6. Kebetulan menarik

1.4K 304 31
                                    

Mari budayakan meninggalkan jejak!
Tolong vote+komen🤗

Mohon dibaca sampai bawah ya🙏🏻

***

"Selamat Ibu Rinda, anda positif hamil. Berdasarkan jawaban Ibu Rinda terkait datang bulan yang terakhir kali, dapat saya sampaikan kalau usia kandungan ibu telah memasuki minggu keenam." ucap dokter itu setelah mereka melakukan serangkaian pemeriksaan awal kehamilan.

Rinda membeku. Meski di sudut hatinya yang terdalam ia sudah memperkirakan kalimat ini akan meluncur dari bibir sangat dokter. Seberapapun banyak Rinda menolak, fakta jika dirinya sedang berbadan dua adalah sebuah kenyataan yang harus diterimanya dengan lapang dada meski sulit. Sangat sulit.

Mutia segera meraih telapak tangan sahabatnya yang dingin. Ia berusaha menguatkan Rinda semampunya. Sahabatnya sedang terguncang, dan Mutia ingin meringankan beban yang dipikul Rinda meski hanya sedikit.

"Dan tolong ya Ibu Rinda, saya minta Anda untuk mengonsumsi makanan-makanan sehat yang dianjurkan untuk Ibu hamil. Tolong hindari stres. Jangan berpikir terlalu keras dan mengerjakan hal yang berat. Kandungan Anda masih rentan." jelas dokter itu menambahkan.

Melihat sahabatnya yang tidak fokus mendengarkan dan tak langsung menjawab, Mutia mengambil alih. "Baik Dokter. Terima kasih."

Mutia tercekat ketika tatapan keduanya bertemu. Dokter itu menatapnya penuh arti dan itu membuat dirinya tak nyaman. Mutia lantas mengalihkan tatapannya. Netranya menangkap papan nama yang sedari tadi tak ia acuhkan.

Arkana ya, batinnya.

"Tanggal tiga Agustus jangan lupa datang kembali untuk pemeriksaan rutin ya, Ibu Rinda. Terima kasih." ujar Dokter Arkana mengingatkan.

"Baik Dokter. Terima kasih." jawab Rinda lemah.

"Untuk pertemuan selanjutnya, tolong usahakan datang dengan suami anda ya Bu," imbuh sang dokter sembari melirik Mutia.

Rinda terdiam. Sedangkan Mutia menunduk untuk menghindari tatapan Arkana.

"Mari Dokter," pamit Rinda kemudian. Keduanya segera undur diri.

Arkana menatap kepergian mereka berdua—lebih tepatnya Mutia dengan senyuman tipis.

"Kebetulan yang menarik." gumamnya pelan.

***

"Duh, gerah banget nggak sih?" Gendis mengibas-ngibaskan tangannya dengan gerakan pelan dan penuh makna.

"Kipas anginnya nyala semua perasaan." sahut Kirana heran.

Nada mendengkus. "Wes ndelok Mbak, raksah dipamer-pamerke terus." (Udah lihat Mbak, nggak usah dipamerin terus.)

Gendis terbahak. "Berasa dilamar nggak sih, guys?" tanyanya jumawa.

"Minimal Mas Doni ketemu Ayah sih Mbak." sahut Mutia setengah menyindir.

Gendis merengut. "Belom mau tuh dia."

"Ya berarti bukan bermaksud ngelamar." sambar Nada dengan cengiran.

"MENENGO!" (Diem nggak!)

"Lah lambe-lambeku kok!" Nada menjulurkan lidahnya. (Lah mulut-mulutku kok!)

Gendis mencibir. "Kan niatku biar pikiran kalian teralihkan. Mbak Kiran lagi keliatan salting, Nada kayak lagi gugup. Terus Muti ... kamu abis dicurhatin presiden ya? Mukamu kayak lagi nanggung beban negara aja." Ia terkekeh.

Mutia tak menjawab. Memang ia tak menceritakan perihal Rinda kepada saudari-saudarinya. Mau bagaimanapun, itu termasuk privasi sahabatnya. Tak sepatutnya Mutia menyebarkan berita kehamilan Rinda yang terjadi di luar pernikahan kepada orang lain.

House of MemoriesWhere stories live. Discover now