#𝟏𝟎𝐟𝐢𝐧𝐝𝐬 𝐨𝐮𝐭

128 25 0
                                    

DALAM WAKTU YANG CUKUP LAMA ITOSHI SAE MERENUNG.

Meskipun suara radio dalam mobil miliknya menimbulkan distraksi ataupun suara angin yang memaksa masuk sebab jendela mobil yang diturunkan, pria itu hanya diam tak sedikitpun tunjukkan maksud konversasi basa-basi ringan untuk memecah keheningan di antara keduanya.

Wanita yang duduk di sampingnya pun hanya diam, mematuk atensi ke arah luar dengan pikirannya tersendiri. Lima belas menit lalu, setelah proses syutingnya selesai, Itoshi Sae seperti hal wajar pada umumnya menyuruh si wanita untuk memasuki mobil.

Sempat berpikir apakah Sae orang yang memang selalu apatis tentang masalah dalam hidupnya? Atau memang Sae saja yang malas mengurusi? Bagaimana jika nanti muncul sebuah rumor kurang mengenakkan, bahkan untuk memikirkannya saja wanita tersebut sedikit parno.

Namun jika melihat kondisi bagaimana Sae serta Ayah

"Sudah makan siang?" Akhirnya pria itu berujar setelah kian lama bibir menutup rapat, pandangan yang sedari tadi mematuk jalan pun sedikit beralih, sekilas melirik si pengemudi yang fokus tengah memperhatikan jalan. "Aku bisa makan di apart."

"Kalau begitu aku akan memesan makan dan kita bisa makan bersama di apartmu." Ucap Sae.

"Kenapa harus di apartku?"

"Lalu apa kau mau makan di tempatku?"

Bibirnya seketika terbungkam, memikirkan sejenak dua opsi yang mengharuskannya menggunakan fungsi isi kepala sejenak. Si wanita membuang napas, "apartmu saja."

.

"Bagaimana pekerjaanmu apakah lancar?" Pertanyaan yang Sae sendiri tahu hanya basa-basi sejak mereka lima belas menit hanya diam, kediaman apartemen milik Sae ternyata cukup jauh dari lokasi di mana ia syuting, dan sepertinya ia salah memilih opsi. Sae lalu meletakkan dua gelas jus jeruk di atas meja makan, lalu duduk tepat di depan wanita yang tengah menopang dagu, "cukup lancar, setelah drama ini selesai, ada seorang produser yang menawariku peran penting dalam ceritanya."

Sae dengan pakaian santai yang dikenakan, memandang sejenak wajah kuyu figur di depannya, "baguslah, aku tidak ingin pria itu tidak menepati janjinya." Menyeruput sebentar jus jeruk miliknya, pria itu mengambil sepotong Pizza dan menaruhnya di atas piring kosong milik sang tunangan. "Makan, jangan khawatir bahaya junk food untuk tubuhmu, sesekali kau harus apresiasi diri."

[Name] menatap sedih potongan Pizza, jika ia bukan seorang aktris mungkin satu kotak Pizza dengan ukuran Large pun dapat dia habisi sendirian. Namun mengingat seorang bintang tidak bisa mempunyai celah buruk satupun, ia mengurungkan niat. "Manajer menyuruhku untuk tidak banyak makan junk food selama masih memiliki projek."

"Kau mendengarkannya?" Pertanyaan Sae membuat [Name] menatap manik lelaki tersebut penuh tanda tanya, apakah perlu laki-laki itu melontarkan pertanyaan retoris yang seharusnya Sae pun tahu dengan benar pekerjaan sang tunangan. Alih-alih menjawab, wanita itu mengambil potongan Pizza yang disodorkan oleh Sae sebelumnya. "Aku akan memakannya, sekali-kali tidak apa janji dilanggar." Ujarnya sebelum mengambil satu gigitan dengan lahap.

Sae ssdikit menarik sudut bibirnya, "Iya terkadang manusia seperti itu bukan? Membuat janji untuk dilanggar." Seolah kata tersebut untuk dirinya, [Name] seketika termenung untuk beberapa saat. Melihat manik Sae yang terus menatapnya tanpa henti seolah memaksanya untuk akui dosa diri, tapi ia melupakan sejenak jika kedua Itoshi ini memiliki gen yang sama. Terlebih cara mereka berbicara dengan nada yang menusuk, sialnya Rin lebih parah dari itu.

Apakah Itoshi tua itu tak mengajarkan sebuah tutur santun berbicara?

Selesai makan malam, [Name] tentu tidak langsung pergi ke apartnya. Ia duduk pada sofa panjang ruang TV, sebenarnya wanita itu tidak menyimak siaran berita di depannya, hanya memandang kosong visual audio dengan pikiran yang melayang. [Name] dengan hoodie kebesaran milik Itoshi Sae memang cocok dipakai olehnya, jangan tanya mengapa Sae melempar hoodie dan menyuruhnya untuk mengganti pakaian yang dikenakan. Toh outfit miliknya masih normal, sedikit tanda kutip rok minim yang sedari tadi menjadi distraksi Sae.

"Kapan kau akan mengantarku pulang?"

Sae yang baru saja duduk di sofa tepat samping sang tunangan langsung menoleh, "apakah seburu-buru itu?" Tanyanya, yang mana si wanita tak langsung menjawab juga padahal gelisahnya terus bertambah saat pertama kali ia memasuki apartement Sae. Entahlah, yang dia pikirkan saat ini, [Name] hanya ingin segera pulang. Salah satu alasannya bisa jadi karena ia lelah bekerja hari ini, dan untuk alasan lainnya mana mungkin disebutkan.

"Aku lelah Sae-san."

Sae melirik sekilas perempuan di sampingnya, tak serta merta pula mengambil kunci mobil yang bahkan terletak di atas meja ruang tengah yang mereka tempati tepat pula di depan matanya.

"Mungkinkah kau akan kemhali lagi?"

"Iya, aku akan kembali lagi jika aku memiliki waktu luang."

"Ini bukan perihal bagaimana kau kembali pada apart milikmu." Kalimat Sae terdengar ambigu bagi [Name], daya cerna maksud perkataan lelaki itupun masih belum bisa wanita tersebut temukan. Apa maksudnya?

Mungkin saja sekelebat rasa afeksi mampir bahkan hanya sepersekon, sehingga membuat si pemuda mengusap pipi ranum wanita jelita di depannya dengan amat perlahan, benarkah afeksinya hanya sampai situ saja? Bahkan Sae kini bertanya pada dirinya sendiri, untuk apa ia menyampirkan helai sutra di belakang telinga si pemilik tanpa alih-alih melepas tatapannya pada netra indah penuh binar.

Itoshi Sae mungkin terpana. Atau memang sedari awal seperti itu, namun Sae mengerti bahwa relasinya tak lebih dari dua orang yang sepakat menjunjung mutualisme antara kedua belah pihak di atas kertas.

Bagaimana jika Sae ingin lebih dari itu? Sae sedikit menertawakan diri sendiri, kenapa saat seperti ini rasa ingin memiliki wanita ini lebih besar? Namun seperti 1 berbanding 100, Itoshi Sae tahu dengan benar, ia tak akan pernah bisa.

"Apa kau mencintai Rin dengan sangat?"

Jika Sae sedikit memperjuangkan perasaannya, apa sedikit pula wanita itu berbelas kasih mengetahui apa maksud dari tindakannya sekarang?

"Apa maksudmu?" Karena jujur saja untuk saat ini rasanya pikiran [Name] bercabang banyak, jika pun ia menemukan suatu kesimpulan, apakah itu akan terdengar keabsolutan?

"Tidak apa-apa," lalu setelahnya Sae mengambil kunci mobil, "kuantar kau pulang."

Dan wanita itu beranjak mengikuti punggung Sae dengan penuh kebingungan dalam kepala.

Sementara bagi pria itu, ia hanya berada pada titik di mana ia harus menurunkan egonya atau mempertahankan sesuatu yang memang bukan miliknya sejak awal. Namun bagaimanapun, bagi Sae menemukan wanita ini tanpa sengaja adalah hal yang tak pernah terpikirkan dalam benak, sebab sejak saat dua tahun lalu, Sae sudah jatuh pada senyum kirana yang ia lihat di layar TVnya saat itu.[]

[]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝐎𝐍𝐄 𝐍𝐈𝐆𝐇𝐓 𝐒𝐓𝐀𝐍𝐃Where stories live. Discover now