18. Terpesona

518 130 29
                                    

Mari budayakan meninggalkan jejak!
Tolong vote+komen🤗

Mohon dibaca sampai akhir ya^^

***

Gendis dan Harsa berjalan beriringan memasuki Mal Ciputra malam itu. Setelah menjemput Gendis, mereka memang mampir terlebih dahulu di masjid terdekat untuk menjalankan ibadah salat maghrib.

"Kamu mau beli apa jadinya?" tanya Gendis selagi netranya memperhatikan sekelilingnya. "Biasanya sih kalau hadiah buat cewek tuh umumnya kayak tas, dompet, pouch atau sepatu. Ah, atau kamu mau hadiahin dia satu set makeup atau skincare? Aku kasih tau ya Sa, perempuan tuh mau dikasih apapun sama orang yang disuka juga bakal happy happy aja." jelasnya panjang lebar.

Harsa tersenyum simpul. Ia lalu berkata, "kayaknya mau liat-liat di sini dulu."

Gendis menoleh ke samping kirinya yang ternyata toko perhiasan.

Cekalan kuat di lengannya membuat Harsa menghentikan langkah dan menatap perempuan itu. "Kenapa, Ndis?"

"Kamu mau ngelamar??" Meski berupa bisikan, tetapi terselip nada keterkejutan di sana.

Harsa sontak tertawa. "Bukan, Ndis. Eum ... belum saatnya kok."

Oh, belum.

"Yuk." ajaknya kemudian. Gendis terkesiap ketika lelaki itu meraih tangannya dan membawanya ke dalam.

"Selamat malam. Mau cari apa, Kak?" sapa pegawai toko dengan ramah.

"Mau cari necklace, Kak." jawab Harsa seraya tersenyum manis.

"Di sebelah sini ya Kak, mari ...."

Harsa mengikuti langkah sang pegawai sedangkan Gendis melangkah ke arah sebaliknya. Perempuan itu berkeliling dan melihat-lihat berbagai jenis perhiasan yang dipajang di sana.

Netranya terpaku saat melihat salah satu cincin yang menarik perhatiannya. Jika mantan kekasihnya lelaki yang baik, mungkin sebuah cincin perkawinan sudah tersemat di jari manisnya sekarang. Gendis terkekeh miris dalam hati.

"Kalau masih bingung, mungkin bisa tanya pacarnya aja Kak?"

Gendis terdiam ketika rungunya mendengar kalimat yang terlontar dari sang pegawai toko. Diam-diam dirinya menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Harsa. Tetapi sayang, setelah beberapa waktu terlewati, tak ada balasan dari lelaki itu.

Gendis mendesah kecewa tanpa sadar. Ia kembali melihat-lihat untuk beberapa saat sampai tepukan Harsa membuatnya menoleh.

"Yuk,"

"Udah?" tanya perempuan itu.

Harsa mengangguk.

"Maaf ya Sa, aku malah nggak bantu kamu jadinya." Gendis memaksakan senyumannya. Berusaha menekan rasa kecewanya. Well, ia tak punya hak untuk merasa demikian, bukan?

Raut penyesalan tercetak di wajah lelaki itu. "Maaf banget Ndis, kupikir kamu pengen lihat-lihat tadi, jadinya nggak aku panggil ...." jelasnya tak enak.

Gendis mengibaskan tangannya. "Ih udah udah nggak papa, santaiiiiii" balasnya sembari berjalan keluar.

"Gendis."

"Hm?"

"Mau karaoke?" tawarnya takut-takut.

Langkah Gendis terhenti. Tak lama, ia memejamkan matanya. Sial, kenapa dirinya mudah dibujuk, sih?

Perempuan itu menatap Harsa dan menjawab pelan, "mau ... ke Masterpiece?"

Harsa tersenyum lega. "Iya. Tapi kamu hubungin ayahmu dulu ya, soalnya pulangnya agak kemaleman nanti." perintahnya yang langsung direalisasikan oleh Gendis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

House of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang