#𝟎𝟔𝐡𝐞 𝐤𝐧𝐨𝐰𝐬

560 83 4
                                    

KULACINO SEPERTINYA SUDAH MENJADI SAKSI BERAPA LAMA PRIA ITU HANYA BERGEMING.

Itoshi Rin memandang layar besar dengan wajah pasai, meskipun ia menghidupkan acara tontonan, namun dirinya tak benar-benar menaruh fokusnya pada benda visual audio tersebut. Jujur bagi Rin, hari ini baginya seperti ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Kian pekat hingga timbulkan distraksi dalam kepala.

Perihal tentang pertunangan sang kakak, yang padahal menurut lelaki itu tak peduli mau bagaimanapun keadaannya, namun entah mengapa pikirannya hanya semakin penasaran dibuat. "Rin, bisa bantu Ibu mengambilkan alat masak?"

Suara wanita paruh baya memecah keheningan si bungsu Itoshi, lelaki tersebut buru-buru beranjak menuju sumber suara. Wanita itu tengah bergelut dengan dapur, terbukti dengan apron serta beberapa hal yang Rin tidak tahu apa namanya, yang penting Rin tahu itu sayur. "Tolong ambilkan mixer di atas kabinet itu, Ibu tidak sampai."

Menuruti permintaan Ibunya, Rin mengambil alat yang di tunjuk oleh wanita separuh abad tersebut dengan mudahnya, "terima kasih anakku."

Rin mengangguk kecil lalu memilih duduk tak jauh dari dapur, "kenapa Ibu kemari?"

"Apakah itu kata-kata yang pertama kali diucapkan setelah aku sampai di sini?" Pasalnya si bungsu itu hanya menatap Ibunya heran saat pertama kali tiba di apartemen yang ia sewa, tak mengucapkan barang sepatah kata seperti 'selamat datang bu.'

Rin hanya Rin. Dan baru saat ini ia menanyakan kehadiran Ibunya yang tiba-tiba. "Kau tidak bilang saat tiba di Jerman, lalu pergi ke Paris pun tidak memberitahu Ibu." Suara alat pengaduk otomatis sedikit mencairkan keheningan setelah Ibunya mengatakan demikian, "maaf, aku tidak sempat mengunjungimu." Lelaki itu bersuara, "yah tidak mengagetkan, sejak renggangnya hubunganmu dengan Sae, kau seperti menjaga jarak."

"Bukan seperti itu, aku hanya tidak mempunyai waktu—"

"Lalu kapan kau akan meluangkan waktu untuk Ibu?" Rin bungkam, ia paham mengapa Ibunya mengatakan demikian, lelaki itu sangat jarang berinteraksi bahkan untuk berkabar pun sulit. Entah ini karena permasalahannya dengan Sae atau karena dirinya memberikan batasan, padahal ia tahu bukan salah orang tuanya juga ia seperti ini.

"Kemungkinan besar, kakakmu akan segera menikah, Ibu tidak tahu jalan pikiran Ayahmu itu."

"Pernikan apa? Apakah ini kemauan Nii-chan?"

"Ibu tidak tahu, latar belakangnya adalah seorang aktris yang masih rookie, jika Ayahmu itu waras bukankah ia bisa mencarikan calon dari anak pendiri perusahaan terkenal? Atau mungkin artis yang bisa menaikkan pamor perusahaan Ayahmu itu?" Tak salah, namun kali ini menjadi hal yang membingungkan pula bagi Rin dengan tindakan Ayahnya yang demikian, "jujur Ibu tidak tahu perasaan Sae bagaimana, jika ia menolak pun akan tetap Ibu dukung, tapi jika itu Ayahmu yang meminta...Ibu tidak bisa membantunya." Lanjut wanita tersebut memotong beberapa wortel menjadi beberapa bagian, sementara Rin di sampingnya hanya bergeming sejenak.

"Ibu tahu dia siapa?" Tanya Rin.

Wanita paruh baya itu melirik, menatap Rin dengan wajah tersenyum penuh arti, tak biasanya. "Kau penasaran?" Ibunya tersenyum jahil saat Rin dengan terang-terangan membuang muka, diam-diam wanita tersebut membuang napas sedikit lega, sebab mungkin diluaran sana Rin terlalu banyak memasang tampang apatis miliknya, namun jika dengan sang Ibu, Rin bukanlah lelaki yang irit akan sebuah kata atau afeksi. Mau bagaimana pun, wanita itu adalah Ibunya.

"Kalau tidak salah dia pemain drama terbaru yang saat ini naik daun, tapi Ibu lupa judulnya."

Rin beranjak, memasuki kamarnya lalu duduk pada kursi roda tepat di depan meja kerja, membuka laptop miliknya sementara jari miliknya sibuk mencari sesuatu yang menjadi titik di mana rasa penasaran mengganjal pikiran. Tak berlangsung lama melihat laman pencarian, netranya terpaku pada poster drama yang menampilkan dua orang yang sialnya Rin geram menjelaskan sebuah pose tersebut.

𝐎𝐍𝐄 𝐍𝐈𝐆𝐇𝐓 𝐒𝐓𝐀𝐍𝐃Where stories live. Discover now