika dilihat dia sangat enggan walau hanya sekedar menatap wajahku. Sungguh miris..

“Sendirian aja dek?”

Aku dengan reflex melihat ke arah samping dimana tempat orang yang baru saja menegurku.

“Iya kak." jawabku sekenanya.

Cewek berponi, yang sejak dulu memang sering menegurku saat ini wajahnya sangat cantik berbaur dengan setelan make up tipis yang cocok dengan wajahnya.

Belum lagi potongan model baju perpisahannya yang tampak cocok berbalut dengan tubuhnya yang ramping berbody.

Dia tersenyum menatapku. “Katanya Aldy ke Singapur nya, nanti sore ya?”

Aku tidak tau harus menjawab apa, selain mengangguk.

“Bukannya lo itu deket ya sama Aldy. Kok? Nggak ikut nganter dia ke bandara?”

“Enggak kak, kayaknya. Gue nggak terlalu deket sama kak Aldy.”

“Loh, masak sih?”

Aku hanya tersenyum sambil menggeleng. Tidak tau harus berkata apa. Ku dengar dia menghela nafas lalu aku menatapnya yang sedang tersenyum.

“Gue juga bakalan kuliah di tempat yang sama. Sama Aldy."

Entah mengapa pada saat mendengar kak Marsha mengucapkan kata itu membuatku merasa iri dengannya.

Seandainya aku lahir dua tahun lebih dulu dari saat aku lahir, pasti aku memiliki kesempatan untuk berada di dalam satu kelas dengan kak Aldy.

Aku tidak tahu ingin merespon dengan apa. Aku hanya bisa tersenyum menjawab semua yang kak Marsha ucapkan.

“Tapi gue nggak buru-buru pergi juga kaya dia. Dia mah kecepetan.” Kak Marsha tertawa. “Betewe, lo kalau lulus sekolah ini mau kuliah dimana?”

Aku menggaruk pelipisku pelan, lantas tersenyum paksa ke arahnya. “Nggak tau kak, mungkin di sini-sini aja. Nggak sampai ke luar negeri.”

“Disini?” kak Marsha mulai memicingkan matanya. Aku mengangguk sambil tersenyum.

Ku lihat dia menghela nafasnya sambil tersenyum ceria. “Gue juga dulu berpikiran sama kayak lo.” katanya sambil menatap lurus kedepan. Tetapi aku masih bisa melihatnya tersenyum. "Tapi, entah kenapa sekarang. Sekarang malahan gue jadi pingin kuliah di luar negeri. Ikut Aldy.”

Kak Marsha menghembuskan nafasnya sejenak. “Lo sama Aldy saudaraan yaa?”

Aku melebarkan mataku pada saat tiba-tiba kak Marsha bertanya seperti itu kepadaku. “E-enggak, kita temenan. Bukan saudara.”

“Ohhyaa?” Kak Marsha juga ikut membelalakkan mata. “Masak iya sih?”

Aku mengangguk sekali lagi. “Gue pikir lo deket karena sodaraan sama dia."

Maksud kak Marsha? Aku sudah langsung bisa menebak.

“Deket kan bukan karena saudaraan aja kak, temenan kan juga deket. Kadang juga saudara bisa nggak deket satu sama lain.”

“Gue juga awalnya duga gitu sih, tapi___"

Tinn.. tinn..

Suara kelakson mobil menghentikan suara Kak Marsha yang baru saja ingin bercerita.

“Shaa! Buruan” kak Clara yang ku tahu teman dekat kak Marsha melambaikan tangannya dari dalam mobil hitam itu.

“Iya-iya." Teriaknya kemudian. "Duluan ya dek.” pamitnya kemudian melambai ke arahku. Aku juga ikut melambai dan tersenyum ke arahnya.

Tak berselang lama, dan setelah kak Marsha pergi aku mulai memikirkan kata-kata kak Marsha tadi.

Kak Marsha berpikir jika aku dan kak Aldy saudara?

Apakah kami terlihat begitu?

________

To be continue.

Salam
@windyaaw_

Memori [COMPLETED]Where stories live. Discover now