13.|| Yang pertama

49 41 7
                                    

HAPPY READING ♡

________

“Win.."

Aku reflex membalikkan badanku pada saat mendengar suara Kak Aldy yang memanggilku. Aku mengernyit menatapnya yang saat ini sudah berada setengah meter di depanku yang berada di halaman rumah. “Ada apa kak?”

“Gue kirain lo masih marah karna yang semalem.” Kak Aldy mengacak-acak rambutku pelan.

Setelah saling ejek kemarin aku memang memutuskan untuk mendiamkannya. Tapi kalau hari ini di bahas lagi sepertinya sudah terlalu basi mengingat yang dia katakan kemarin hanya sebuah candaan belaka. "Kenapa?”

“Gue rencananya mau minta maaf.”

Aku mencebikkan bibirku menatapnya. “Ooh.. nggakpapa kok. Biasa aja.” jawabku datar. Kemudian melanjutkan jalanku. Namun, di pertengahan jalanku aku mendengar dia berdehem sambil berdiri di sebelahku.

“Lo tau nggak?”

Aku mendongak, menatap wajahnya sambil menggeleng. Jelas saja aku tidak tahu, dia kan belum cerita apa-apa kepadaku.

“Lo orang pertama yang foto nya tersimpan di kamera gue.”

“Cewek pertama maksudnya?” terkesan lebay banget nggak sih? Kan hanya sebuah foto. Itu pun karena ulahnya sendiri.

Kak Aldy mengangguk. “Itu iya juga. Pokoknya orang pertama lah."

Maksudnya apa sih? Aku bingung.

“Oohh, maksud kakak gue orang pertama yang foto di kamera baru kakak ya?”

“Iya gitu. Dan asal lo tau, kamera itu adalah kamera yang paling paling gue pinginin dari jaman gue kelas X dan baru kesampean kemarin.” ujarnya bercerita. Aku hanya tersenyum tipis melihatnya karena sebenarnya memang bingung ingin merespon seperti apa.

Tak lama dia menoleh ke arahku sedang aku yang saat itu sedang menatapnya segera buang muka ke arah lain. Jujur saja, baru kali ini aku berjalan sedekat ini dengan cowok.

“Nama lo siapa kemarin?”

“Kemarin?” tanyaku sambil mengerutkan keningku, memangnya aku apa? Memangnya nama orang setiap hari berubah, sampai sampai dia bertanya seperti itu. Sangat menyebalkan, jadi dari kemarin dia bersamaku bahkan tidak mengenal namaku. Benar-benar..

“Gue agak lupa.” ucapnya sambil cengengesan. Untungnya aku masih bisa mengontrol emosi ku, kalau tidak.. entahlah. Mungkin telapak sepatu ku sudah ter cap bagus di jidatnya.

“Windya Cantika.” Jawabku tak ingin membuang buang waktu lebih banyak lagi berdebat dengannya.

Kalau ku lihat lihat, cowok ini sangat suka sekali menanyakan pertanyaan yang tidak penting.

“Gue boleh kan manggil Windy aja?”

Oke aku mulai jengah “Kemarin juga lo ngomong gitu waktu pertama kali kita kenalan. Ya tinggal panggil aja kan masih nama gue.. aneh banget sih kak.”

Aku geleng geleng kepala sendiri di buahnya. Masak iya dia harus bertanya dulu hanya karena sebuah nama panggilan. Kalau dia panggil aku Bambang, Suprapto, atau Narmin baru aku wajib marah karena ketiga nama itu tidak ada di nama panjangku.

Aku melihat kak Aldy tampak berpikir sambil mengetuk ngetukkan jarinya di dagu.

"Windy ya...” Dia bergumam pelan masih mematul mantulkan jari telunjuknya di dagu. “Wind itu artinya angin.” Dia memberi jeda sebentar  “Nama itu biasanya berhubungan erat banget sama ke pribadian yang punya. Mungkin aja lo adalah seseorang yang mudah melupakan sesuatu. Seperti masalahh, mungkin.”

Aku tersenyum tipis, entahlah saat ini kak Aldy hanya sedang memuji namaku atau hanya sedang membuat sebuah lelucon lagi.

Kurasa dia termasuk ke dalam golongan orang yang kebanyakan bicara. Yahh.. walau memang ku akui itu lebih baik daripada sikapku yang sekarang ini.

Aku bingung. Sepertinya aku terlalu banyak menilai orang lain, sampai sampai aku lupa untuk menilai diriku sendiri.

“Siapa bilang?” jawabku sumbang, “Gue nggak gitu tuh.”ujarku mempercepat langkah meninggalkan halaman depan rumahku yang bisa dibilang kecil juga bisa dibilang luas. Hanya saja tidak ada bunga di halaman itu. Aku adalah orang yang sangat malas untuk, menanam apapun yang biasanya suka di tanam oleh gadis gadis seumuranku.

Pernah suatu hari aku mencoba untuk mengikuti teman temanku yang bisa dibilang. Rajin. Begitu lah sebutan menjijikkan yang biasa orang orang ucapkan untuk teman temanku disini. Sangat menjijikkan. Entahlah mengapa? Aku juga tidak tahu mengapa aku membenci sebutan itu. Sangat menjijikkan jika terdengar di telingaku. Mungkin saja karena aku jauh dari kata itu sehingga aku sangat membencinya. Namun hasilnya nihil, hanya berlaku satu minggu, setelah itu, tanaman yang aku tanam, mati semua.

Aku mendengar jak Aldy tertawa “Nanti sore temenin gue ya."

“Hah?” Aku berbalik badan "kemana?” tanyaku sambil mengernyit bingung, jangan bilang dia ingin mengajakku berjalan jalan seperti kemarin lagi. Jujur saja aku tidak akan mau, sangat melelahkan dan membuang buang tenagaku. Aku rasanya sangat malas sekali.

Print foto kemarin.”

“Di cuci?”

“Emang pakaian kotor? Dicuci.” Kak Aldy tertawa receh.

Aku merengut “Bunda bilangnya gitu kok.” ucapku akhirnya sambil mengedikkan bahuku tak acuh “Jam berapa kak?”

“Nanti gue WA”

Aku sedikit memicingkan mataku menatap ke arahnya. Ketahuan sekali modusnya. bilang saja dia ingin minta nomor whatsapp ku tapi dengan cara basa basi seperti ini. Aku berdecih pelan sambil mengumumkan senyum meledeknya. “Bilang aja kakak mau minta nomor WA gue..” bukannya aku sok pede atau bagaimana, namun dengan cara nya seperti ini saja aku sudah bisa menebak.

“Siapa bilang? Gue udah punya nomor lo kok. Simpen ya. Nomor gue.” Kak Aldy menggoyangkan ponsel di tangannya. Bersamaan dengan suara notifikasi yang muncul di layar ponselku.

________

To be continue.

Salam
@windyaaw_

Memori [COMPLETED]Where stories live. Discover now