#𝟎𝟗𝐧𝐨𝐫𝐦𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐡𝐢𝐧𝐤

212 25 0
                                    

ARUNIKA MENGANGGU TIDUR SANG PANGERAN.

Cahaya matahari yang menembus celah gorden, membuat kelopak mata yang terpejam kini harus dipaksa untuk dibuka, tampilkan iris hijau cerah karena di mandikan mentari pagi hari. Itoshi Rin mendecak, ia perlahan duduk, dengan sebentar meregangkan tubuh atas yang telanjang.

Otot tubuh sempurna tercetak, sebuah hasil bagaimana ia menjaga bentuk tubuhnya selama ini memang patut diacungi jempol. Meskipun Barou atau Kunigami yang sering ditunjuk untuk menjadi iklan sebuah majalah tentang kebugaran jasmani, tubuh Rin dapat dikatakan atletis. Ia menoleh, secara sadar tak temukan figur wanita di sampingnya.

Padahal ia mengingat bahwa permainan tadi malam selesai jam tiga dini hari, Rin mengacak surainya sengaja, konklusi bahwa wanita itu pergi saat dirinya terlelap sudah masuk di akal pikirnya.

Ia beranjak, turun dari ranjang menuju kamar mandi, masih tak mempedulikan bagaimana baju serta celananya yang berserakan di atas ubin, serta beberapa alat kontrasepsi bercecer sembarangan. Walau awalnya Rin tidak memakai alat kontrasepsi itu, karena akan sangat tanggung dan merepotkan jika dilakukan pada pertengahan, namun Rin memakainya juga pada aktivitas erotis pada adegan lainnya.

Rin mengumpat, sialan. Entah karena air dingin pada pagi hari atau ingatan tentang permainan sex tadi malam membuatnya 'berdiri' lagi.

Memakai kaus jaket sport serta celana pendek, Rin keluar dari kamar apart miliknya pukul sembilan pagi. Klub sepak bola yang tengah menaunginya akan bertanding sekitar dua bulan lagi, dan sekarang lelaki itu ambis dalam latihannya. Meskipun dalam pikirannya terus runyam akan masalah yang mungkin akan datang.

.

Ponsel miliknya terus berdering tanpa henti, meskipun alarm lima belas menit lalu ia matikan sengaja, namun kini suara panggilan terus mengusik tidurnya. Demi apapun ia baru bisa tidur saat jam lima dini hari, karena berhasil menyelinap keluar dari apart lelaki bernama Itoshi fuckin Rin. [Name] mendengkus, tangannya terulur untuk mengambil ponselnya di atas nakas tanpa berusaha mengubah posisi berbaringnya, mengerling sekejap agar tak salah menekan ikon panggilan. "Kenapa baru di angkat?!"

[Name] menjauhkan gawai miliknya, "Ryu? Ada apa?"

"Kau lupa sekarang ada syuting lagi?!" Suara di seberang sana berteriak, [Name] mendecak lalu membatin 'kenapa sih teriak-teriak.' Tapi [Name] memang tidak tahu diri, sudah syukur dibangunkan, diingatkan ada jadwal, masih saja bisa-bisanya membatin dengan kesal si penelepon.

"[Name] dengar tidak?! Nanti Manajermu itu memarahiku lagi, cepat datang ke lokasi, atau gajimu tidak akan cair."

Mendengar itu [Name] merasa semangatnya kembali, bahkan ia sudah sigap turun dari kasurnya dengan menyingkap selimut tebal yang menutupi separuh badan, "on my way!" Lalu meletakkan ponselnya di atas nakas kembali, sebelum perlahan turun dari kasurnya. [Name] tahu kalau ini masihlah pagi, rasanya jika ingin merasa marah pun percuma, namun ia melupakan beberapa bekas semalam yang tercetak pada leher serta dadanya. Meringis saat merasakan nyeri area selangkangan, tangannya menopang tubuh pada dinding kamar mandi.

Memutar keran shower, [Name] mengambil napas kuat saat air dingin itu turun membasuh pucuk kepalanya, memikirkan perihal perbuatan semalam sungguh membuat kepalanya penat bukan main. Lalu dengan apapun bayangan wajah Itoshi Sae yang berputar seolah tengah menyadarkannya, ia tahu bahwa salahnya pula yang terus terbuai dalam hubungan tak jelas bersama dengan Rin.

Terlebih, demi apapun, harusnya ia menjauhi lelaki itu setelah tahu marga yang dimilikinya, terlebih pula One Night Stand saat di bar bersama dengannya hanyalah sebuah kesengajaan tanpa niat. Mungkin. Atau memang, Rin sendirilah yang membawa doktrin tersebut padanya.

Ini sih bukan One Night Stand lagi sebutannya jika seperti ini.

Rasanya terlalu sulit jika memikirkan ini, bahkan [Name] teringat sebuah tatapan netra hijau sendu saat ia tengah menceritakan hubungannya dengan sang kakak. Jujur saja, ia kasihan. Tapi sepertinya kepribadian Rin yang seperti itu, apakah terlihat pantas untuknya dikasihani, toh ujung-ujungnya [Name] pula yang harus dikasihani karena terjebak lingkaran ini.

.

"Tuan Sae, saya akan mengantarkan anda ke kantor." Pria setengah abad membungkuk hormat kala si Tuan Muda sulung hampir melewatinya, "tidak usah, aku bisa menyetir sendiri." Tolaknya dengan kalimat datar, Sae sebenarnya bukan tak mempercayai driver pribadinya untuk mengendarai mobil yang baru dibeli, hanya saja Sae ingin mengendarai mobil itu sendiri. Intinya selama ia di Jepang, Sae hanya ingin waktu untuk dirinya sebanyak mungkin, meskipun si Tuan Muda itu bisa saja berleha-leha di belakang kursi penumpang sambil menopang kaki.

"Baiklah, mohon berhati-hati Tuan."

Jadwal hari ini adalah melakukan meeting dengan perusahaan Mikage, kalau tidak salah Sae mengingat marga Mikage saat pertandingan U-20 beberapa tahun sebelumnya, ia juga mengingat tim adiknya yang menjadi lawan saat itu. Karena baru pertama kali itulah Sae bergabung pada tim Jepang setelah ia lama tinggal di Spanyol.

Dan sekarang, pekerjaan sampingannya adalah sebagai penerus perusahaan sang ayah, mungkin orang-orang akan berpikir terlalu banyak beban yang di tanggung dalam satu pribadi, namun Sae melakukannya dengan suka rela.

"Selamat pagi menjelang siang Itoshi Sae-san." Sapa pria dengan kerutan disekitar wajahnya sesaat setelah Sae sampai pada ruang rapat tiga menit lebih cepat, Sae tersenyum lalu membalas jabatan tangan calon kolega perusahaannya, "selamat pagi menjelang siang Mikage-san."

Kemudian si sulung duduk pada tempatnya, posisi duduk yang menjadi pusat atensi seluruh peserta rapat di perusahaan Mikage, Sae berdeham kecil lalu menoleh pada sekretarisnya untuk menyalakan LCD Proyektor. Lelaki tersebut lalu berdiri, lalu mengucapkan salam pada beberapa orang penting yang hadir dalam rapat tersebut, jika Sae mau ia bisa menyuruh sekretarisnya untuk menjelaskan pemaparan dalam materi setiap slide point, namun tidak untuk Sae. Si sulung ini benar-benar menyabet seluruh pekerjaannya secara suka rela, sedikit trik persuasif yang ditawarkan oleh perusahaan Itoshi kepada perusahaan Mikage agar menbentuk sebuah perjanjian kerja sama yang dibangun.

"Penjelasan yang bagus, kami akan segera memberikan jawaban untuk tawaran ini Sae-san."

"Terimakasih, saya harap anda mempertimbangkan ini dengan matang, kalau begitu saya izin pamit terlebih dahulu." Sae mengulurkan tangannya yang langsung dibalas oleh pria tersebut, "kenapa anda sangat terburu-buru Sae-san?"

Tanpa ragu dalam hati terdalam, Itoshi Sae menjawab, "saya ingin menjemput tunangan saya." Pria bermarga Mikage itu terkekeh, lalu menepuk pundak Sae beberapa kali dan mengusapnya, "baiklah semoga berhasil Sae-san, saya doakan anda cepat menikah dari pada bertunangan terlalu lama."

Perkataan dari pria Mikage tersebut terus berputar penuhi isi kepala, sejauh dari yang Sae pikirkan, pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalankan, dari kecil hingga sekarang, keluarganya memang rukun sejahtera. Tapi satu sisi lain, ia pikir bahwa sebuah kerukunan itu hanyalah kedok saja.

Terlebih sebuah kasih sayang orang tua dalam hal membesarkan anak, Sae dan Rin memang dibesarkan penuh kasih sayang, namun semenjak Sae pergi untuk mengejar cita-citanya menjadi striker terbaik di dunia nihil terwujud dan menjadi pemain gelandang dengan kepulangannya. Tak ada yang tahu isi hati anak sulung Itoshi, namun ayahnya seperti condong pada Sae dalam hal menyempurnakan sebuah hasil tanpa menanyakan sesanggup apa dirinya menanggung beban.

Itulah kenapa Sae berpikir tiga kali lebih maju, tidak mau jika nantinya ia akan bersikap sama seperti ayahnya, bahkan pada Rin setengah sifat Ayahnya akan selalu mendorong adiknya untuk sempurna.[]

[]

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.
𝐎𝐍𝐄 𝐍𝐈𝐆𝐇𝐓 𝐒𝐓𝐀𝐍𝐃Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz