#𝟎𝟑𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐬 𝐢𝐫𝐫𝐞𝐬𝐢𝐬𝐭𝐢𝐛𝐥𝐞

938 107 4
                                    

LANGKAH KAKINYA TEGAS SELUSURI LORONG.

Bukan sebuah bangunan, melainkan mansion mewah dengan gaya khas stuktur serta desain yang mencerminkan negara pemikir dan penyair—Jerman. Bercampur sedikit dekorasi tanah air pada sudut tertentu, yang ditujukan jika diri rindu pada negera matahari terbit itu.

"Kenapa kau jauh-jauh memanggilku?"

"Baru saja datang, tidak bisakah kau istirahat terlebih—"

"Aku tidak terbang kesini hanya untuk sebuah basa-basi yang kau ucapkan Sae."

Itoshi Sae, si sulung Itoshi menopang dagu dengan tatapan datar memandang adiknya, figur tinggi yang berdiri beberapa meter di depannya membuat kilasan masa kecil mereka berputar.

Time flies so fast.

Namun Sae menemukan alasan tersendiri baginya untuk memilih jalan demikian, kendati konflik yang kedua adik kakak itu buat masih belum kunjung padam, satu sisi lain Sae masihlah seorang kakak yang memiliki tanggung jawab. Terlepas bagaimana dirinya bertindak.

"Aku sudah menandatangi kontrak dengan salah satu brand, yang di mana aku ingin kau yang menghadiri pemotretan salah satu produk tersebut," ia membuka suara setelah beberapa menit dalam keheningan.

Rin mengernyitkan dahi, "jadi kau menggunakanku untuk menaikkan intensitas penjualan saham perusahaan lain?"

Sae menghembuskan nafas kasar, "apa kau masih bocah polos seperti waktu itu?" Rahang Rin mengeras, "kalian pikir aku bisa menjadi pion untuk menaikkan value dari perusaahan ini?"

"Rin. Perusahaan tersebut sudah menjadi kolega untuk perusahaan ini untuk waktu yang cukup lama," Sae mengambil botol wine yang tersaji, lantas menuangkannya pada gelas, "Pikirkanlah, jika kau menolak. Mereka mungkin tidak akan menanam sahamnya lagi di perusahaan ini," papar Sae. 

Ayahnya memang memiliki beberapa perusahaan dan anak perusahaan, cukup besar. Namun meskipun begitu, itu masih belum cukup. Sebab perusahaan yang dikelola oleh Itoshi—si kepala keluarga, tak pernah menembus lima besar perusahaan bergengsi di Jerman.

"Hanya pemotretan. Tidak lebih. Jika kau bisa menaikkan penjualan mereka, dengan kontrak yang kutandatangani, mereka akan suka rela menanamkan saham lima belas persen di perusahaan ini." Ujar si sulung setelah meneguk wine yang langsung tandas.

"Kau tau aku sangat membenci menjadi sorotan publik." Namun Rin juga tidak tahu kenapa ia bisa terseret jalan di mana ia menjadi atlit sepak bola, kendati dirinya membenci fakta tersebut.

Sae mengulas senyum, penuh arti. "Karena itu, aku membutuhkan bantuanmu kali ini, Rin."

Sebab Sae tahu, bahwa potensi Rin tidak hanya dalam hal sepak bola saja, adiknya memang membenci menjadi sorotan, namun yang menjadi bagian pentingnya adalah saat seorang Itoshi Rin menjadi seorang model pada salah satu brand terkenal, terlebih anak itu dalam hidupnya selalu menolak tawaran pemotretan sana-sini.

"Kapan?"

Sae yang hendak meneguk wine yang ia tuang dalam gelas, tetiba terhenti saat pertanyaan terlontar, lalu kembali menaruh gelas wine miliknya.

"Lusa besok."

"Padahal kau bukan manajerku—"

"Jika menyangkut perusahaan ayah, aku tidak bisa tinggal diam."

Rin menghembuskan nafas, perjalanan dari Jepang menuju Jerman memang melelahkan, hampir memakan waktu setengah hari. Namun lelaki dengan pemikiran tumpul itu hanya ingin membuat beban pikirannya ringan, memang ia sedikit kaku bahkan jika itu urusan ada di depan matanya.

𝐎𝐍𝐄 𝐍𝐈𝐆𝐇𝐓 𝐒𝐓𝐀𝐍𝐃Where stories live. Discover now