#𝟎𝟐𝐬𝐞𝐞 𝐲𝐨𝐮 𝐧𝐞𝐱𝐭 𝐭𝐢𝐦𝐞, 𝐩𝐫𝐢𝐧𝐜𝐞𝐬𝐬

1.1K 120 8
                                    

SANG MENTARI MENDUDUKI SINGGASANA.

Sementara satu mahluk tengah pulas menyelami mimpi enggan untuk menyapa dunia, bukan cahaya dari sang surya yang menyelinap membangunkan sang putri, namun suara gemericik air yang hampir menganggu tidurnya.

Lalu ada figur lelaki yang keluar dari kamar mandi, rambut yang masih sedikit lembab, serta kancing kemeja yang masih belum dipakai dengan benar. Menampilkan otot perut indah dilihat, kaum hawa manapun akan bertekuk lutut membuka selangkangan mereka dengan suka rela. Yah tidak ada yang bisa menandingi pesona si bungsu Itoshi.

Selain Kakaknya yang tampan bak seorang pangeran, adiknya turut andil dalam pembagian pesona bak sesosok salah satu Dewa Olympians-Apollo.

Namun sepertinya si bungsu Itoshi harus merayakan dirinya yang pertama kali meniduri seorang wanita di usianya yang ke 25, meskipun wanita sana-sini banyak yang mendekati pria itu, hanyalah sebatas sebuah ciuman panas serta tangan yang secara bebas bergerak bergirilya karena mereka ingin, tak lebih dari sekedar memberikan mereka kesempatan mencicipi bagaimana seorang Itoshi Rin bermain dengan ganasnya.

Jika di pikir-pikir pria itu masih belum mengetahui usia perempuan yang ia ambil kehormatannya tadi malam. Ia hanya tak ingin di cap sebagai pedofilia.

Ia menyugar surai miliknya, perlahan menghampiri insan yang sepertinya masih belum terbangun dari tidur pulasnya, lalu duduk di tepian tilam dengan memperhatikan wajah sang gadis yang nampak seperti putri tidur.

Rin menaruh dagu pada telapak tangan sementara paha miliknya menjadi tumpuan siku, entah mengapa baginya pemandangan yang ia lihat sekarang sungguh menakjubkan.

Surai sehalus sutra yang terurai, bulu mata lentik, kelopak mata yang sembunyikan netra indahnya, dan bibir tipis. Pundak nirmala telanjang dengan kulit sita, matanya tertuju pada leher jenjang yang banyak meninggalkan bekas ungu kehitaman di sana, oh sepertinya Rin lebih banyak membubuhkan bekas kecupan pada lekuk tubuh yang lain, namun saat ini tertutup selimut tebal saja.

Namun hasilnya menjadi sebuah mahakarya dari seorang Itoshi Rin.

Tangannya perlahan meraih pipi sang perempuan, mengusapnya lembut dengan ibu jari, lalu menyelipkan helai rambut yang menjuntai ke belakang telinga, lalu mengagumi bagaimana durja yang lelap dalam mimpi.

"Benar-benar Tuan Putri."

Rin beranjak, menghampiri nakas lalu mengambil ponselnya, notifikasi yang terpampang dari layar penuh dengan riwayat telfon Reo, yah wajar saja lelaki itu pasti mencari keberadaanya semalaman.

"Halo?"

"Hey! Kau semalam ke mana?!"

Rin sedikit menjauhkan ponselnya karena suara dari seberang sana hampir membuat gendang telinganya pecah, "bukan urusanmu."

"Cih, kalau kau hilang, Sae bisa mematahkan leherku."

"Jangan berlebihan, lagi pula aku bukan anak kecil."

"Terserah, tapi serius kau di mana?!" Lelaki itu kembali menempelkan beda pipih tersebut pada telinganya, melirik perempuan itu sekilas lalu menatap lurus apa yang dilihatnya sekarang, jika Rin menceritakan kejadian tadi malam, Reo bisa saja menggodanya atau yang lebih parah lagi membeberkan pada teman-temannya.

Bukan Rin malu, hanya saja jika meminjam kata-kata Nagi, itu akan merepotkan.

"Hanya hal kecil, aku akan menutup telfonnya." Belum sempat Reo mengatakan apapun, si bungsu Itoshi mematikan sambungan sepihak.

Lalu mencari satu kontak.

"Selamat pagi Tuan, apakah ada yang anda butuhkan?"

Rin duduk pada kursi di yang tak jauh dari ranjang, dengan begini ia bisa menatap dengan jelas figur mungil yang masih bersembunyi dalam selimut tebal.

"Aku akan mengirimkan barang yang kubutuhkan, tolong kirim kemari dalam waktu tak lebih dari lima belas menit."

"Baik Tuan."

Ponselnya ia taruh di atas nakas, lalu apakah harus Rin bangunkan insan itu? Tapi sungguh, ingin sekali lelaki tersebut melihat reaksi wajah perempuan tersebut.

Namun sepertinya menunggu hingga ia terbangun pun rasanya tak apa, toh menyaksikan figur itu membuatnya sedikit terhibur. Meskipun dalam keheningan yang membuatnya nyaman.

Genap tiga puluh menit lelaki itu di sana, duduk dengan tangan yang sibuk pada benda pipih, suara dari figur yang ia tunggu membuat atensi beralih. Wajah lugu nan polos perempuan yang sekarang duduk, dengan selimut membantu menutupi bagian dada, sepertinya ia masih belum sadar bahwa sedari tadi Rin menatap dengan lamat.

Kala kepalanya menoleh, Rin hampir tersenyum sebab reaksi terkejut yang ditampilkan perempuan tersebut padanya, "apa sudah pagi?!"

Lelaki itu hampir tergelak.

Sangat menggemaskan, rasanya ingin sekali Rin mengulangi kejadian tadi malam.

"Kau?! Kau si perobek pakaian dalam wanita!" Tunjuknya tak lama dari terjejutnya lalu diganti oleh wajah kesal, "sebutannya terlalu panjang."

Rin berdiri, menghampiri perempuan itu lalu duduk pada tepian ranjang.

Kali ini si wanita mengumpat. Pandangan tak pernah lepas dari badan atletis pria di depannya, ingatan tadi malam setiba-tiba terlintas membuat darah berdesir naik hingga wajah.

Netranya tidak bisa berpaling dari bentuk dada lalu turun menuju otot perut, lalu—"mesum." Bisik lelaki itu yang entah dari kapan sudah berada di samping telinganya

Sialan. Salah siapa memangnya?!

"Hah?!—" tanpa aba-aba mencicipi rasa labium perempuan itu, Rin bisa saja menciumnya saat tertidur, tapi tidak akan seru karena tujuan lelaki itu hanya ingin melihat reaksi wajah yang nantinya akan ditampilkan.

Masih manis, bahkan setelah pergulatan malam itu.

"Cerewet." Sepertinya Itoshi Rin benar-benar memiliki kesenangan tersendiri menggoda anak perempuan malang ini, terlebih saat wajah memerah yang saat itu menjadi daya tariknya. Mengambil surai sutra menjuntai lalu mengendus aroma shampoo yang digunakan perempuan itu, tatapan Rin seperti biasanya, tak ada yang spesial.

Tapi di mata perempuan itu, pria di depannya seperti lelaki hidung belang yang tebar pesona, sialnya lagi ia terjebak.

"Aku akan pergi."

"Pergi saja yang jauh." Ketus wanita itu, masih menutupi tubuhnya.

Rin tersenyum kecil, ia berdiri lalu membenahi kancing kemeja miliknya lalu memasangkan jam tangan dengan merek ternama di pergelangan tangan, sangat berkharisma. "Kau mungkin akan merindukan kegiatan yang kita lakukan tadi malam," netranya melirik, dibalas tatapan sinis perempuan itu padanya, "tenang saja aku akan sampai di Jepang dengan cepat," Ia memakai jas hitam yang melekat sempurna pada tubuh, lalu memberikan sapuan hangat pada permukaan bibir perempuan tersebut dengan tatapan penuh maksud.

Bangsatnya bagi si gadis yang hilang dara, tatapan Rin membuat dirinya seperti ditelan dalam sebuah lubang cacing tanpa jalan keluar. Bahkan saat telapak tangan dingin itu menggerayangi punggung telanjang dan meremas sekilas bokong sintalnya, perempuan malang itu hanya bergeming.

"Selamat tinggal, Tuan Putri." Lalu memberikan kecupan pada kening sebelum beranjak meninggalkan dan si tuan putri masih kehilangan fungsi geraknya.[]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐎𝐍𝐄 𝐍𝐈𝐆𝐇𝐓 𝐒𝐓𝐀𝐍𝐃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang